Maaf, sehubungan dengan kesibukan yang tak bisa di tinggal, kemarin agak telat postingnya, mulai hari ini dst nya, kami akan update seperti biasa, salam MRD-BB
Semakin malam makin rame, Bopak pun jadi enggan pulang, padahal Gibran sudah ajak pulang dari tadi. Jarum jam di lengannyaa sudah tunjukan pukul 00.15.“Bentar lagi broe, ini sih aseek pakai bingit,” mata Bopak tak lepas dari atraksi di depannya. Remaja ini benar-benar tak menyangka melihat pemandangan yang bikin jakunnya naik tak beraturan.Sebagai orang desa yang baru pertama kalinya ke kota, Bopak benar-benar tak menyangka menemukan tontonan yang sangat mengasekan ini, hingga dia enggan buru-buru pulang.Gibran pun terpaksa mengalah dan dia kini duduk di kursi dan membiarkan Bopak terus berada di bibir panggung.Untuk menatap lekat-lekat para penari striptease berlenggang-lenggok tanpa busana di atas panggung ini dan kadang turun ke penonton, Bopak tentu saja tak melewatkan kesempatan ini.Tapi dia kaget saat di mintai uang oleh penari striptease itu. Bopak tak kehilangan akal, dia buru-buru menemui Gibran dan minta duit.“Udah achh!! Buat apa buang-buang duit hanya untuk pegang me
“Boleh aku ikut kalian malam ini, apakah kalian nginap di hotel, oh ya namaku Melisa,” wanita cantik inipun sebutkan namanya.“Gibran..!” sahut Gibran pendek.“Aku Bopak Alehandro!” nyolot Bopak, Melisa langsung senyum dengar nama lengkap Bopak, yang mirip nama-nama orang Amerika Latin.Padahal Bopak asli Indonesia, nggak ada campuran-campurannya.“Kami nggak di hotel, tapi di apartemen!” kembali Bopak bersuara, sambil mendekatkan wajahnya di antara Melisa dan Gibran yang kini jalankan mobilnya ke arah jalan raya yang lancar, karena sudah tengah malam.“Ngga papa, bagus lagi, aku tak bisa pulang ke kos, udah malam soalnya!” Melisa pun apa adanya bilang dia tingal ngekos dan tempat kosnya agak ketat, pulang di atas jam 10 malam pagar akan di gembok. “Melisa gimana ceritanya kamu sampai mau di jual?” kali ini Gibran yang bertanya.“Ceritanya gini, aku kan di ajak temanku ke pub itu, awalnya aku ini butuh uang, untuk bayar kosan dan juga bayar UKT. Nah, temanku bilang, mau nggak ke pub
Melisa lalu buru-buru sebut, uang UKT nya 11 juta dan uang kosannya perbulannya 1 juta dan kini dia sudah telat 1 bulan membayarnya. Si pemilik kos sudah bawel menagih, dan mengancam kalau sampai 2 bulan tak bayar, maka akan di usir.Rasa penasaran lah yang membuat Gibran menganggukan kepala. Dia tanpa ragu transfer 15 juta ke rekening Melisa.Melihat laporan banking, yang tandanya uang sudah masuk, Melisa lalu tarik Gibran ke kamar remaja ini. Klik…menguncinya dari dalam.Gibran di mintanya duduk di ranjang, lalu pelan-pelan Melisa membuka kimononya. Bola mata Gibran melotot saking senangnya melihat Melisa membuka kimononya ini dengan gaya pelan di depan hidungnya.Kini tersembullah dua bukit yang sangat membusung, Gibran ingat payudara Renita tak sebesar milik Melisa saat ini. Lidahnya kelu, jakunnya makin turun naik tak beraturan.Pelan tapi pasti kimono ini melorot pelan-pelan ke bawah dan kini terpampang jelaslah sebuah hutan tipis yang sangat rapi.Lagi-lagi Gibran melongo, kala
Tanpa banyak cincong, krah baju belakang Gibran di tarik salah seorang berbadan kekar, Gibran tak sempat lagi menghindar. Brakkkk…tubuh kurus kokoh Gibran terjatuh dan menimpa meja kursi, kala tubuhnya di lempar ke samping.Sakit bukan main, Gibran terkaget-kaget!Tamara berteriak kaget melihat kekasihnya jumpalitan begitu. Gibran yang tak menyangka akan dihajar sedemikian rupa, marah bukan main.Gibran langsung bergulingan, masih dengan seragam sekolahnya, Gibran buru-buru bangkit. Beberapa pengunjung kafe berhamburan keluar dari tempat ini, takut terimbas.“Bangsat, kalian cari masalah denganku!” dengus Gibran murka bukan main, wajah tampannya memerah saking murka-nya.Lalu tanpa menunggu di serang, Gibran serang balik orang yang tadi melemparnya. Ke empat rekannya rupanya tak tinggal diam. Mereka langsung mengeroyok Gibran.Bughh..buggghh..plakkk..plakk…adu tendangan dan pukulan tak terelakan. Gibran terpaksa kerahkan semua kemampuannya. Tapi kali ini dia kecele, musuhnya rupanya a
“Jangan…tak perlu Bopak, kita serahkan ke polisi, nanti kita cari info, siapa mereka itu dan kelak kita lakukan pembalasan!” cegah Gibran, hingga Bopak yang terlanjur emosi bisa reda.Tanpa mereka sadari, Gibran sudah di dapuk sebagai 'pimpinan', sehingga apapuun titahnya di dengar ke 3 sahabatnya ini.Apalagi soal biaya hidup, ketiga selalu di subsidi Gibran, bahkan ketiganya dibelikan Gibran masing-masing sebuah motor sport. Kecuali Ramon yang minta jenis bebek matic, sesuai jiwanya yang 50% wanita. Mereka tak pernah bertanya, kenapa kran uang Gibran tak pernah ada habis-habisnya..!Gibran tentu saja tak ingin sahabat-sahabatnya ini tahu siapa dia sesungguhnya. Datang ke sana sama saja dengan buka kedok dirinya.**Rachel menatap tajam wajah anaknya ini, matang biru masih belum sembuh, Gibran terpaksa pulang setelah ibunya marah, gara-gara sudah 3 hari Gibran tak pulang-pulang ke rumah.“Hmm…kamu tawuran yaa…?” suara Rachel tetap lembut, tapi matanya tajam menusuk.Tommy hanya diam
Sebulan kemudian, Gibran yang sudah sembuh matang birunya sudah bersiap bikin perhitungan dengan Riwan cs, yakni sepulang dari eskul.“Kita akan cegat mereka di sebuah jalan yang sepi, biasanya mereka sering lewat sana dan nongki di sebuah kafe yang terdapat di situ,” bisik Gibran.“Aduhh nekkk kalian mau berantem yaa! Dyeeeehh jangan main bunuh ya nekk, eike takut kalian masuk penjarongg… eh penjara!” Ramon klepek-klepek ketakutan.“Udah kamu nggak usah ikut, kamu langsung aja pulang, cuci kaki dan tidur!” ejek Hilman.“Dyeeeh si black, baru juga beberapa bulan berlatih udah sok jagoan, entar bonyok baru tau rasa loh, beda ye dengan si Gib-gib dan si Bopak!” ejek Ramon, Hilman hanya nyengir doank.Tapi bukannya pulang, Ramon malah diam-diam ikutin Gibran, Bopak dan Hilman saat ke 3 orang remaja ini menuju ke sebuah tempat yang jadi kelewatan Riwan cs.Begitu sampai di tempat yang Gibran maksud, ketiga remaja ini malah melongo, terlihat ada tawuran di sana dan Riwan cs terlihat di ker
“Jadi Ketua OSIS, ahh kalian ini ada-ada saja, nggak mau aku!” tolak Gibran mentah-mentah.“Ga bisa di batalkan kelesss, nih nomor urut kamu, nomor 2 dari 3 calon!” Ramon perlihatkan hasil undian untuk pemilihan Ketua OSIS, untuk gantikan Riwan yang sudah hampir habis jabatannya.“Siapa yang mendaftarkan…kenapa nggak bilang-bilang ke aku?” sahut Gibran kesal.“Aku yang daftarin, kurasa hanya kamu yang mampu Gib!” tiba-tiba Riwan muncul.“Aku nggak bakat jadi Ketua OSIS Wan, nggak kayak kamu, cari yang lain saja!” Gibran masih berusaha menolak, Gibran pada dasarnya tak siap emban amanah jadi Ketua OSIS.“Gib, jujur melihat seringnya tawuran saat ini, bahkan minggu kemarin ada dua teman kita masuk rumah sakit, korban tawuran salah sasaran. Ku rasa Ketua OSIS yang akan datang butuh figur sekuat dan sehebat kamu dalam hal beladiri, untuk bela teman-teman kita yang tak bersalah. Kasian mereka Gib..!” kali ini Riwan bicara serius.Bopak menepuk bahu Gibran. “Ada benarnya juga ucapn Riwan, k
“Kamu tu yaa, ini yang bikin mami tak suka kamu latihan beladiri, kenapa kamu ikut tawuran,” bentak Rachel, tak peduli di tonton banyak orang, padahal Rachel aslinya lembut, tapi saat ini dia lagi kesal.Trauma kematian Dyan, Abangnya Gibran inilah penyebabnya .“Nyonyah besar…maaf…anak nyonyah besar sebenarnya tak salah, dia hanya membela teman-temannya dari serbuan para geng motor dari sekolah lain.” kali ini sang Kapolres bersikap amat hormat pada Rachel dan spontan membela Gibran.Si Kombes ini kaget bukan kepalang, ternyata Gibran anak Tommy Harnady, fakta inilah yang membuatnya langsung berubah sikap.Siapa yang tak kenal Tommy, ayahnya Gibran ini. Kapolda pun mudah di pindah, kalau Tommy mau, apalagi cuman selevel Kapolres seperti dirinya.“Mam…sudah…kasian anak kita malu!” bisik Tommy lembut. Hingga Rachel melepaskan jewerannya, tapi muka Gibran sudah merah dadu, dia malu tak terkira di buat kayak anak kecil.Tanpa Gibran sadari, semua teman-temannya melongo dan hampir tak per