“Kamu tu yaa, ini yang bikin mami tak suka kamu latihan beladiri, kenapa kamu ikut tawuran,” bentak Rachel, tak peduli di tonton banyak orang, padahal Rachel aslinya lembut, tapi saat ini dia lagi kesal.Trauma kematian Dyan, Abangnya Gibran inilah penyebabnya .“Nyonyah besar…maaf…anak nyonyah besar sebenarnya tak salah, dia hanya membela teman-temannya dari serbuan para geng motor dari sekolah lain.” kali ini sang Kapolres bersikap amat hormat pada Rachel dan spontan membela Gibran.Si Kombes ini kaget bukan kepalang, ternyata Gibran anak Tommy Harnady, fakta inilah yang membuatnya langsung berubah sikap.Siapa yang tak kenal Tommy, ayahnya Gibran ini. Kapolda pun mudah di pindah, kalau Tommy mau, apalagi cuman selevel Kapolres seperti dirinya.“Mam…sudah…kasian anak kita malu!” bisik Tommy lembut. Hingga Rachel melepaskan jewerannya, tapi muka Gibran sudah merah dadu, dia malu tak terkira di buat kayak anak kecil.Tanpa Gibran sadari, semua teman-temannya melongo dan hampir tak per
Si ‘Laura’ ini terlihat kalem sekali, dia memang ramah, tapi tak suka bercanda berlebihan. Dari penampilannya Gibran sudah bisa menilai, kalau gadis ini dari keluarga biasa saja.Saat melirik Bopak dan Hilman, Gibran hanya bisa senyum di kulum, dua sahabatnya ini terlihat aseek menggombali siswa baru incaran mereka.Ramona beda lagi, dia sejak tadi juga klepek-klepek melihat seorang siswa baru laki-laki yang terlihat sangat imut-imut dan si banci ini sibuk candain si imut ini. Mereka memang satu bus.Perjalanan dari Jakarta ke tempat ini lumayan jauh, hampir 5,5 jam baru sampai, karena jalanan agak merambat. Kedatangan mereka sudah di sambut hangat sang kades dengan aparat desanya.“Kalian sudah kami sediakan tempat yakni di rumah warga, jadi tak perlu lagi bikin kemah, silahkan di bagi-bagi tempatnya,” sapa si Kades Sunarya ramah, sambil matanya jelalatan melihat para siswi yang kebanyakan centil-centil ini."Ihh matanya, buaya cap kadal nih orang," bisik Ramon ke Gibran.Karena Gibr
Gibran plong, dia akhirnya bisa beser, remaja ini awalnya mikir Neng Lilis pasti balik ke kamarnya, setelah siram bekas kencingnya dia belum rapikan celananya. hingga belalainya masih dongak-dongak belum masuk sangkar.Kebiasaan sejak kecil yang tak pernah berubah sampai kini, dulu Tante Renita sering kaget kalau melihat kelakuan Gibran begini, dan biasanya berakhir dengan gempa lokal di depan toilet.Renita gemas melihat belalai Gibran yang makin hari makin gede itu dan karena faktor masih muda, mudah banget naik tak terkendali.Untunglah di rumah ortunya, toiletnya ada di kamar, sehingga mau polos sekalipun Gibran tak masalah. Tapi saat ini Gibran lupa, dirinya sedang berada di rumah orang.Kini, Gibran pun enteng saja keluar toilet. “Astagaaa…rudalnya kok masih di luar!” seru Neng Lilis terkaget-kaget.Gibran terperanjat bukan kepalang, dia pun buru-buru berpaling dan merapikan celananya secepat-cepatnya. Neng Lilis terkekeh geli melihat kelakuan remaja tampan ini.“Ma-maaf Neng Li
Gibran pun mencuci muka dan gosok gigi, lalu…mandi junub, hampir saja pemuda ini batal mandi. Tapi ingat dia tadi malam berlayar hingga 2 ronde dengan Neng Lilis.Mau tak mau Gibran tetap mandi dengan tubuh mengigil kedinginan.Kini dia pun segar lagi, dan lalu pergi ke rumah warga di mana para siswa tidur, dia membangunkan semuanya agar bersiap-siap untuk acara hari ini.Senyumnya mengembang, kalau ingat kejadian tadi malam.“Ingat ini rahasia kita, ntar malam kalau si Kades masih di tempat bini ke 4 nya atau kedua istrinya yang lain, kamu ke sini ya ganteng,” bisik Neng Lilis, sebelum Gibran pindah kamar.Gibran…hanya mengangguk senang, siapa juga yang nolak rejeki, pikir Gibran, nafsu kadang bikin lupa dengan resikonya.Sesuai jadwal, hari ini seluruh siswa SMU 75 lakukan bhakti sosial, yakni membersihkan jalan desa serta memberikan bantuan buat warga sembako, yang sebelumnya di angkut pakai truk.Uang sembako ini semuanya dari kantong Gibran, para guru pun tentu saja salut dengan
Gibran pun minta istirahat, capek bukan main dirinya main volly, apalagi tadi malam sudah mendaki bukit Neng Lilis hingga 2 ronde dan paginya kerja bhakti.Neng Lilis memang punya nafsu besar, dia tak sungkan minta Gibran keloni dirinya sepuasnya, bahkan dua pembuangan sekaligus dia persilahkan Gibran masuki sepuasnya."Enak banget!" desis Neng Lilis saat benda 'tumpul' Gibran sukses masuk bergantian.Setiap kali matanya bentrok dengan Laura, gadis belia ini langsung menundukan wajahnya, dengan muka merah dadu.Lama-lama hati Gibran yang sempat layu dengan Desy dan Tamara mulai bergerak dewi amornya. Padahal tak sedikit gadis-gadis cantik di sekolahnya yang menunjukan perhatian padanya.Label ‘Harnady’ membuat nama Gibran jadi incaran semua gadis di sekolahnya. Tapi terhadap Laura lah dia mulai beda.Malamnya dibikin acara api unggun dan si Kades Sunarya berlakon ‘ramah’ dengan meminta warganya memetik jagung yang sengaja dia beli dan membakar bersama semua siswa 75 ini.Kesempatan in
Pukul 2 dinihari, Bopak dan Hilman beringsut-ingsut tidur di dekat Gibran dan Ramon, tak lama keduanya ngorok. Gibran sampai tertawa dalam hati, melihat dua sahabatnya kecapekan abis ‘nyangkul’ tubuh Neng Lilis barusan.Paginya…!“Hei bangun kebo, ye berdua ini ngoroknya nyaring banget sih, kayak bunyi rantai karatan saja huhh!” suara cempreng Ramon membangunkan keduanya, apalagi dia langsung menendang kaki kedua sahabatnya.Gibran terlihat baru keluar dari toilet dan bersiap ganti baju. Bopak dan Hilman pun kucek-kucek mata. Lagi enak-enaknya bobo malah dibangunin Ramon.“Ini jam berapa sih, masih subuh banget kale!” Hilman menguap dan mengira masih belum pagi, Ramon sampai mendorong kepala Hilman, nafas remaja ini bau jigong.“Dyeeehh dasar kebo, ini udah pukul 7.35 menitan tauuu, ntuhh liat jam dinding! Ayoo cepatan, ntar kalian di cari pa guru lagi. Kami duluan dengan bos geng, ayoo Gib, biarin dua kebo ini!” sungut Ramon sambil lenggang kangkung jalan duluan.“Jangan lupa mandi j
“Kumpul semua yang laki-laki,” teriak di Kades ini, sambil cabut goloknya. Geger bukan main siswa SMU 75 ini. Dari 210 siswa baru, ada 78 orang siswa laki dan sisanya siswa perempuan, dari panitia yang berjumlah 15 orang, ada 7 laki-laki, termasuk Gibran cs.3 guru yang coba lobi sang Kades gagal total, si kades yang sedang murka ini tetap minta semua siswa laki-laki berbaris di depan.Kini 85 siswa laki-laki pun terpaksa berbaris di depan balai desa. Wajah Bopak, Hilman dan Adi terus-terusan pucat.Gibran antara tertawa dan kasian melihat 3 sahabatnya ini. Padahal diapun sebetulnya deg degan, karena diam-diam ikutan ngintip.“Hei kalian berempat, tunjuk yang mana laki-laki kurang ajar yang berani intip kalian mandi,” perintah si Kades Sunarya sambil melotot menatap ke arah Gibran cs.Tapi sebelum ke 4 gadis manis ini bergerak, Gibran maju dan mendekati si Kades Sunarya, yang masih pegang golok terhunus.Tanpa rasa takut Gibran pun langsung berbisik, si kades ini terlihat angguk-anggu
Gibran hanya bisa geleng-geleng kepala, saat ke 4 wanita denok ini pilih 4 ponsel yang harganya hampir 25 jutaaan per biji, dan Gibran harus gesek kartunya dan membayar semuanya.“Ih mas Gibran hebat banget, tajirrr nggak ketulungan, mampu belikan kita ponsel impian ini,” seru salah satu gadis ini, sambil mencium-cium ponsel barunya, hingga Gibran tertawa geli.“Kita jangan buru-buru pulang, jalan-jalan dulu donk di sini, mau ya mas?” rekannya menimpali.“T-tapi…bagaimana dengan pa Kades, kan beliau pesan jangan kemalaman?”Gibran masih terkaget-kaget dengan ulah ke 4 wanita manis ini, yang tak dia sangka-sangka, janda ke empatnya.“Ahh soal itu, serahkan ke Neng Euis, dia kan keponakan pa Kades,” sahut yang lain lagi, sambil menatap Euis yang sejak di sungai siang tadi jadi perhatian Gibran.“Maaf paman, kami agak malam dikit yaa, mesih mobil paman ngadat, terpaksa mobil di bawa ke bengkel untuk di service?”Terdengar Euis bicara dengan Kades Sunarya dengan ponselnya yang baru, alasa