“Semoga kakek dan nenek Dyan masih sehat, dan mereka punya salinan surat warisan tersebut…!” ucapan Hilman seolah pengacara saja, padahal baru juga kurang dari sebulan jadi mahasiswa di fakults hukum.Gibran sampai tertawa kecil melihat gaya Hilman.“Kamu emank bakat jadi pengacara, gaya kamu mirip si Hotman Paris Hutapea,” cetus Gibran tertawa kecil.Hilman ikutan tertawa dan bilang dia memang suka amati gaya pengacara top nan flamboyan tersebut.“Ku rasa kita akan selidiki pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru, semoga kita dapat menemukan di mana alamat kakek dan nenek Dyan. Aku sudah minta anak buah papa untuk menyelidiki!”Gibran kali ini bicara serius, Hilman langsung sepakat dengan ucapan Gibran.“Eh gimana hubunganmu dengan Val, kulihat makin dekat ajee, awas hati-hati loh, dia kemenakan Roy Sumanjaya!” Hilman langsung peringatkan Gibran.“Masih berteman dekat, lagian aku masih sayang dengan Desy, masa aku tega khianati dia!” elak Gibran, walaupun kini komunikasi mereka tak se
Gibran pun ikutan keluar, Val justru bukan khawatir dengan Gibran atau Hilman, dia justru mengkhawatirkan para penghadangnya ini, yang tak lain dan tak bukan Roby cs.Kali ini Gibran sama sekali tak bakal mengalah, dia dan Hilman sudah berhadapan dengan Roby dan dua anak buahnya ini, terlihat ketiganya sangat percaya diri.“Ternyata kamu sudah berani melanggar kesepakatan yang baru di ucapkan, kami cari penyakit rupanya!” Roby langsung menunjuk wajah Gibran.Inilah kesalahannya, Gibran sudah dipenuhi hawa marah sejak di kantin aias kafe di kampus tadi. Begitu tangan Roby menunjuk, secepat kita tangan Gibran bergerak.Prakk…taakk…telunjuk itu patah seketika, lalu sebuah tendangan keras di kaki membuat Roby terjengkang ke tanah dan bergulingan sambil melolong menahan sakit di kaki dan terutama jari telunjuknya yang patah.Dua rekan yang terkaget-kaget belum juga sempat bertindak sudah duluan terjengkang, setelah Hilman dan Gibran bersama-sama langsung bergerak melakukan tendangan akurat
Malam minggu, Gibran benar-benar ngapel ke rumah Val. Gibran kaget di teras rumah sudah menunggu gadis cantik ini dengan seorang pria setengah baya dan seorang wanita yang masih terlihat cantik.Kali ini mobil yang dia pakai beda lagi, lebih mewah dan pastinya siapapun orang tua yang melihat penampilan Gibran saat ini akan senang.Senang karena anaknya di apeli seorang pemuda tampan maksimal, dan pastinya dari keluarga tajir melintir.Apalagi malam ini Gibran tampil sangat gagah, terlihat dewasa dari usianya yang sudah jalan 19 tahunan. Terlebih Gibran memiliki tubuh kokoh yang menjulang bak model.Walaupun hanya pakai kaos, di padu jaskul hitam serasi di padu dengan jeans hitam, serta sepatu ala-ala comboys. Rambutnya yang sebahu di ikat rapi, penampilannya sudah sangat oke punya.“Malam Om, tante, Val…!” sapa Gibran, begitu mendekati tempat di mana Val dan kedua ortunya berada di teras mewah rumah ini.“Malam juga, ooo…ini orangnya yang baru-baru ini sedang viral di kampus itu, Gibr
Gibran sadar dan kaget sudah berada di sebuah klinik, bahu kirinya sudah diperban, tanda peluru yang bersarang di bahunya sudah di keluarkan dokter di klinik ini.Masih terasa sakit dan Gibran akan mengangkat tangan kirinya terasa kaku dan kebas (kesemutan ditambah rasanya yang nyiut-nyiut).“Kamu sudah siuman jagoan ganteng?” terdengar suara lembut dan Gibran kaget bukan main, saat menatap wajah cantik tersenyum menatapnya sambil berdiri di sisi ranjang perawatannya saat ini.“K-kamu…apakah...orang tang tela menolongku?”“Iya, aku yang menolong kamu, aneh sekali, siapa yang menembak kamu, hampir saja nyawamu melayang? Oh ya panggil aku Bonita, jangan tante, usiaku masih 25 tahunan, belum terlalu tua kan?”Sekilas terlihat pendiam, ternyata Bonita lumayan lincah dan supel. Bonita juga bercerita, saat memindahkan tubuh Gibran ke mobilnya. Dia di bantu beberapa warga, karena tubuh kokoh Gibran lumayan berat.“Makasih tan…eh Bonita, aku berhutang nyawa denganmu. Aku juga tak tahu siapa p
“Ahhh kamu ini kura-kura dalam perahu saja, siapa sih yang tak kenal ke flamboyanan ayahmu itu. Masa sih kamu nggak nurun, lagian…wajah kamu itu sangat ganteng loh, lebih ganteng dari Tommy saat seusia kamu?” puji Bonita apa adanya.“Masa sih Bonita, seperti apa flamboyannya papaku itu saat muda?” lagi Gibran pura-pura nggak tahu saja.Padahal dari cerita kakek dan neneknya, juga kedua kakaknya dia sudah tahu kelakuan papanya saat muda, walaupun tak begitu komplet.Anehnya soal kenakalan papanya, dia tak berani bertanya langsung pada kedua ortunya. Sungkan, apalagi papanya sudah berubah 100 persen.“Ha-ha…hebat juga ya papa kamu, sampai anaknya tak tahu kenakalannya, sebelum akhirnya ketemu ibu kamu!”“Tau nggak Gibran, mami ku salah satu korban kenakalan papa kamu, nama mamiku Sisca, dia dulu mantan sekretaris papa kamu, yang nyambi jadi ayangnya!” lagi-lagi Bonita bongkat blak-blakan kelakuan Tommy sebelum bertemu Rachel.Tentu saja Gibran tak tahu, kalau Sisca yang juga ibunya Boni
Bonita makin mabuk kepayang dengan Gibran, dia bahkan berharap luka di bahu pemuda ini jangan cepat sembuhnya. Nafsu dan sayang melanda keduanya, terutama Bonita.Gibran menang segalanya dari Roy Sumanjaya, bahkan pemuda yang sebelumnya jadi ‘simpanannya’ langsung dia buang.Itu Gibran ketahui saat dia tak sengaja mendengar Bonita memarahi pemuda itu via telpon dan minta jangan lagi mencarinya.Bonita bahkan mengancam 'kekasihnya' itu, kalau permainan mereka sudah tercium suaminya, sehingga dia minta agar pemuda itu menjauhinya mulai sekarang.Bagi Bonita, Gibran sudah memenuhi semua imajinasi liarnya. Ketampanan dan gaya bercinta Gibran yang sudah terlatih dengan baik membuat Bonita enggan berpisah dengan Gibran.Pemuda ini beda lagi, dia bertahan di apartemen ini untuk sembuhkan luka dibahunya. Sekaligus masih menunggu informasi dari bodyguard papanya, yang masih berusaha keras mencari jati diri penembak dirinya.Tapi…tapi sepengetahuan Gibran, pada hari ke 7 kebersamaan mereka ke a
Penasaran, Gibran pun mendekati di mana ibunya dan Roy Sumanjaya terlihat sedang berbicara serius.Setelah mendapatkan jarak yang bisa mendengar percakapan itu, Gibran pun lamat-lamat mendengar sedikit percakapan itu, walaupun kadang pembicaraan itu kadang tak jelas.“Roy, kurasa bantuan yang aku berikan selama ini sudah dua kali lipat nilainya dari bantuan kamu dulu…dan semuanya belum kamu kembalikan!” terdengar suara Rachel cukup lembut, hingga Gibran harus menajamkan pendengarannya.“Hmm…kamu jangan ungkit nilainya, kalau dulu kamu tak aku bantu, belum tentu perusahaan suami-mu kembali hingga kini, setelah di rampas Olly Bantano di bantu Sisca, mantan sekretaris Tommy sekaligus pacarnya!” terdengar suara Roy sangat ketus.Wajah Rachel terlihat berubah, tapi kembali Gibran salut, maminya terlihat tetap tenang dan tak terpengaruh ucapan Roy.“Kamu nggak usah ungkit itu, toh aku juga tahu, si Bonita anak dari Sisca kini jadi istrimu, entah istri keberapa, atau bisa jadi hanya gundikmu
Tommy menatap bahu Gibran, dia menganggukan kepala, lega bahu itu sudah di rawat dengan baik. Walaupun sempat kaget bukan kepalang, anak kesayangannya di tembak OTK.“Jadi kejadiannnya minggu yang lalu dan kamu merasa tak punya musuh?” Tommy menatap wajah anak lelakinya ini, Gibran mengangguk.“Hmm..di kampus mungkin, siapa tahu ada yang iri denganmu?” pancing Tommy, dia tak heran tongkrongan anaknya ini bikin semua orang iri, Gibran ini pemuda paket komplet.“Ahh iya pah!” Gibran lalu menceritakan soal perkelahiannya dengan Ketua BEM di kampus itu yang dikatakannya naksir seorang gadis cantik, tapi si gadis itu lebih suka dengannya. Tommy tersenyum, dia pun ingat masa mudanya, tak beda jauh dengan Gibran. Tapi bedanya dulu berkelahi jantan, tak pengecut, apalagi main belakang.Tak lama terdengar ketukan d pintu ruang kerja mewah ini. Masuklah Sonu, bodyguard Tommy yang ditugaskan Gibran cari tahu jadi diri penembak dirinya.“Gimana informasinya Om Sonu?” Gibran langsung bertanya, T
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam