Empat hari kemudian, dokter hanya bisa geleng-geleng kepala, saat Aldi dengan kursi roda keluar dari rumah sakit ini.Sesuai saran Daeng Lopa dan juga Masri, Aldi akan jalani perawatan alternative.“Kalau ikutin saran dokter, 6 bulanan lebih baru kaki dan tanganmu sembuh, itupun aku khawatir jalan kamu tidak sempurna,” cetus Masri, yang mendorong keponakannya ini berobat allternative saja.Aldi tentu saja tak ingin berada di ranjang rumah sakit hingga berbulan-bulan. Hatinya teramat marah dengan penabrak dirinya dan Nenek Rachel.“Ke lubang ular berbisa pun kalian akan ku cari,” batin Aldi menahan kegeraman hatinya, tapi tak pernah ia ungkapkan pada siapapun.Sesampainya di apartemen mewah milik orang tuanya, Aldi kaget sekali saat Daeng Lopa benar-benar lepas gipnya sebagian, lalu mulai membaluri kakinya dengan minyak khusus.Anehnya, kakinya tak berasa sakit, bahkan luka bekas operasi pun cepat mengering. Aldi juga heran, kaki dan tangannya sering terasa ngilu. Seakan-akan tulang-tu
Seluruh keluarga, mulai Gibran dan Celica, Gita, Bella dan Syifa dengan suaminya masing-masing. Termasuk Dyani dan Tommy, juga sepupu-sepupu mereka lainnya mendengarkan pengalaman horor Rachel.Tak lama kemudian Masri dan Dewi dan dua anaknya ikutan datang bergabung. Kini lengkaplah keluarga Harnady, minus Aldi yang masih di Makasar jalani pengobatan dengan Daeng Lopa.Tommy saat itu dalam perjalanan bisnis menuju ke Dubai tapi akan mampir dulu ke Singapura, dia sengaja mengajak Rachel berangkat, bersama 2 asisten wanitanya.“Mami, saat Tim SAR menemukan serpihan pesawat, kenapa ada pakaian mami…kan saat berangkat ke Singapura, mami pakai baju itu?” Syifa menyela, sebelum ibunya bercerita.“Salah satu asisten papa kalian suka dengan baju mami, lalu mami kasihkan saja, itulah sebabnya saat ditemukan serpihan pakaian, orang mengira itu mami,” Rachel menjelaskan soal pakaian.Rachel melanjutkan kisahnya, setelah sampai di Singapura lalu berencana akan melanjutkan ke Dubai. Awalnya perjal
Satu tahun kemudian…!Waktupun terasa berlalu sangat cepat, di sebuah rumah bak istana, di ruangan gym yang bahkan lebih komplet dari sasana.Pemuda lurus berambut sebahu ini basah oleh keringat, yang membasahi tubuh kokoh berototnya, setelah lebih satu jam memukul sansak.Setelah mengusap peluh di wajahnya, pemuda ini pun keluar dari ruangan gym ini, ia tersenyum menatap seorang wanita tua berwajah lembut, yang terlihat aseek mencandai kemenakan sekaligus sepupunya, anak bungsu Dewi dan Masri.Pemuda yang dulu berbadan kokoh tapi agak kurus, kini beda. Tubuhnya makin keras, otot dan uratnya terlihat menonjol di kedua lengannya. Inilah buah dari latihan keras selama lebih 6 bulanan, di bantu seorang instruktur profesional pastinya. Aldi Harnady kini sudah 100 persen sembuh, kakinya yang pernah patah sudah tak terlihat lagi bekasnya.“Jadi besok kamu mau ke Kalimantan Tengah, cek usaha tambang papa kamu yaa...?” Nenek Rachel menatap cucu kesayangannya. Disambut anggukan pemuda ding
Laura tak banyak bertanya selama diperjalanan, dia terlihat sibuk dengan ponselnya. Aldi hanya mendiamkan sambil melihat lalu lintas yang padat ramai.Laura terdengar seperti bicara dengan seorang wanita yang dia panggil Tamara. Suara Laura terdengar ketus dan seperti memarahi wanita ini.“Kamu itu gundik mendiang ayahku, mau nuntut harta apa, kamu bukan istri sahnya,” terdengar suara Luara agak keras, lalu dengan kasar menutup ponsel-nya, hingga Aldi sampai menoleh ke samping.“Sorry...itu tadi seorang wanita lontay tak tahu diri, dia salah satu mantan kekasih gelap mendiang ayahku. Dia mau menuntut sebuah rumah mewah di Surabaya, yang menjadi milik papaku, dasar perempuan sundal!” sungut Laura.“It’s okay!” sahut Aldi.“Cuek banget ni orang,” batin Laura gemes sendiri.Lagi-lagi tanpa Aldi sadari, Tamara adalah ‘saudara’ tiri Celica, ibu sambungnya. Tamara anak biologis dari Olly Bantano dan pernah jadi ‘gundik’ Masri sekaligus sempat jadi gundik Roy Sumanjaya (baca bab-bab terdahul
Krusaak…krusaak….bermunculanlah 5 orang dengan parang panjang di tangan. Aldi langsung di kurung, di jalanan sepi ini.Wajah mereka sengaja pakai tutup ala ninja, Aldi senyum dingin saja, tak ada sama sekali ketakutan dalam dirinya.Pemuda ini sangat percaya diri dengan kemampuannya.“Serahkan kunci mobil dan dompet kamu pada kami sekarang juga, atau leher kamu kami penggal di sini,” ancam begal ini.“Tenang dulu, aku tak bawa banyak uang dalam perjalanan ini, kalau kalian mau, ambil saja di dalam mobil tersebut,” sahut Aldi tenang, sambil melirik kiri kanan seakan menaksir, kalau bentrok yang mana duluan bakal dia serang.“Jangan banyak bacot kamu, kami butuh butuh mobil mewah kamu itu, soal uang itu bonus,” sahut orang itu lagi dengan nada keras.“Jangan tunggu lama-lama, langsung 'timpas' (bacok) saja habis perkara,” seseorang langsung bersuara, seakan tak sabaran gunakan bahasa lokal, yang agak kurang di mengerti Aldi.Aldi lepas jaket denimnya, lalu melempar ke kap mobilnya, dia
“Jawablah…atau lehermu aku patahkan dan aku yakin sekebal-kebalnya tubuhmu, pasti akan mati juga kalau leher kamu patah!” ancam Aldi sambil menatap tajam wajah orang ini.“Na-namanya Jalak, kami hanya anak buah!” sahutnya takut-takut.“Dimana sarang kalian dan tempat tinggal si Jalak itu?”Orang ini lalu sebutkan sebuah tempat, Aldi pun mengangguk, orang yang sudah kadung takut akan bicara jujur.Aldi berdiri dan secara tiba-tiba sebuah tendangan berputar, membuat orang ini terguling-guling hingga ke pinggir jalan dan pingsan seketika. Ke 4 rekannya pun bernasib sama, semuanya pingsan terkena pukulan dan tendangan pemuda ini, agaknya ke 4 nya menderita geger otak, karena semua pukulan dan tendangan itu sasarannya kepala.Inilah sifat ganas Aldi yang terbentuk secara tak sengaja saat berada di Palestina, musuh akan dia hajar sampai pingsan, barulah dia lega.Sambil lanjutkan perjalanan Aldi menatap sebuah desa terpencil melalui peta satelitnya.“Masih 20 kilometeran lagi dan ke Pangka
Setelah diam sejenak, Aldi pun sebut, dia tak tahu, apakah kakek dan neneknya asli Kalimantan.“Mendiang ibu saya tinggal di Palembang, papa saya tinggal di Jakarta. Jadi saya nggak tahu, apakah ibu ada turunan Kalimantan. Dari pihak papa sih nggak, ortu papa atau kakek turunan Jawa-Belanda, nenek turunan Sunda-Arab,” sahut Aldi sambil menyeruput kopinya.Cerita ini tentu saja Aldi ketahui dari nenek Rachel, yang ternyata punya darah keturunan campuran juga.Orang tua Rachel, suami Bik Umi aslinya Betawi, sedangkan Bik Umi dari Bandung. Aldi sampai bercanda dan bilang ia ini turunan gado-gado, ada blasteran sekaligus campuran suku lokal.“Perlu kamu tanyakan ke saudara ibu kamu Om Aldi, agaknya ibunda si Om ini pasti turunan Kalimantan,” sahut Kholil lagi, yang masih yakin pemuda ini keturunan daerah ini.Setelah lama berbincang, Aldi pun izin nginap di Mushala ini. Ketiganya mempersilahkan, bahkan mereka belikan obat nyamuk sekaligus bersihkan mushala ini.Mereka terperanjat sekalig
“Ihh kamu Aldi, ngapaian kamu ke sini dan mau apa?” tegur Laura duuan, lalu keluar dari mobilnya mendekati pemuda ini, 4 centeng tadi buru-buru beri hormat ke Laura dan angkat rekannya yang pingsan tadi.“Laura…aku…ingin bertemu pa Jalak, tapi centeng tadi menghalangiku dan menantang!” sahut Aldi kalem.Laura terdiam sesaat, seakan tak yakin dengan ucapan Aldi barusan, kurang yakin pemuda dingin ini segitu beraninya hadapi centeng-centeng kasar ini.Dia menatap ke 4 centeng ini, seolah dialah ‘bosnya’ di sini, bukan Jalak.“Benar apa yang dikatakan Aldi ini?” tanyanya pada ke 4 centeng tersebut.“B-benar bu Laura, tapi dia juga petentang-petenteng duluan,” salah satu centeng ini menjawab, sambil melirik marah ke Aldi.“Ahhh sudahlah, kalian ini kadang main otot saja kerjanya, tapi otak tak di pakai. Ayo Aldi kita masuk, Om Jalak itu adik tiri ayahku, jadi beliau Om aku sendiri!”Tanpa sungkan Laura ajak dan gandeng Aldi masuk ke pagar yang berhalaman luas ini dan perintahkan ke 4 cent