Melisa lalu buru-buru sebut, uang UKT nya 11 juta dan uang kosannya perbulannya 1 juta dan kini dia sudah telat 1 bulan membayarnya. Si pemilik kos sudah bawel menagih, dan mengancam kalau sampai 2 bulan tak bayar, maka akan di usir.Rasa penasaran lah yang membuat Gibran menganggukan kepala. Dia tanpa ragu transfer 15 juta ke rekening Melisa.Melihat laporan banking, yang tandanya uang sudah masuk, Melisa lalu tarik Gibran ke kamar remaja ini. Klik…menguncinya dari dalam.Gibran di mintanya duduk di ranjang, lalu pelan-pelan Melisa membuka kimononya. Bola mata Gibran melotot saking senangnya melihat Melisa membuka kimononya ini dengan gaya pelan di depan hidungnya.Kini tersembullah dua bukit yang sangat membusung, Gibran ingat payudara Renita tak sebesar milik Melisa saat ini. Lidahnya kelu, jakunnya makin turun naik tak beraturan.Pelan tapi pasti kimono ini melorot pelan-pelan ke bawah dan kini terpampang jelaslah sebuah hutan tipis yang sangat rapi.Lagi-lagi Gibran melongo, kala
Tanpa banyak cincong, krah baju belakang Gibran di tarik salah seorang berbadan kekar, Gibran tak sempat lagi menghindar. Brakkkk…tubuh kurus kokoh Gibran terjatuh dan menimpa meja kursi, kala tubuhnya di lempar ke samping.Sakit bukan main, Gibran terkaget-kaget!Tamara berteriak kaget melihat kekasihnya jumpalitan begitu. Gibran yang tak menyangka akan dihajar sedemikian rupa, marah bukan main.Gibran langsung bergulingan, masih dengan seragam sekolahnya, Gibran buru-buru bangkit. Beberapa pengunjung kafe berhamburan keluar dari tempat ini, takut terimbas.“Bangsat, kalian cari masalah denganku!” dengus Gibran murka bukan main, wajah tampannya memerah saking murka-nya.Lalu tanpa menunggu di serang, Gibran serang balik orang yang tadi melemparnya. Ke empat rekannya rupanya tak tinggal diam. Mereka langsung mengeroyok Gibran.Bughh..buggghh..plakkk..plakk…adu tendangan dan pukulan tak terelakan. Gibran terpaksa kerahkan semua kemampuannya. Tapi kali ini dia kecele, musuhnya rupanya a
“Jangan…tak perlu Bopak, kita serahkan ke polisi, nanti kita cari info, siapa mereka itu dan kelak kita lakukan pembalasan!” cegah Gibran, hingga Bopak yang terlanjur emosi bisa reda.Tanpa mereka sadari, Gibran sudah di dapuk sebagai 'pimpinan', sehingga apapuun titahnya di dengar ke 3 sahabatnya ini.Apalagi soal biaya hidup, ketiga selalu di subsidi Gibran, bahkan ketiganya dibelikan Gibran masing-masing sebuah motor sport. Kecuali Ramon yang minta jenis bebek matic, sesuai jiwanya yang 50% wanita. Mereka tak pernah bertanya, kenapa kran uang Gibran tak pernah ada habis-habisnya..!Gibran tentu saja tak ingin sahabat-sahabatnya ini tahu siapa dia sesungguhnya. Datang ke sana sama saja dengan buka kedok dirinya.**Rachel menatap tajam wajah anaknya ini, matang biru masih belum sembuh, Gibran terpaksa pulang setelah ibunya marah, gara-gara sudah 3 hari Gibran tak pulang-pulang ke rumah.“Hmm…kamu tawuran yaa…?” suara Rachel tetap lembut, tapi matanya tajam menusuk.Tommy hanya diam
Sebulan kemudian, Gibran yang sudah sembuh matang birunya sudah bersiap bikin perhitungan dengan Riwan cs, yakni sepulang dari eskul.“Kita akan cegat mereka di sebuah jalan yang sepi, biasanya mereka sering lewat sana dan nongki di sebuah kafe yang terdapat di situ,” bisik Gibran.“Aduhh nekkk kalian mau berantem yaa! Dyeeeehh jangan main bunuh ya nekk, eike takut kalian masuk penjarongg… eh penjara!” Ramon klepek-klepek ketakutan.“Udah kamu nggak usah ikut, kamu langsung aja pulang, cuci kaki dan tidur!” ejek Hilman.“Dyeeeh si black, baru juga beberapa bulan berlatih udah sok jagoan, entar bonyok baru tau rasa loh, beda ye dengan si Gib-gib dan si Bopak!” ejek Ramon, Hilman hanya nyengir doank.Tapi bukannya pulang, Ramon malah diam-diam ikutin Gibran, Bopak dan Hilman saat ke 3 orang remaja ini menuju ke sebuah tempat yang jadi kelewatan Riwan cs.Begitu sampai di tempat yang Gibran maksud, ketiga remaja ini malah melongo, terlihat ada tawuran di sana dan Riwan cs terlihat di ker
“Jadi Ketua OSIS, ahh kalian ini ada-ada saja, nggak mau aku!” tolak Gibran mentah-mentah.“Ga bisa di batalkan kelesss, nih nomor urut kamu, nomor 2 dari 3 calon!” Ramon perlihatkan hasil undian untuk pemilihan Ketua OSIS, untuk gantikan Riwan yang sudah hampir habis jabatannya.“Siapa yang mendaftarkan…kenapa nggak bilang-bilang ke aku?” sahut Gibran kesal.“Aku yang daftarin, kurasa hanya kamu yang mampu Gib!” tiba-tiba Riwan muncul.“Aku nggak bakat jadi Ketua OSIS Wan, nggak kayak kamu, cari yang lain saja!” Gibran masih berusaha menolak, Gibran pada dasarnya tak siap emban amanah jadi Ketua OSIS.“Gib, jujur melihat seringnya tawuran saat ini, bahkan minggu kemarin ada dua teman kita masuk rumah sakit, korban tawuran salah sasaran. Ku rasa Ketua OSIS yang akan datang butuh figur sekuat dan sehebat kamu dalam hal beladiri, untuk bela teman-teman kita yang tak bersalah. Kasian mereka Gib..!” kali ini Riwan bicara serius.Bopak menepuk bahu Gibran. “Ada benarnya juga ucapn Riwan, k
“Kamu tu yaa, ini yang bikin mami tak suka kamu latihan beladiri, kenapa kamu ikut tawuran,” bentak Rachel, tak peduli di tonton banyak orang, padahal Rachel aslinya lembut, tapi saat ini dia lagi kesal.Trauma kematian Dyan, Abangnya Gibran inilah penyebabnya .“Nyonyah besar…maaf…anak nyonyah besar sebenarnya tak salah, dia hanya membela teman-temannya dari serbuan para geng motor dari sekolah lain.” kali ini sang Kapolres bersikap amat hormat pada Rachel dan spontan membela Gibran.Si Kombes ini kaget bukan kepalang, ternyata Gibran anak Tommy Harnady, fakta inilah yang membuatnya langsung berubah sikap.Siapa yang tak kenal Tommy, ayahnya Gibran ini. Kapolda pun mudah di pindah, kalau Tommy mau, apalagi cuman selevel Kapolres seperti dirinya.“Mam…sudah…kasian anak kita malu!” bisik Tommy lembut. Hingga Rachel melepaskan jewerannya, tapi muka Gibran sudah merah dadu, dia malu tak terkira di buat kayak anak kecil.Tanpa Gibran sadari, semua teman-temannya melongo dan hampir tak per
Si ‘Laura’ ini terlihat kalem sekali, dia memang ramah, tapi tak suka bercanda berlebihan. Dari penampilannya Gibran sudah bisa menilai, kalau gadis ini dari keluarga biasa saja.Saat melirik Bopak dan Hilman, Gibran hanya bisa senyum di kulum, dua sahabatnya ini terlihat aseek menggombali siswa baru incaran mereka.Ramona beda lagi, dia sejak tadi juga klepek-klepek melihat seorang siswa baru laki-laki yang terlihat sangat imut-imut dan si banci ini sibuk candain si imut ini. Mereka memang satu bus.Perjalanan dari Jakarta ke tempat ini lumayan jauh, hampir 5,5 jam baru sampai, karena jalanan agak merambat. Kedatangan mereka sudah di sambut hangat sang kades dengan aparat desanya.“Kalian sudah kami sediakan tempat yakni di rumah warga, jadi tak perlu lagi bikin kemah, silahkan di bagi-bagi tempatnya,” sapa si Kades Sunarya ramah, sambil matanya jelalatan melihat para siswi yang kebanyakan centil-centil ini."Ihh matanya, buaya cap kadal nih orang," bisik Ramon ke Gibran.Karena Gibr
Gibran plong, dia akhirnya bisa beser, remaja ini awalnya mikir Neng Lilis pasti balik ke kamarnya, setelah siram bekas kencingnya dia belum rapikan celananya. hingga belalainya masih dongak-dongak belum masuk sangkar.Kebiasaan sejak kecil yang tak pernah berubah sampai kini, dulu Tante Renita sering kaget kalau melihat kelakuan Gibran begini, dan biasanya berakhir dengan gempa lokal di depan toilet.Renita gemas melihat belalai Gibran yang makin hari makin gede itu dan karena faktor masih muda, mudah banget naik tak terkendali.Untunglah di rumah ortunya, toiletnya ada di kamar, sehingga mau polos sekalipun Gibran tak masalah. Tapi saat ini Gibran lupa, dirinya sedang berada di rumah orang.Kini, Gibran pun enteng saja keluar toilet. “Astagaaa…rudalnya kok masih di luar!” seru Neng Lilis terkaget-kaget.Gibran terperanjat bukan kepalang, dia pun buru-buru berpaling dan merapikan celananya secepat-cepatnya. Neng Lilis terkekeh geli melihat kelakuan remaja tampan ini.“Ma-maaf Neng Li