Paginya, Aldi terbangun ketika mencium bau harum masakan yang masih panas di meja. Perutnya tiba-tiba lapar, selain makanan tadi malam sudah dimuntahkan, dia juga berduel hidup mati melawan 15 anak buah Jalak.
Aldi makin sumringah, di sampingnya ‘Dian Sastro’ sudah duduk di sisi ranjang sambil mengecup pipinya.
“Met pagi sayang, nyenyak banget bobonya, ayooh cuci muka, lalu kita sarapan!” Bianti menarik tangan Aldi dan tak lama mereka pun sarapan berdua.
Sambil menyantap masakan yang ternyata di buat Bianti dibantu 3 ART yang tadi malam hampir pingsan menyaksikan duel maut antara Aldi dan 15 anak buah Jalak, Aldi pun ingin tahu latar belakang wanita cantik ini.
“Bianti…saatnya kamu cerita, siapakah kamu ini sebenarnya!” tanyanya, sambil ngelap mulut setelah kenyang.
“Sebenarnya, kita ada hubungan Aldi, walaupun sudah agak jauh!” Bianti mulai terbuka siapa dia. Aldi membulat sesaat matanya, lalu
“Mandau yang ku serahkan ke kamu itu sebenarnya milik Kakek Marlan Darham, yang tak sengaja ku temukan di rumah ini, lalu diam-diam kusimpan,” bongkar Bianti.Saking takjubnya dengan pengakuan Bianti, Aldi pegang lagi mandau yang bikin 15 anak buah Jalak keok.Keduanya tak sadar, sejak tadi saat bicara selalu mepet-mepetan. Aldi baru kaget menatap pakaian Bianti, yang hanya kenakan daster tipis dan…tak ada apa-apanya lagi dalamnya.“Hmm…apa kamu masih…nafsu, walaupun kamu dah tau kita ini sepupuan misan….???’ Bianti goda Aldi.Sambil memperbaiki rambut panjangnya yang harum, hingga ketiaknya yang putih mulus bikin jakun pemuda ini naik turun.Sebagai jawabannya, Aldi berdiri, lalu kunci pintu kamar ini, tanpa di duga, dia membopong tubuh Bianti, sampai si denok ini terpekik kaget.“Kita bikin keturunan Harnady dan Darham yang baru sayang. Aku akan peristri dan hamili kamu,&rdquo
“Sayang, kenapa dia sebut-sebut nama mendiang mama mertua…?” bisik Bianti keheranan, sambil menatap wajah suaminya, Aldi ternyata sama bingungnya.“Ntahlah…mungkin hanya kebetulan!” sahut Aldi, ia lalu minta pemilik warung agar bikinkan seporsi makanan buat pengemis tua yang kelaparan ini.Dengan lahap pengemis ini makan, dia bahkan tak sungkan minta tambah, pelayan pun mengiyakan, setelah Aldi beri kode.Usai makan dan kekenyangan pengemis ini kembali sebut-sebut nama Renita.“Sayangggg…maafkan akuuuu…aku janji tak bakal menyakitimu lagi. Aku sangat mencintai kamu…ahhh Renitaaa…di mana kamu kini,” suara nyaring si pengemis mirip keluhan.Makin heranlah pasangan suami istri ini, siapa sebenarnya pengemis tua yang tak mereka kenal ini.“Hei pak tua, ayoo pergi, kamu ganggu pelanggan warung lain,” seorang pelayan terpaksa mengusir pengemis tua yang diangg
Bianti ikut menemani, keduanya kaget melihat wajah Sahroni yang makin pucat. Begitu Aldi duduk di sisi ranjangnya, pria ini membuka matanya dan kini malah memaksakan bibirnya tersenyum.Setelah menarik nafas dengan susah payah, Sahroni pun mulai bicara kembali.“Aldi, aku sekali lagi minta maaf…kini aku sudah lega, kamu ternyata sudah menjelma menjadi pemuda yang gagah. Istrimu sangat cantik sekali, mirip sekali dengan ibu kandungmu….! Saatnya aku pulang, ibu kamu sudah datang menjemputku, dia juga sudah memaafkan kesalahan aku.”Deg…! Aldi kaget, ibunya ada di ruangan ini, tapi di mana! Masa orang meninggal bisa muncul di alam nyata? Pikirnya keheranan.Pandangan Aldi sampai mengitari ruangan ini, Bianti yang mendengar tiba-tiba ikutan serem sendiri dan bulu kuduknya ikutan berdiri.Dengan suara terbata-bata Sahroni lanjutkan ucapannya, seakan isyaratkan ini merupakan kalimat perpisahan.“Renita&hellip
Memanfaatkan waktu selama di Pangkalan Bun, Aldi mendatangi kantor PT Harnady Kalimantan. Ia tentu saja di sambut penuh kehormatan seluruh jajaran manajemen perusahaan papa-nya ini.Aldi juga dijelaskan lahan-lahan perusahaan ini, hingga ia menganggukan kepala, begitu tahu betapa luasnya lahan perusahaan ini dan menjadi tambang uang bagi perusahaan milik papa-nya.Dia juga lega bukan main, bukan lagi 70 persen tanah peninggalan kakeknya yang sudah berada dibawah perusahaan ini, tapi kini sudah melebihi hingga 30 persen.Aldi bahkan di ajak naik helikopter dan melihat langsung aktivitas perusahaan ini dari udara.Aldi juga di tawari berbagai fasilitas waah, namun pemuda ini menolak dan lebih memilih privasi di hotel bersama istrinya.“Satu pesanku, hati-hatilah dengan Jalak dan Laura, segera lapor polisi kalau melhat dua orang tersebut,” pesan Ald pada sang Manejer Operasional, sekaligus tangan kanan ayahnya di sini, yang selama ini kena
Gibran memandang wajah anaknya, pria ini tak menyangka Aldi memiliki trah keturunan Marlan Darham di Pangkalan Bun.Lebih kaget lagi saat Aldi ceritakan dengan lengkap riwayat kakek dan kakek buyut dari mendiang Renita, ibu kandung anaknya."Ahmad dan Marlan Darham, aku memang pernah dengar nama kakek buyut dan kakekmu itu, saat berada di sana. Namanya seperti legenda si Pitung di Betawi, tak ku sangka, kamulah keturunannya saat ini!" puji Gibran, tak kuasa sebut kekagumannya. Namun Aldi justru sengaja tak menceritakan kalau dia sudah memiliki istri kedua, yang kini ia tinggal di Kalimantan Tengah, sekaligus pesan-pesan Olly Bantano dan Sahroni.Gibran makin terperanjat lagi, saat Aldi izin pamit untuk pergi ke Timteng. Misinya selamatkan sahabat dekatnya.“Iya sudah…papa hanya bisa merestui, kamu sudah dewasa, bisa menjaga diri dan tahu resikonya.” Gibran menghela nafas panjang.Celica yang duduk di sisinya juga hanya bisa mendoakan, agar anak sambungnya ini selamat selama di sana.
“Baju tentara…mirip pasukan NATO lambang PBB...?” si penjual senjata gelap kaget mendengar permintaan tak biasa Aldi.Aldi mengangguk. “Soal harga jangan dipikirkan, aku bayar berapapun yang kamu minta, pokoknya bajunya mirip sekali dan jangan KW, baju asli!” desak Aldi.Si penjual senjata api gelap pun minta waktu satu hari, Aldi tak masalah. Tak sulit bagi Aldi mencari kelompok ini, di tengah berkecamuknya perang, bisnis senjata api gelap sangat marak di perbatasan ini.Besoknya, Aldi tersenyum puas, 2 stel pakaian loreng pasukan NATO sudah ditangannnya. Aldi berencana akan menyamar jadi serdadu pasukan itu."Untuk selamatkan Musa, satu-satunya jalan, aku harus menyusup kepasukan musuh!" pikir Aldi.Rambutnya yang panjang pun di pangkas, tapi brewoknya ia biarkan makin lebat. Satu-satunya jalan agar bisa melewati pasukan zionis, Aldi nekat menyamar.Besoknya, Aldi pun mulai masuk ke negeri zionis, melihat pakaiannya begitu, tak satupun serdadu zionis yang menghalanginya.Keberadaan
Bugh…bughh…bahu Aldi langsung kena hantaman popor senapan dari si komandan ini. Tubuh pemuda ini terjengkang, sakitnya bukan main.Bugh…bugh tasss…dua pengawalnya ikut menyiksanya, dengan melakukan tendangan-tendangan keras bertubi-tubi ke tubuhnya.Aldi menahan bibirnya agar jangan berteriak, walaupun di sela-sela bibirnya mulai mengeluarkan darah, tanda dia alami luka dalam.Ia sudah paham konsekwensinya, Aldi pasrah tubuhnya jadi sansak hidup dari 3 serdadu zionis ini.Tendangan dan pukulan bertubi-tubi gunakan popor senapan benar-benar membuat pemuda nekat menderita luar biasa.Sampai-sampai dua orang yang berada di ruangan ini menutup wajahnya. Tak tega melihat Aldi di siksa habis-habisan ketiga orang serdadu zionis tersebut.“Kita cari siapa komandannya, berani betul dia mengancamku,” dengus si Komandan zionis ini melampiaskan kemarahannya.Setelah puas menyiksa Aldi yang kini setengah mampus, merekapun keluar dari tahanan ini dan membiarkan pemuda ini menggeletak antara pingsan
Dengan kasar diiringi tatapan kasian Nasar dan Buya, Aldi dikeluarkan dari tahanan ini, tubuhnya beberapa kali hampir terjerembab.Tapi para serdadu itu tak ada belas kasian, tubuh Aldi malah di seret semakin keras.Aldi kini di bawa ke sebuah ruangan interogasi, yang jaga sangat ketat 25 prajurit dengan senjata terkokang, berjaga-jaga dengan tatapan seperti serigala kelaparan.Si komandan ini menatap bengis wajah pemuda ini.“Sekarang mengakulah, siapa kamu sesungguhnya. Kamu benar-benar nekat merampas pakaian milik Letnan Dua Matt Jackson. Kamu berkulit Asia, Matt Jackson berkulit hitam,” bentak si Komandan yang di dadanya tertulis nama Rabbat berpangkat Letnan Satu.“Apes dah, si Matt ternyata berkulit hitam,” batin Aldi sambil otaknya berputar cari jawaban, nyawanya kini ada ujung di lidahnya.“Jawab cepat bangsat!” kembali Lettu Rabbat membentak, sambil cabut pistolnya dan todongkan ke wajah Aldi.Pemuda ini kaget juga, nyawanya kini benar-benar berada di jari sang komandan zion