“Jadi Ketua OSIS, ahh kalian ini ada-ada saja, nggak mau aku!” tolak Gibran mentah-mentah.“Ga bisa di batalkan kelesss, nih nomor urut kamu, nomor 2 dari 3 calon!” Ramon perlihatkan hasil undian untuk pemilihan Ketua OSIS, untuk gantikan Riwan yang sudah hampir habis jabatannya.“Siapa yang mendaftarkan…kenapa nggak bilang-bilang ke aku?” sahut Gibran kesal.“Aku yang daftarin, kurasa hanya kamu yang mampu Gib!” tiba-tiba Riwan muncul.“Aku nggak bakat jadi Ketua OSIS Wan, nggak kayak kamu, cari yang lain saja!” Gibran masih berusaha menolak, Gibran pada dasarnya tak siap emban amanah jadi Ketua OSIS.“Gib, jujur melihat seringnya tawuran saat ini, bahkan minggu kemarin ada dua teman kita masuk rumah sakit, korban tawuran salah sasaran. Ku rasa Ketua OSIS yang akan datang butuh figur sekuat dan sehebat kamu dalam hal beladiri, untuk bela teman-teman kita yang tak bersalah. Kasian mereka Gib..!” kali ini Riwan bicara serius.Bopak menepuk bahu Gibran. “Ada benarnya juga ucapn Riwan, k
“Kamu tu yaa, ini yang bikin mami tak suka kamu latihan beladiri, kenapa kamu ikut tawuran,” bentak Rachel, tak peduli di tonton banyak orang, padahal Rachel aslinya lembut, tapi saat ini dia lagi kesal.Trauma kematian Dyan, Abangnya Gibran inilah penyebabnya .“Nyonyah besar…maaf…anak nyonyah besar sebenarnya tak salah, dia hanya membela teman-temannya dari serbuan para geng motor dari sekolah lain.” kali ini sang Kapolres bersikap amat hormat pada Rachel dan spontan membela Gibran.Si Kombes ini kaget bukan kepalang, ternyata Gibran anak Tommy Harnady, fakta inilah yang membuatnya langsung berubah sikap.Siapa yang tak kenal Tommy, ayahnya Gibran ini. Kapolda pun mudah di pindah, kalau Tommy mau, apalagi cuman selevel Kapolres seperti dirinya.“Mam…sudah…kasian anak kita malu!” bisik Tommy lembut. Hingga Rachel melepaskan jewerannya, tapi muka Gibran sudah merah dadu, dia malu tak terkira di buat kayak anak kecil.Tanpa Gibran sadari, semua teman-temannya melongo dan hampir tak per
Si ‘Laura’ ini terlihat kalem sekali, dia memang ramah, tapi tak suka bercanda berlebihan. Dari penampilannya Gibran sudah bisa menilai, kalau gadis ini dari keluarga biasa saja.Saat melirik Bopak dan Hilman, Gibran hanya bisa senyum di kulum, dua sahabatnya ini terlihat aseek menggombali siswa baru incaran mereka.Ramona beda lagi, dia sejak tadi juga klepek-klepek melihat seorang siswa baru laki-laki yang terlihat sangat imut-imut dan si banci ini sibuk candain si imut ini. Mereka memang satu bus.Perjalanan dari Jakarta ke tempat ini lumayan jauh, hampir 5,5 jam baru sampai, karena jalanan agak merambat. Kedatangan mereka sudah di sambut hangat sang kades dengan aparat desanya.“Kalian sudah kami sediakan tempat yakni di rumah warga, jadi tak perlu lagi bikin kemah, silahkan di bagi-bagi tempatnya,” sapa si Kades Sunarya ramah, sambil matanya jelalatan melihat para siswi yang kebanyakan centil-centil ini."Ihh matanya, buaya cap kadal nih orang," bisik Ramon ke Gibran.Karena Gibr
Gibran plong, dia akhirnya bisa beser, remaja ini awalnya mikir Neng Lilis pasti balik ke kamarnya, setelah siram bekas kencingnya dia belum rapikan celananya. hingga belalainya masih dongak-dongak belum masuk sangkar.Kebiasaan sejak kecil yang tak pernah berubah sampai kini, dulu Tante Renita sering kaget kalau melihat kelakuan Gibran begini, dan biasanya berakhir dengan gempa lokal di depan toilet.Renita gemas melihat belalai Gibran yang makin hari makin gede itu dan karena faktor masih muda, mudah banget naik tak terkendali.Untunglah di rumah ortunya, toiletnya ada di kamar, sehingga mau polos sekalipun Gibran tak masalah. Tapi saat ini Gibran lupa, dirinya sedang berada di rumah orang.Kini, Gibran pun enteng saja keluar toilet. “Astagaaa…rudalnya kok masih di luar!” seru Neng Lilis terkaget-kaget.Gibran terperanjat bukan kepalang, dia pun buru-buru berpaling dan merapikan celananya secepat-cepatnya. Neng Lilis terkekeh geli melihat kelakuan remaja tampan ini.“Ma-maaf Neng Li
Gibran pun mencuci muka dan gosok gigi, lalu…mandi junub, hampir saja pemuda ini batal mandi. Tapi ingat dia tadi malam berlayar hingga 2 ronde dengan Neng Lilis.Mau tak mau Gibran tetap mandi dengan tubuh mengigil kedinginan.Kini dia pun segar lagi, dan lalu pergi ke rumah warga di mana para siswa tidur, dia membangunkan semuanya agar bersiap-siap untuk acara hari ini.Senyumnya mengembang, kalau ingat kejadian tadi malam.“Ingat ini rahasia kita, ntar malam kalau si Kades masih di tempat bini ke 4 nya atau kedua istrinya yang lain, kamu ke sini ya ganteng,” bisik Neng Lilis, sebelum Gibran pindah kamar.Gibran…hanya mengangguk senang, siapa juga yang nolak rejeki, pikir Gibran, nafsu kadang bikin lupa dengan resikonya.Sesuai jadwal, hari ini seluruh siswa SMU 75 lakukan bhakti sosial, yakni membersihkan jalan desa serta memberikan bantuan buat warga sembako, yang sebelumnya di angkut pakai truk.Uang sembako ini semuanya dari kantong Gibran, para guru pun tentu saja salut dengan
Gibran pun minta istirahat, capek bukan main dirinya main volly, apalagi tadi malam sudah mendaki bukit Neng Lilis hingga 2 ronde dan paginya kerja bhakti.Neng Lilis memang punya nafsu besar, dia tak sungkan minta Gibran keloni dirinya sepuasnya, bahkan dua pembuangan sekaligus dia persilahkan Gibran masuki sepuasnya."Enak banget!" desis Neng Lilis saat benda 'tumpul' Gibran sukses masuk bergantian.Setiap kali matanya bentrok dengan Laura, gadis belia ini langsung menundukan wajahnya, dengan muka merah dadu.Lama-lama hati Gibran yang sempat layu dengan Desy dan Tamara mulai bergerak dewi amornya. Padahal tak sedikit gadis-gadis cantik di sekolahnya yang menunjukan perhatian padanya.Label ‘Harnady’ membuat nama Gibran jadi incaran semua gadis di sekolahnya. Tapi terhadap Laura lah dia mulai beda.Malamnya dibikin acara api unggun dan si Kades Sunarya berlakon ‘ramah’ dengan meminta warganya memetik jagung yang sengaja dia beli dan membakar bersama semua siswa 75 ini.Kesempatan in
Pukul 2 dinihari, Bopak dan Hilman beringsut-ingsut tidur di dekat Gibran dan Ramon, tak lama keduanya ngorok. Gibran sampai tertawa dalam hati, melihat dua sahabatnya kecapekan abis ‘nyangkul’ tubuh Neng Lilis barusan.Paginya…!“Hei bangun kebo, ye berdua ini ngoroknya nyaring banget sih, kayak bunyi rantai karatan saja huhh!” suara cempreng Ramon membangunkan keduanya, apalagi dia langsung menendang kaki kedua sahabatnya.Gibran terlihat baru keluar dari toilet dan bersiap ganti baju. Bopak dan Hilman pun kucek-kucek mata. Lagi enak-enaknya bobo malah dibangunin Ramon.“Ini jam berapa sih, masih subuh banget kale!” Hilman menguap dan mengira masih belum pagi, Ramon sampai mendorong kepala Hilman, nafas remaja ini bau jigong.“Dyeeehh dasar kebo, ini udah pukul 7.35 menitan tauuu, ntuhh liat jam dinding! Ayoo cepatan, ntar kalian di cari pa guru lagi. Kami duluan dengan bos geng, ayoo Gib, biarin dua kebo ini!” sungut Ramon sambil lenggang kangkung jalan duluan.“Jangan lupa mandi j
“Kumpul semua yang laki-laki,” teriak di Kades ini, sambil cabut goloknya. Geger bukan main siswa SMU 75 ini. Dari 210 siswa baru, ada 78 orang siswa laki dan sisanya siswa perempuan, dari panitia yang berjumlah 15 orang, ada 7 laki-laki, termasuk Gibran cs.3 guru yang coba lobi sang Kades gagal total, si kades yang sedang murka ini tetap minta semua siswa laki-laki berbaris di depan.Kini 85 siswa laki-laki pun terpaksa berbaris di depan balai desa. Wajah Bopak, Hilman dan Adi terus-terusan pucat.Gibran antara tertawa dan kasian melihat 3 sahabatnya ini. Padahal diapun sebetulnya deg degan, karena diam-diam ikutan ngintip.“Hei kalian berempat, tunjuk yang mana laki-laki kurang ajar yang berani intip kalian mandi,” perintah si Kades Sunarya sambil melotot menatap ke arah Gibran cs.Tapi sebelum ke 4 gadis manis ini bergerak, Gibran maju dan mendekati si Kades Sunarya, yang masih pegang golok terhunus.Tanpa rasa takut Gibran pun langsung berbisik, si kades ini terlihat angguk-anggu
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam