Gibran tersenyum senang, dia dinyatakan lulus sebagai yang terbaik di SMP ini, runner up nya ternyata Desy Handoyo dan terbaik ketiga Bopak. Dia juga jago matematika, tapi kalah di pelajaran Bahasa Inggris dari Gibran dan Desy.Malam perpisahan menjadi malam yang tak pernah Gibran lupakan. Semua siswa menebus seragam batik sebagai baju perpisahan.Acara seremonial selesai, semua siswa yang lulus aseek berfoto-foto dengan sesama temannya, sebagai kenang-kenangan sebelum berpisah sebagai alumni SMP ini.Tapi ada dua orang yang sengaja memisahkan diri, dialah Gibran dan Desy. Keduanya saat menerima penghargaan, janjian bertemu di samping gedung sekolah ini.Tanpa Gibran dan Desy sadari, ada seseorang yang melihat keduanya, orang ini lalu lapor pada seorang siswa lainnya yang juga lulus. Remaja tanggung ini langsung terbakar cemburu dan menelpon seseorang.“Jadi setelah lulus ini kamu akan ke Jakarta ya?” Desy bertanya sambil duduk berdampingin di kursi samping sekolah ini.“Iya Des, aku
Sepanjang perjalanan Gibran termenung ingat Desy, dia tak pernah bertemu Desy lagi setelah malam yang bikin dia patah hati di gampar Handoyo.Gibran bahkan tak melihat Desy saat pembagian ijazah di sekolah, yang menandakan hari terakhir dia sebagai siswa di SMP ini.Namun bibirnya tersungging senyum, kalau ingat Tante Renita.“Makasih tanteku sayang, aku tak pernah lupakan tante selamanya,” gumam Gibran sambil memandang hutan-hutan yang di lalui bus travel yang angkut 35 penumpang ini.Lihat hutan yang lebat, senyum Gibran makin lebar, ingat hutan Renita yang lebat dan bikin dia kecanduan menciumi hutan rimbun dan berlendir milik wanita cantik itu.Walapun hanya kenakan jeans murahan dipadu kaos dan jaket biasa, penampilan jangkung Gibran tak ubahnya remaja kuliahan.Tinggi Gibran di usianya yang hampir 15 tahunan sudah hampir 175 centimeteran. Dia pun hanya bawa ransel yang berisi 4 stel pakaian terbaiknya, dengan sepatu kets yang agak lusuh, tak lupa ijazahnya.Gibran sengaja numpan
Hebohlah rumah mewah ini, seluruh ART ngumpul, tak lama datanglah Purnomo dan Tante Reni. Awalnya kedua orang tua ini sampai pangling lihat ada anak remaja jangkung di rumah ini. Begitu tahu ini Gibran, Tante Reni sampai histeris saking bahagianya, melihat cucu kesayangannya muncul tiba-tiba setelah ngilang hampir 9 tahunan. Apalagi melihat tubuh jangkung dan kurus Gibran. Tak ubahnya mendiang Dyan, cucu kesayangannya yang tak berumur panjang. “Kamu kemana saja selama ini, masya Allah Gibran, kamu telah siksa seluruh keluarga, ngilang nggak bilang-bilang. Papa apalagi mama kamu sampai syok dan trauma, dulu kehilangan kakak mu si Dyan, lalu kamu, untung umur kamu masih panjang!” cerocos Tante Reni dengan mata berkaca-kaca. Di hadapan kakek neneknya, juga Bu Sumi, nenek dari ibunya juga ketiga adiknya, termasuk seluruh ART dan dua satpamnya, Gibran pun secara singkat mengisahkan pengalamannya. Syifa seakan prangko, dia tak mau jauh-jauh dari Abang kandungnya. Selama Gibran bercerita
Gibran tak manja seperti adik-adiknya, dia menolak di antar jemput di sekolah. Motor sport milik Tommy yang baru sekali di pakai sejak di beli, rencananya akan di pakai Gibran buat ke sekolah.“Kamu jangan ikut-ikutan jadi geng motor, apalagi balapam liar. Ingat Abang mu yang tewas saat ikut geng motor dan suka balapan liar.” Rachel mengingatkan.Dia selalu saja jadikan mendiang Dyan Harnady sebagai cermin bagi Gibran, juga buat Masri yang kini sudah berseragam putih biru.“Iya ma, Gibran akan selalu ingat!”“Papa sih nggak khawatir, wong si Gibran jagoan mi, masa mami nggak lihat, tubuhya kokoh, setelah rajin nge-gym dan kini ikut berlatih di sebuah sasana!” Tommy menyela sambil senyum kecil.“Awas kalau kamu tawuran!” cetus Rachel hingga Gibran senyum masam.Dia bingung juga, mama-nya makin lama makin bawel, beda 180 derajat dengan papanya yang justru makin cool.Tapi dia juga memahami, ibunya masih belum sembuh dari trauma. Setelah dirinya pernah di culik dan penculiknya minta tebu
“B-boleh…silahkan.” Tergagap juga Gibran, dia masih terpesona dengan gadis remaja ini, wajahnya itulah, benar-benar mirip Desy Handoyo.Gibran lalu melirik dada sebelah kiri gadis ini, tertulis nama Tamara Bantano, tak pernah seujung kukupun Gibran tahu, kalau nama belakang Tamara ini sangat mirip dengan nama musuh besar papa dan mama-nya.“Kamu kelas berapa..?” Tamara langsung menyapa ramah sambil duduk di depan Gibran.“Aku kelas 10-B, kamu sendiri?” sambil menjawab begitu, hidung Gibran langsung seger, bau parfum Tamara penyebabnya.“10-A..?” sahut Tamara singkat, hati Gibran masih dag dig dug, melihat wajah Tamara yang bak pinang di belah kampak dengan Desy Handoyo.“Aku juga 10-A ganteng, kenalin namaku Oni Rahimin!” tiba-tiba saja rekan Tamara nyerobot dan sodorkan tangannya. Tapi tangan ini langsung di sambut Hilman.Oni kaget dan langsung rentakan tangannya. “Ihh siapa ini rambut kriting, badan dekil, sorry yee, you bukan level!” cibir Oni, tapi Hilman cuek saja.“Ih, sok cant
“Gibran hari ini aku ikut kamu yaa..?” Tamara mendekati Gibran saat jam istirahat pertama.“Tak apa nih naik motor, panas loh?” sahut Gibran kaget.“Tak apa kaleee cyinn. Ah si Gib-gib ini?” celetuk Ramon. Si gemulai ini punya panggilan ‘sayang’ yakni Gib-gib buat Gibran.“Motor si Gib-gib mah mehong, kok mau sih beli motor mehong-mhong coii, kenapa gak beli mobil ajah. Kan kami bisa nebeng!” kali ini si Black Hilman ikutan nimbrung.Gibran hanya tertawa kecil, kalau dia mau, mobil jenis apa saja ada di garasi papa-nya, yang bak show room saking besar saja.Uniknya sampai hampir 6 bulanan, baik Hilman ataupun Ramon, apalagi Tamara, tak tahu di mana rumah Gibran. Termasuk siapa sebenarnya orang tua remaja ini.Gibran sengaja tak mau sebutkan siapa dia sesungguhnya. Dia ingin sahabat-sahabatnya ini, tahunya hanya Gibran yang apa adanya.Tommy dan Rachel masih melarang anak sulu
Semenjak di sikat satu gebrakan, Riwan cs tak berani lagi ganggu Gibran. Bahkan saat melihat remaja ini berjalan di sekolah, mereka pura-pura tak melihat.Gibran pun tak berusaha menegur, dia pun diam saja, walaupun remaja ini ingin tertawa sendiri. Ke tiga anak buah Riwan terlihat berjalan agak pincang. Riwan bahkan terlihat memakai penahan di tangannya.Tangkisan sekaligus pukulan telak Gibran membuat tangan Riwan terkilir. Dia tak ahli beladiri, hanya punya nyali besar sekaligus keroyokan. Padahal aslinya pengecut.Malam minggu, Rachel menatap anak sulungnya yang terlihat mau jalan.“Mau kemana sih malam minggu..?” Rachel menatap Gibran dari kaki hingga ke wajah anaknya yang makin hari makin mirip mendiang Abangnya, Dyan Harnady.“A-anu mah…mau jalan?”“Ihh mama kok bawel cihh…Abang ngapelin cewekkkk!” si bungsu Syifa nongol dan langsung nyerocos, sambil rebahan di paha Rachel.“Hmm…benaran begitu Gib..! Siapa sih ceweknya?” Rachel tak menyahut ucapan si manja, dia masih menatap an
Namun, niat itu langsung dipadamkan sendiri olehnya, Gibran bertekad sampai kapanpun tak akan mau menampilkan kekayaan orang tuanya. "Kalau kelak ketahuan, apa boleh buat?" batin Gibran. Diapun memilih akan tetap seperti saat ini, seorang siswa SMU yang hanya naik motor. Walaupun banyak yang tahu motornya bukan kaleng-kaleng. Besoknya usai berolahraga seperti biasa di sasananya, tiba-tiba ponselnya bunyi, saat Gibran perhatikan, ternyata yang menelpon sahabatnya di Sumatera, Bopak. ‘Duehh mentang-mentang jadi anak Jakarta, lupa sama sahabat di kampung, udah hampir 7 bulan ngga ada kabar!!???” sindir Bopak. Gibran langsung tertawa, dia tak tersinggung, justru Gibran lah yang salah, padahal dulu dia janji akan kabari Bopak sesampainya di Jakarta.. “Bopakkk…waduh maaf bosqoe, aku benar-benar lupa ngasih tahu, soalnya aku terlalu aseek dengan keluargaku, kan tahu sendiri lah hampir 9 tahun tak bertemu!” Gibran bikin alasan yang masuk akal, hingga Bopak pun langsung maklum. “Hmm…al
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam