Baju anak kecil ini sobek di bagian bahunya, tanpa rasa takut dia terus berjalan menyusuri jalan kampung bibir pantai yang lumayan ramai. Hebatnya, walaupun usianya belum genap 6 tahun, tak ada rasa ketakutan di wajah tampannya. Anak ini terus jalan dan walaupun kelaparan, tapi dia tak mau mengemis. Saat ini dia tak sadar masuk ke sebuah pelabuhan, dia berpikir simpel saja, kalau mau cari makan, maka harus cari tempat ramai. Dia adalah Gibran Harnady yang nyasar hingga ke sini. Gibran lolos dari penculikan setelah anak ini secara cerdik keluar dari kamar penyekapan. Ketika di kurung di sebuah kamar pengap oleh para penculiknya. Gibran yang cerdik mencari-cari jalan untuk kabur. Anak ini punya keberanian turunan dari ayah dan ibunya, dia tak cengeng dan penakut. Saat itulah dia melihat ada sebuah lubang kecil yang bisa dia masuki dengan sedikit memaksa. Itulah yang membuat pakaiannya sobek. “Aku harus kabur, mumpung penjahat-penjahat pada mabuk,” pikirnya. Gibran yang sama seka
Melihat Gibran rajin begitu, diam-diam si bibi warung ini ingin pertahankan Gibran tinggal saja dengannya sekalian. Warung ini lumayan ramai dengan pengunjung, apalagi si Bibi muda seorang janda muda dan supel, hingga pelangganya lumayan banyak. Terutama kaum pria, yang jadi pelanggan tetapnya. Dia di bantu seorang pelayan wanita yang usianya baru 12 tahunan. Adanya Gibran, si pelayan muda ini ikut terbantu, Gibran sangat rajin dan tak pernah mengeluh. Tak sampai pukul 5 sore dagangannya ludes, padahal buka-nya mulai pukul 12 siang. “Gibran, kamu ikut aku ke rumah yaa, mulai hari kamu ikut sama aku saja daripada kamu luntang-lantung nggak karuan. Panggil aku Tante Renita, pembantu tante itu namanya Ira,” si tante ini kenalkan dirinya. Gibran tak membantah, dia pikir tak apa tinggal di sini sementara. Sesampainya di rumah Tante Renita yang berjarak hanya 100 meteran dari warungnya. Gibran baru tahu si tante muda bertubuh denok ini punya anak semata wayang. Namanya Dewi, usianya b
Gibran sampai memerah mukanya, apalagi tubuhnya putih bak bulay, Renita saja kadang memuji kulit Gibran yang dikatakannya blasteran.“Jangan-jangan remaja tampan ini punya orang tua bule. Mana jangkung lagi, anehnya kenapa dia tak pernah mau sebutkan siapa orang tuanya yaa..?” Batin Renita.Malamnya, Renita pun bertanya pelan-pelan dan Gibran pun mengaku, tadi pagi ‘kencing’. Renita tertawa dan bilang, itu tandanya Gibran sudah remaja.“Hati-hati yaa, jangan sembarangan lagi gaul dengan anak gadis, ntar kalau bablas, anak orang bisa hamil!” canda Renita.“Hamil…kok bisa tante..?” tanya Gibran lugu.“Iya donk, kamu itu bukan kencing Gibran, tapi sedang mengeluarkah pejuh, tau kan pejuh itu apa?”“Nggak tahu tante!” kembali dengan lugu Gibran menyahut, sambil memilin baju kaosnya, salting. Renita sampai gemes melihat kelakuan si remaja tanggung ini."Kayak ingus itu di sebut pejuh ya tante?" sambung Gibran lagi, dengan wajah masih memerah.Renita lalu terbahak mendengar ucapan polos Gib
Gibran kaget bukan kepalang, apesnya dia pakai celana pendek dari bahan sintetis yang longgar dan Gibran juga baru sadar, dia tak pakai celana dalam.Tadi niatnya habis belajar bermaksud mau langsung tidur, sebelum Renita masuk ke kamarnya dan ngajak ngobrol.“Ma-maaf tante…!” Gibran tergagap, malu bukan main, untung saja lampu emergency tak begitu terang, karena dayanya yang mau habis, sementara listrik belum juga nyala.Jadinya wajahnya yang merah padam tak terlihat Renita.Bukannya menarik tangannya, Renita yang penasaran malah memegang benda keras ini, dan tanpa ragu dia memasukan tangan lentiknya ke dalam celana Gibran.Akibatnya Gibran blingsatan, kaget tak kepalang, tak menyangka Renita memegang langsung benda miliknya, yang justru makin keras maksimal.“Hehe…tak apa normal namanya, kok keras banget, mana gede lagi, kamu pernah masukin ini ke rahim perempuan gak?” pancing Renita penasaran, karena tak menyangka milik Gibran sudah sama dengan orang dewasa.“Be-belum pernah tante,
Tiga hari kemudian...!“Jemputan kamu belum datang Des?” Gibran memberanikan diri mendekati Desy yang berdiri di depan gerbang sekolah, setelah jam pelajaran usai.“Iya Gib, ngga tahu kok telat, nggak biasanya.” Wajah Desy mendadak ceria, tumben si cool ini berani negur aku, pikirnya kaget dan heran sendiri.“Mau ikut motor aku nggak, tapi maaf…motornya jadul..!” tanpa basa-basi, Gibran nekat menawarkan tumpangan.“Ahhh aku mandang itu, ayoo jalan sekarang, lihat hari mendung!” tanpa di duga Gibran, Desy langsung nangkring di motornya, motor ini sengaja di belikan Tante Renita secara kredit, walaupun second.Bopak yang melihat sohibnya boncengan dengan Desy langsung angkat jempol, walaupun hari ini dia terpaksa harus jalan kaki.“Tak apa ngalah asal jangan tiap hari, gempor kakiku,” batin Bopak, dia senang sahabatnya ini mulai berani mendekati Desy.Dua remaja tanggung yang masih berseragam biru putih ini jalan dan banyak yang memandang iri. Termasuk ada seorang remaja yang diam-diam
Banyak lelaki yang mabuk kepayang dengannnya. Termasuk Handoyo, ayah Desy, yang sangat penasaran dengan penolakan halus Renita.Tapi tak ada yang menduga, hanya Gibran lah yang beruntung bisa menikmati keindahan ini.Setelah kini tanpa sehelai benang pun, mulailah Renita beri Gibran pelajaran baru lagi setelah 3 malam yang lalu.Kini bikin Gibran luar biasa antusiasnya, inilah yang dinamakan fairplay, permainan bercinta sebelum menuju ke puncak.Pelan-pelan Renita arahkan Gibran mulai dari bibir, lalu turun ke dada dan akhirnya turun ke bawah.Hebatnya Gibran sama sekali tak jijai, saat Renita minta Gibran telusuri dengan mulutnya hutannya yang lumayan lebat dan berwarna pink ini.Gibran…muridnya yang cerdas, di usia belianya, remaja tanggung ini cepat paham.Tinggal 2 bulanan lagi usianya 14 tahun, di usianya yang harusnya hanya belajar, Gibran sudah jadi remaja yang terlalu cepat dewasa.Renita ternyata juga cerdik, dia pun terpaksa pasang pengaman, karena sejak malam ini, hubungan
Gibran tersenyum senang, dia dinyatakan lulus sebagai yang terbaik di SMP ini, runner up nya ternyata Desy Handoyo dan terbaik ketiga Bopak. Dia juga jago matematika, tapi kalah di pelajaran Bahasa Inggris dari Gibran dan Desy.Malam perpisahan menjadi malam yang tak pernah Gibran lupakan. Semua siswa menebus seragam batik sebagai baju perpisahan.Acara seremonial selesai, semua siswa yang lulus aseek berfoto-foto dengan sesama temannya, sebagai kenang-kenangan sebelum berpisah sebagai alumni SMP ini.Tapi ada dua orang yang sengaja memisahkan diri, dialah Gibran dan Desy. Keduanya saat menerima penghargaan, janjian bertemu di samping gedung sekolah ini.Tanpa Gibran dan Desy sadari, ada seseorang yang melihat keduanya, orang ini lalu lapor pada seorang siswa lainnya yang juga lulus. Remaja tanggung ini langsung terbakar cemburu dan menelpon seseorang.“Jadi setelah lulus ini kamu akan ke Jakarta ya?” Desy bertanya sambil duduk berdampingin di kursi samping sekolah ini.“Iya Des, aku
Sepanjang perjalanan Gibran termenung ingat Desy, dia tak pernah bertemu Desy lagi setelah malam yang bikin dia patah hati di gampar Handoyo.Gibran bahkan tak melihat Desy saat pembagian ijazah di sekolah, yang menandakan hari terakhir dia sebagai siswa di SMP ini.Namun bibirnya tersungging senyum, kalau ingat Tante Renita.“Makasih tanteku sayang, aku tak pernah lupakan tante selamanya,” gumam Gibran sambil memandang hutan-hutan yang di lalui bus travel yang angkut 35 penumpang ini.Lihat hutan yang lebat, senyum Gibran makin lebar, ingat hutan Renita yang lebat dan bikin dia kecanduan menciumi hutan rimbun dan berlendir milik wanita cantik itu.Walapun hanya kenakan jeans murahan dipadu kaos dan jaket biasa, penampilan jangkung Gibran tak ubahnya remaja kuliahan.Tinggi Gibran di usianya yang hampir 15 tahunan sudah hampir 175 centimeteran. Dia pun hanya bawa ransel yang berisi 4 stel pakaian terbaiknya, dengan sepatu kets yang agak lusuh, tak lupa ijazahnya.Gibran sengaja numpan
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam