“Bang Erwin sudah bang, kita urus baik-baik saja, lihat orang rame nonton!” seorang wanita cantik yang berada di mobil yang ditabrak buru-buru keluar, lalu melerai dengan menarik lengan pria ini dari krah baju Aldi.Tapi mata Aldi mendadak berubah tajam…Erwin…!“Saya akan bertanggung jawab, tolong lepaskan tangan anda dari krah baju saya,” Aldi bersuara kalem, dia melirik ke wanita ini yang berusaha menyabarkan lelaki yang dia panggil Erwin ini.Orang ini terlihat masih emosi, dia melepaskan tangannya, sambil mendorong dada Aldi, tapi bukan Aldi yang terdorong mundur, tapi pria inilah. Aldi saat krahnya di tarik sudah siaga dan kakinya kokoh berdiri, antisipasi segala kemungkinan.Aldi tak mau jadi sansak hidup, walaupun dia salah, tuh dia niat akan bertanggung jawab, bukan berniat kabur.“Bangsat, nantang kamu yaa?” bentaknya langsung emosi.“Saya tak bicara nantang, sebaiknya kita bicara baik-baik saja, seperti kata teman wanita bapak itu. Ayoo kita kepinggir jalan!” ajak Aldi tet
Erwin bergegas bangkit, tapi tendangan keras Aldi di badannya, membuatnya kembali terjungkal di lantai kamar apartemen ini.Wanita yang tadi bersamanya sampai berteriak ngeri. “Kamu diam saja, kalau bawel, mulutmu aku tampar!” ancam Aldi, hingga wanita ini langsung mingkem, dengan wajah pucat pasi.Lalu tendangan berkali-kali Aldi arahkan ke tubuh Erwin. Dia sengaja tidak mengarahkan ke tubuh vital yang berbahaya, Aldi ingin lampiaskan kekesalannya saja.Erwin pun bak anjing kena pukul, terkaing-kaing minta ampun dan akhirnya Aldi menghentikan tendangannya.“A-aku tak se-sengaja membunuhnya, niatku hanya rampas surat-surat tanah dan rumah, itu saja!” Erwin yang sudah terbang nyalinya langsung menghiba.“Hmm bohong, kamu juga merampas simpanan nenek, uangnya 150 juta kamu rampok, hingga ka Dewi hampir DO kuliah. Dasar paman bangsat kamu ini!” bentak Aldi, seakan ingin balas bentakan pria ini di jalan tadi.Dengan hidung dan bibir berdarah dan tubuh babak bundas, Erwin hanya bisa bilang
Tanpa Aldi sadari, Masri yang tahu ‘kelakuan’ Athalia dulu, khawatir mantan kekasihnya itu akan tergoda atau malah akan menggoda kemenakannya ini.Apalagi Masri tahu, Athalia punya nafsu yang agak ‘hyper’. Diam-diam dia khawatir, bertahannya Aldi di sana, pasti ada apa-apanya dengan dokter cantik itu.Masri sebenarnya tak cemburu, cintanya hanya buat Dewi istrinya, dengan Athalia dulu hanya nafsu doang tak main hati.Dia hanya tak ingin sang ponakan jadi pengganggu RT orang, bikin malu keturunan Harnady, kalau itu yang terjadi, pikirnya.Apalagi wajah Aldi tak beda jauh dengannya, tampan dan berbody kokoh, pasti semua wanita akan klepek-klepek dengan ponakannya ini.Masri juga sepintas sadar, Aldi ini mirip dengannya, tak banyak omong dan pendiam. Beda jauh dengan Abang nya, yang juga ayah ponakannya ini, yang lebih humble.Teguran Masri ini aslinya titipan Gibran, tahu sang anak sulung tinggal dengan dokter Athalia, Gibran minta Masri tegur Aldi bila bertemu.Gibran menyadari, Aldi a
Aldi tidak jadi tinggal di apartemen Masri, dia memutuskan tinggal di hotel. Masri pun tak masalah, setelah Aldi menceritakan sebabnya.“Agar dekat dengan rumah bu Rara Om, jadi Aldi bisa setiap saat bersama nenek,” itulah alasan Aldi.Padahal dia masih tak enak dengan Om sekaligus iparnya ini, semua itu gara-gara hubungan panasnya Athalia.Sekaligus malu dan sangat berdosa sudah bablas, padahal ia berlatar agama yang taat. Aldi sampai sholat tobat saking merasa berdosanya di sebuah mesjid.“Benar kata ustaz di ponpes, perang yang paling berat adalah melawan hawa nafsu,” sesal Aldi sambil duduk berzikir.Ketika kembali bertemu Masri, Aldi bersikap sewajar-wajarnya. Untungnya Masri bersikap dewasa dan tidak pernah sekalipun lagi menyinggung soal Athalia. Ini membuat Aldi lega.Masri sempat kaget saat Aldi bertanya sampai di mana penyidikan kasus pembunuhan ibu angkatnya, Norah dan Kakek Telo.“Mereka…para pelakunya, sudah Om kirim ke neraka,” lalu Masri pun mengisahkan nasib ke tiga
Tubuh tinggi besar Aldi terlontar hingga 10 meteran, terdengar seperti bunyi patah, kakinya alami pendarahan hebat.Aldi terguling-guling dan akhirnya tak ingat apa-apa lagi, dia pingsan dengan tubuh terluka dan kaki kanannya patah.Mobil penabrak ini kabur secepatnya, bahkan palang pintu keluar bandara di hajar mobil tersebut dan tancap gas dengan kecepatan tinggi, meninggalkan area bandara ini.Hebohlah bandara ini, nenek Rachel dan Aldi yang sama-sama pingsan, langsung dibawa pakai ambulans bandara menuju rumah sakit terdekat.Namun yang paling parah pastilah Aldi, kakinya patah dan lengannya terkilir, bajunya sampai sobek di beberapa bagian. Aldi tak tahu berapa lama di pingsan, begitu sadar, dia sudah berada di sebuah ruang perawatan VVIP.Kaki kanannya di gip, juga tangan kirinya. Sesaat Aldi memandang langit-langit rumah sakit. Tak lama datang dokter dan 3 orang perawat, mereka mulai sibuk menyuntikan obat di slang infus.Aldi meringis menahan sakit, dua obat injeksi sekaligus
Empat hari kemudian, dokter hanya bisa geleng-geleng kepala, saat Aldi dengan kursi roda keluar dari rumah sakit ini.Sesuai saran Daeng Lopa dan juga Masri, Aldi akan jalani perawatan alternative.“Kalau ikutin saran dokter, 6 bulanan lebih baru kaki dan tanganmu sembuh, itupun aku khawatir jalan kamu tidak sempurna,” cetus Masri, yang mendorong keponakannya ini berobat allternative saja.Aldi tentu saja tak ingin berada di ranjang rumah sakit hingga berbulan-bulan. Hatinya teramat marah dengan penabrak dirinya dan Nenek Rachel.“Ke lubang ular berbisa pun kalian akan ku cari,” batin Aldi menahan kegeraman hatinya, tapi tak pernah ia ungkapkan pada siapapun.Sesampainya di apartemen mewah milik orang tuanya, Aldi kaget sekali saat Daeng Lopa benar-benar lepas gipnya sebagian, lalu mulai membaluri kakinya dengan minyak khusus.Anehnya, kakinya tak berasa sakit, bahkan luka bekas operasi pun cepat mengering. Aldi juga heran, kaki dan tangannya sering terasa ngilu. Seakan-akan tulang-tu
Seluruh keluarga, mulai Gibran dan Celica, Gita, Bella dan Syifa dengan suaminya masing-masing. Termasuk Dyani dan Tommy, juga sepupu-sepupu mereka lainnya mendengarkan pengalaman horor Rachel.Tak lama kemudian Masri dan Dewi dan dua anaknya ikutan datang bergabung. Kini lengkaplah keluarga Harnady, minus Aldi yang masih di Makasar jalani pengobatan dengan Daeng Lopa.Tommy saat itu dalam perjalanan bisnis menuju ke Dubai tapi akan mampir dulu ke Singapura, dia sengaja mengajak Rachel berangkat, bersama 2 asisten wanitanya.“Mami, saat Tim SAR menemukan serpihan pesawat, kenapa ada pakaian mami…kan saat berangkat ke Singapura, mami pakai baju itu?” Syifa menyela, sebelum ibunya bercerita.“Salah satu asisten papa kalian suka dengan baju mami, lalu mami kasihkan saja, itulah sebabnya saat ditemukan serpihan pakaian, orang mengira itu mami,” Rachel menjelaskan soal pakaian.Rachel melanjutkan kisahnya, setelah sampai di Singapura lalu berencana akan melanjutkan ke Dubai. Awalnya perjal
Satu tahun kemudian…!Waktupun terasa berlalu sangat cepat, di sebuah rumah bak istana, di ruangan gym yang bahkan lebih komplet dari sasana.Pemuda lurus berambut sebahu ini basah oleh keringat, yang membasahi tubuh kokoh berototnya, setelah lebih satu jam memukul sansak.Setelah mengusap peluh di wajahnya, pemuda ini pun keluar dari ruangan gym ini, ia tersenyum menatap seorang wanita tua berwajah lembut, yang terlihat aseek mencandai kemenakan sekaligus sepupunya, anak bungsu Dewi dan Masri.Pemuda yang dulu berbadan kokoh tapi agak kurus, kini beda. Tubuhnya makin keras, otot dan uratnya terlihat menonjol di kedua lengannya. Inilah buah dari latihan keras selama lebih 6 bulanan, di bantu seorang instruktur profesional pastinya. Aldi Harnady kini sudah 100 persen sembuh, kakinya yang pernah patah sudah tak terlihat lagi bekasnya.“Jadi besok kamu mau ke Kalimantan Tengah, cek usaha tambang papa kamu yaa...?” Nenek Rachel menatap cucu kesayangannya. Disambut anggukan pemuda ding