Gibran menatap gundukan tanah di depannya, Dyan terlihat duduk tanpa ekspresi di kursi rodanya. Dyan awalnya sempat syok, begitu tahu Arya ini ayah kandungnya dan kini hanya tinggal nisan yang ada di depannya.Hari ini Arya baru saja di kebumikan, namun sebelum meninggal dunia terungkaplah siapa ayah kandung Dyan yang selama ini jadi misteri di keluarganya, yakni Arya inilah orangnya.Arya menolak di operasi, dia mengaku sudah senang bisa bertemu langsung dengan Dyan dan mengajari anak kandungnya ini melukis, dan juga bisa dekat walaupun hanya singkat waktunya.Arya sudah minta maaf dengan Bella walaupun mantan kekasihnya ini tak pernah memaafkan kelakukannya, bahkan murka buka kepalang saat bertemu tak sengaja di galeri Dyan ini.Arya pun sudah jujur dengan Gibran, sehingga tak ada lagi yang dia sesali. Dia pun juga memaklumi sikap murka Bella saat bertemu dengannya.“Gibran…saat tahu Dyan terlahir cacat, aku sangat menyesali diri, aku juga sering mabuk-mabukan. Setiap kali dapat ua
“Semoga kakek dan nenek Dyan masih sehat, dan mereka punya salinan surat warisan tersebut…!” ucapan Hilman seolah pengacara saja, padahal baru juga kurang dari sebulan jadi mahasiswa di fakults hukum.Gibran sampai tertawa kecil melihat gaya Hilman.“Kamu emank bakat jadi pengacara, gaya kamu mirip si Hotman Paris Hutapea,” cetus Gibran tertawa kecil.Hilman ikutan tertawa dan bilang dia memang suka amati gaya pengacara top nan flamboyan tersebut.“Ku rasa kita akan selidiki pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru, semoga kita dapat menemukan di mana alamat kakek dan nenek Dyan. Aku sudah minta anak buah papa untuk menyelidiki!”Gibran kali ini bicara serius, Hilman langsung sepakat dengan ucapan Gibran.“Eh gimana hubunganmu dengan Val, kulihat makin dekat ajee, awas hati-hati loh, dia kemenakan Roy Sumanjaya!” Hilman langsung peringatkan Gibran.“Masih berteman dekat, lagian aku masih sayang dengan Desy, masa aku tega khianati dia!” elak Gibran, walaupun kini komunikasi mereka tak se
Gibran pun ikutan keluar, Val justru bukan khawatir dengan Gibran atau Hilman, dia justru mengkhawatirkan para penghadangnya ini, yang tak lain dan tak bukan Roby cs.Kali ini Gibran sama sekali tak bakal mengalah, dia dan Hilman sudah berhadapan dengan Roby dan dua anak buahnya ini, terlihat ketiganya sangat percaya diri.“Ternyata kamu sudah berani melanggar kesepakatan yang baru di ucapkan, kami cari penyakit rupanya!” Roby langsung menunjuk wajah Gibran.Inilah kesalahannya, Gibran sudah dipenuhi hawa marah sejak di kantin aias kafe di kampus tadi. Begitu tangan Roby menunjuk, secepat kita tangan Gibran bergerak.Prakk…taakk…telunjuk itu patah seketika, lalu sebuah tendangan keras di kaki membuat Roby terjengkang ke tanah dan bergulingan sambil melolong menahan sakit di kaki dan terutama jari telunjuknya yang patah.Dua rekan yang terkaget-kaget belum juga sempat bertindak sudah duluan terjengkang, setelah Hilman dan Gibran bersama-sama langsung bergerak melakukan tendangan akurat
Malam minggu, Gibran benar-benar ngapel ke rumah Val. Gibran kaget di teras rumah sudah menunggu gadis cantik ini dengan seorang pria setengah baya dan seorang wanita yang masih terlihat cantik.Kali ini mobil yang dia pakai beda lagi, lebih mewah dan pastinya siapapun orang tua yang melihat penampilan Gibran saat ini akan senang.Senang karena anaknya di apeli seorang pemuda tampan maksimal, dan pastinya dari keluarga tajir melintir.Apalagi malam ini Gibran tampil sangat gagah, terlihat dewasa dari usianya yang sudah jalan 19 tahunan. Terlebih Gibran memiliki tubuh kokoh yang menjulang bak model.Walaupun hanya pakai kaos, di padu jaskul hitam serasi di padu dengan jeans hitam, serta sepatu ala-ala comboys. Rambutnya yang sebahu di ikat rapi, penampilannya sudah sangat oke punya.“Malam Om, tante, Val…!” sapa Gibran, begitu mendekati tempat di mana Val dan kedua ortunya berada di teras mewah rumah ini.“Malam juga, ooo…ini orangnya yang baru-baru ini sedang viral di kampus itu, Gibr
Gibran sadar dan kaget sudah berada di sebuah klinik, bahu kirinya sudah diperban, tanda peluru yang bersarang di bahunya sudah di keluarkan dokter di klinik ini.Masih terasa sakit dan Gibran akan mengangkat tangan kirinya terasa kaku dan kebas (kesemutan ditambah rasanya yang nyiut-nyiut).“Kamu sudah siuman jagoan ganteng?” terdengar suara lembut dan Gibran kaget bukan main, saat menatap wajah cantik tersenyum menatapnya sambil berdiri di sisi ranjang perawatannya saat ini.“K-kamu…apakah...orang tang tela menolongku?”“Iya, aku yang menolong kamu, aneh sekali, siapa yang menembak kamu, hampir saja nyawamu melayang? Oh ya panggil aku Bonita, jangan tante, usiaku masih 25 tahunan, belum terlalu tua kan?”Sekilas terlihat pendiam, ternyata Bonita lumayan lincah dan supel. Bonita juga bercerita, saat memindahkan tubuh Gibran ke mobilnya. Dia di bantu beberapa warga, karena tubuh kokoh Gibran lumayan berat.“Makasih tan…eh Bonita, aku berhutang nyawa denganmu. Aku juga tak tahu siapa p
“Ahhh kamu ini kura-kura dalam perahu saja, siapa sih yang tak kenal ke flamboyanan ayahmu itu. Masa sih kamu nggak nurun, lagian…wajah kamu itu sangat ganteng loh, lebih ganteng dari Tommy saat seusia kamu?” puji Bonita apa adanya.“Masa sih Bonita, seperti apa flamboyannya papaku itu saat muda?” lagi Gibran pura-pura nggak tahu saja.Padahal dari cerita kakek dan neneknya, juga kedua kakaknya dia sudah tahu kelakuan papanya saat muda, walaupun tak begitu komplet.Anehnya soal kenakalan papanya, dia tak berani bertanya langsung pada kedua ortunya. Sungkan, apalagi papanya sudah berubah 100 persen.“Ha-ha…hebat juga ya papa kamu, sampai anaknya tak tahu kenakalannya, sebelum akhirnya ketemu ibu kamu!”“Tau nggak Gibran, mami ku salah satu korban kenakalan papa kamu, nama mamiku Sisca, dia dulu mantan sekretaris papa kamu, yang nyambi jadi ayangnya!” lagi-lagi Bonita bongkat blak-blakan kelakuan Tommy sebelum bertemu Rachel.Tentu saja Gibran tak tahu, kalau Sisca yang juga ibunya Boni
Bonita makin mabuk kepayang dengan Gibran, dia bahkan berharap luka di bahu pemuda ini jangan cepat sembuhnya. Nafsu dan sayang melanda keduanya, terutama Bonita.Gibran menang segalanya dari Roy Sumanjaya, bahkan pemuda yang sebelumnya jadi ‘simpanannya’ langsung dia buang.Itu Gibran ketahui saat dia tak sengaja mendengar Bonita memarahi pemuda itu via telpon dan minta jangan lagi mencarinya.Bonita bahkan mengancam 'kekasihnya' itu, kalau permainan mereka sudah tercium suaminya, sehingga dia minta agar pemuda itu menjauhinya mulai sekarang.Bagi Bonita, Gibran sudah memenuhi semua imajinasi liarnya. Ketampanan dan gaya bercinta Gibran yang sudah terlatih dengan baik membuat Bonita enggan berpisah dengan Gibran.Pemuda ini beda lagi, dia bertahan di apartemen ini untuk sembuhkan luka dibahunya. Sekaligus masih menunggu informasi dari bodyguard papanya, yang masih berusaha keras mencari jati diri penembak dirinya.Tapi…tapi sepengetahuan Gibran, pada hari ke 7 kebersamaan mereka ke a
Penasaran, Gibran pun mendekati di mana ibunya dan Roy Sumanjaya terlihat sedang berbicara serius.Setelah mendapatkan jarak yang bisa mendengar percakapan itu, Gibran pun lamat-lamat mendengar sedikit percakapan itu, walaupun kadang pembicaraan itu kadang tak jelas.“Roy, kurasa bantuan yang aku berikan selama ini sudah dua kali lipat nilainya dari bantuan kamu dulu…dan semuanya belum kamu kembalikan!” terdengar suara Rachel cukup lembut, hingga Gibran harus menajamkan pendengarannya.“Hmm…kamu jangan ungkit nilainya, kalau dulu kamu tak aku bantu, belum tentu perusahaan suami-mu kembali hingga kini, setelah di rampas Olly Bantano di bantu Sisca, mantan sekretaris Tommy sekaligus pacarnya!” terdengar suara Roy sangat ketus.Wajah Rachel terlihat berubah, tapi kembali Gibran salut, maminya terlihat tetap tenang dan tak terpengaruh ucapan Roy.“Kamu nggak usah ungkit itu, toh aku juga tahu, si Bonita anak dari Sisca kini jadi istrimu, entah istri keberapa, atau bisa jadi hanya gundikmu