“Dulu aku pernah mau di jodohkan ayah, tapi setelah ayah kalah pilkada dan bangkrut, perjodohan itu batal. Padahal, aku harus jujur ya Gib, aku juga suka calon jodohku itu..tapi kami tak jodoh, ayahnya tak setuju saat tahu keluarga kami tak seperti dulu lagi!” aku Desy apa adanya.Gibran tersenyum maklum, kini giliran dia yang agak cemburu. Tapi mau gimana lagi, sejak lulus SMP, baru kali ini mereka jalin kontak lagi.Wajarlah Desy cari penggantinya...tapi bak karma, saat tahu keluarga Desy bangkrut, keluarga calon suaminya menolaknya...karena nggal level lagi. Mereka jalan kaki saja di bawah jembatan Ampera sambil gandengan tangan, layaknya orang lagi jatuh cinta, sambil mengingat kisah masa-masa di SMP dulu yang indah.“Kapan lagi kamu ke sini Gib..?” Desy pecah keheningan.“Kalau liburan, tentu aku pingin lagi ke sini.” Desy tersenyum senang, ini seolah menandakan Gibran tak akan melupakannya.“Aku tunggu…!” sahut Desy tanpa sadar, sambil mempererat genggamannya.“Moga saat aku da
Setelah satu hari penuh bersama Desy dan tak puas-puasnya bercinta, Gibran lalu mengantar gadis cantik ini pulang, Gibran pamit dengan Handoyo dan istrinya, balik lagi ke Jakarta.“Bila kamu ke sini lagi, halaman buat mobil kamu parkir sudah tersedia, apa mau di buatkan garasi sekalian…biar bisa menetap di sini…seperti milikmu yang betah banget ngedon di sini,” canda Desy sambil bisik mesra sambil menunjuk pahanya, saat mereka bicara berdua di teras.Desy bahkan minta Gibran tak sungkan siram rahimnya dan berharap buah cinta mereka ini benar-benar jadi, Desy siap hamil...tapi lupa mereka belum menikah!Sama-sama muda, sama cinta, keduanya bak bulan madu di hotel itu.Gibran tertawa dan bilang sangat mencintai Desy dan janji akan berusaha ke sini lagi bila ada waktu. CLBK keduanya sukses…tapi apakah hubungan ini akan mulus…?Harapan Desy jadi kenyataan, dua bulanan kemudian haidnya telat...tapi ini dia sembunyikan dari Gibran!Rachel menatap wajah Gibran, antara kaget dan senang meland
“Semoga saja Bang, tapi di sini kan aman, tuh pos polisi nggak jauh dari sini,” tunjuk Dyan ke pos polisi yang berjarak hanya 20 meteran dari pagar depan galeri ini.“Iya, tapi kalau ada apa-apa cepat hubungi Abang ya. Semoga dia hanya kagum dengan lukisan kamu, tak ada niat jahat!” cetus Gibran was-was, Dyan pun mengangguk.Gibran sangat perhatian dengannya. Dyan sakit pun Gibran tak pernah meninggalkannya hingga sembuh, bahkan rela menggendongnya ke toilet juga memandikannya.Gibran juga tak segan tegur Dyan kalau sudah kecapekan. “Jangan memaksakan diri, istirahat dulu bila capek!” nasehat Gibran buat ponakannya ini.Sejak lulus SMP Dyan tak lagi sekolah, dia hanya fokus dengan hobby melukisnya, walaupun tetap ada guru yang ngajarin dirinya atau home schooling.Namun, besoknya kembali Gibran melihat pria ini hanya duduk di tempat itu lagi, dan ini terus berlangsung sampai 2 hari.Hari ke 3 Gibran pun penasaran. Dia pagi-pagi sudah berada di galeri Dyan, yang memutuskan nginap di si
Kalau Gibran sudah melupakan soal Arya, adalah Dyan yang sering termenung, ini membuat Gibran jadi bingung sendiri.“Kamu kenapa Dyan, sering termenung begitu..?” Gibran bertanya sambil menatap keponakannya, yang hanya memegang kuas dan terlihat belum lakukan aktivitas melukisnya.“Bang…apakah…Om Arya itu, ayah kandungku..?” kaget juga Gibran dengan pertanyaan Dyan, tentu saja dia tak berani mengiyakan.Gibran sama sekali tak tahu riwayat kakaknya ini, Rachel ibunya juga tak pernah cerita, juga ayahnya.“Itu…aduh…Abang nggak tahu, hanya mami kamulah yang lebih tahu!”“Tapi mami sudah wanti-wanti dan malah nambah CCTV di galeri ini, dia bilang kalau sampai Om Arya ke sini lagi, mami akan kirim bodyguard untuk menghajar Om Arya!” cetus Dyan sambil memandang Gibran lalu menunjuk 3 buah CCTV baru yang di pasang orang suruhan ibunya.“Sudahlah, kita nggak perlu pusingin lagi yaah, mami kamu pasti punya alasan kuat usir Om Arya. Lagian mami kamu sudah bilang, dia bukan ayah kandungmu, mendi
Acara pun selesai tepat pukul 22.00 malam. “Gibran kamu bawa mobil nggak, aku ikut numpang yaah, malam ini sopirku tak bisa jemput aku?”“Boleh…mari!” Gibran pun tak ragu ajak Val ke mobilnya, Hilman malam ini bawa motor sendiri, sehingga dia tak numpang dengan Gibran.Tak lama keluar dari kampus, Gibran hentikan mobil SUV-nya di pinggir jalan. “Ada apa Gib..?” Val kaget.“Sebentar Val, aku mau menolong seseorang!” Val bukannya berdiam diri di mobil, dia ikutin kemana Gibran melangkah.“Hei kalian mau apa, lepaskan dia?” Gibran membentak dua orang yang sedang memegang pria setengah tua, yang terlihat berdarah bibirnya dan wajahnya bengap.“Hehh lihat ni anak kayaknya lebih tajir, liat deh mobilnya aja mewah. Eeh ada pacarnya, wuih cakep benar kayak artis Korea eh bukan, mirip bulay,” seru orang ini sambil menatap Val yang berjalan mendekati Gibran.Namun setelahnya dia langsung terjengkang ke aspal, sebuah pukulan kilat Gibran layangkan ke wajahnya.Temannya pun sama saja, belum sempa
Gibran menatap gundukan tanah di depannya, Dyan terlihat duduk tanpa ekspresi di kursi rodanya. Dyan awalnya sempat syok, begitu tahu Arya ini ayah kandungnya dan kini hanya tinggal nisan yang ada di depannya.Hari ini Arya baru saja di kebumikan, namun sebelum meninggal dunia terungkaplah siapa ayah kandung Dyan yang selama ini jadi misteri di keluarganya, yakni Arya inilah orangnya.Arya menolak di operasi, dia mengaku sudah senang bisa bertemu langsung dengan Dyan dan mengajari anak kandungnya ini melukis, dan juga bisa dekat walaupun hanya singkat waktunya.Arya sudah minta maaf dengan Bella walaupun mantan kekasihnya ini tak pernah memaafkan kelakukannya, bahkan murka buka kepalang saat bertemu tak sengaja di galeri Dyan ini.Arya pun sudah jujur dengan Gibran, sehingga tak ada lagi yang dia sesali. Dia pun juga memaklumi sikap murka Bella saat bertemu dengannya.“Gibran…saat tahu Dyan terlahir cacat, aku sangat menyesali diri, aku juga sering mabuk-mabukan. Setiap kali dapat ua
“Semoga kakek dan nenek Dyan masih sehat, dan mereka punya salinan surat warisan tersebut…!” ucapan Hilman seolah pengacara saja, padahal baru juga kurang dari sebulan jadi mahasiswa di fakults hukum.Gibran sampai tertawa kecil melihat gaya Hilman.“Kamu emank bakat jadi pengacara, gaya kamu mirip si Hotman Paris Hutapea,” cetus Gibran tertawa kecil.Hilman ikutan tertawa dan bilang dia memang suka amati gaya pengacara top nan flamboyan tersebut.“Ku rasa kita akan selidiki pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru, semoga kita dapat menemukan di mana alamat kakek dan nenek Dyan. Aku sudah minta anak buah papa untuk menyelidiki!”Gibran kali ini bicara serius, Hilman langsung sepakat dengan ucapan Gibran.“Eh gimana hubunganmu dengan Val, kulihat makin dekat ajee, awas hati-hati loh, dia kemenakan Roy Sumanjaya!” Hilman langsung peringatkan Gibran.“Masih berteman dekat, lagian aku masih sayang dengan Desy, masa aku tega khianati dia!” elak Gibran, walaupun kini komunikasi mereka tak se
Gibran pun ikutan keluar, Val justru bukan khawatir dengan Gibran atau Hilman, dia justru mengkhawatirkan para penghadangnya ini, yang tak lain dan tak bukan Roby cs.Kali ini Gibran sama sekali tak bakal mengalah, dia dan Hilman sudah berhadapan dengan Roby dan dua anak buahnya ini, terlihat ketiganya sangat percaya diri.“Ternyata kamu sudah berani melanggar kesepakatan yang baru di ucapkan, kami cari penyakit rupanya!” Roby langsung menunjuk wajah Gibran.Inilah kesalahannya, Gibran sudah dipenuhi hawa marah sejak di kantin aias kafe di kampus tadi. Begitu tangan Roby menunjuk, secepat kita tangan Gibran bergerak.Prakk…taakk…telunjuk itu patah seketika, lalu sebuah tendangan keras di kaki membuat Roby terjengkang ke tanah dan bergulingan sambil melolong menahan sakit di kaki dan terutama jari telunjuknya yang patah.Dua rekan yang terkaget-kaget belum juga sempat bertindak sudah duluan terjengkang, setelah Hilman dan Gibran bersama-sama langsung bergerak melakukan tendangan akurat