Satu tahun kemudian…!Waktupun terasa berlalu sangat cepat, di sebuah rumah bak istana, di ruangan gym yang bahkan lebih komplet dari sasana.Pemuda lurus berambut sebahu ini basah oleh keringat, yang membasahi tubuh kokoh berototnya, setelah lebih satu jam memukul sansak.Setelah mengusap peluh di wajahnya, pemuda ini pun keluar dari ruangan gym ini, ia tersenyum menatap seorang wanita tua berwajah lembut, yang terlihat aseek mencandai kemenakan sekaligus sepupunya, anak bungsu Dewi dan Masri.Pemuda yang dulu berbadan kokoh tapi agak kurus, kini beda. Tubuhnya makin keras, otot dan uratnya terlihat menonjol di kedua lengannya. Inilah buah dari latihan keras selama lebih 6 bulanan, di bantu seorang instruktur profesional pastinya. Aldi Harnady kini sudah 100 persen sembuh, kakinya yang pernah patah sudah tak terlihat lagi bekasnya.“Jadi besok kamu mau ke Kalimantan Tengah, cek usaha tambang papa kamu yaa...?” Nenek Rachel menatap cucu kesayangannya. Disambut anggukan pemuda ding
Laura tak banyak bertanya selama diperjalanan, dia terlihat sibuk dengan ponselnya. Aldi hanya mendiamkan sambil melihat lalu lintas yang padat ramai.Laura terdengar seperti bicara dengan seorang wanita yang dia panggil Tamara. Suara Laura terdengar ketus dan seperti memarahi wanita ini.“Kamu itu gundik mendiang ayahku, mau nuntut harta apa, kamu bukan istri sahnya,” terdengar suara Luara agak keras, lalu dengan kasar menutup ponsel-nya, hingga Aldi sampai menoleh ke samping.“Sorry...itu tadi seorang wanita lontay tak tahu diri, dia salah satu mantan kekasih gelap mendiang ayahku. Dia mau menuntut sebuah rumah mewah di Surabaya, yang menjadi milik papaku, dasar perempuan sundal!” sungut Laura.“It’s okay!” sahut Aldi.“Cuek banget ni orang,” batin Laura gemes sendiri.Lagi-lagi tanpa Aldi sadari, Tamara adalah ‘saudara’ tiri Celica, ibu sambungnya. Tamara anak biologis dari Olly Bantano dan pernah jadi ‘gundik’ Masri sekaligus sempat jadi gundik Roy Sumanjaya (baca bab-bab terdahul
Krusaak…krusaak….bermunculanlah 5 orang dengan parang panjang di tangan. Aldi langsung di kurung, di jalanan sepi ini.Wajah mereka sengaja pakai tutup ala ninja, Aldi senyum dingin saja, tak ada sama sekali ketakutan dalam dirinya.Pemuda ini sangat percaya diri dengan kemampuannya.“Serahkan kunci mobil dan dompet kamu pada kami sekarang juga, atau leher kamu kami penggal di sini,” ancam begal ini.“Tenang dulu, aku tak bawa banyak uang dalam perjalanan ini, kalau kalian mau, ambil saja di dalam mobil tersebut,” sahut Aldi tenang, sambil melirik kiri kanan seakan menaksir, kalau bentrok yang mana duluan bakal dia serang.“Jangan banyak bacot kamu, kami butuh butuh mobil mewah kamu itu, soal uang itu bonus,” sahut orang itu lagi dengan nada keras.“Jangan tunggu lama-lama, langsung 'timpas' (bacok) saja habis perkara,” seseorang langsung bersuara, seakan tak sabaran gunakan bahasa lokal, yang agak kurang di mengerti Aldi.Aldi lepas jaket denimnya, lalu melempar ke kap mobilnya, dia
“Jawablah…atau lehermu aku patahkan dan aku yakin sekebal-kebalnya tubuhmu, pasti akan mati juga kalau leher kamu patah!” ancam Aldi sambil menatap tajam wajah orang ini.“Na-namanya Jalak, kami hanya anak buah!” sahutnya takut-takut.“Dimana sarang kalian dan tempat tinggal si Jalak itu?”Orang ini lalu sebutkan sebuah tempat, Aldi pun mengangguk, orang yang sudah kadung takut akan bicara jujur.Aldi berdiri dan secara tiba-tiba sebuah tendangan berputar, membuat orang ini terguling-guling hingga ke pinggir jalan dan pingsan seketika. Ke 4 rekannya pun bernasib sama, semuanya pingsan terkena pukulan dan tendangan pemuda ini, agaknya ke 4 nya menderita geger otak, karena semua pukulan dan tendangan itu sasarannya kepala.Inilah sifat ganas Aldi yang terbentuk secara tak sengaja saat berada di Palestina, musuh akan dia hajar sampai pingsan, barulah dia lega.Sambil lanjutkan perjalanan Aldi menatap sebuah desa terpencil melalui peta satelitnya.“Masih 20 kilometeran lagi dan ke Pangka
Setelah diam sejenak, Aldi pun sebut, dia tak tahu, apakah kakek dan neneknya asli Kalimantan.“Mendiang ibu saya tinggal di Palembang, papa saya tinggal di Jakarta. Jadi saya nggak tahu, apakah ibu ada turunan Kalimantan. Dari pihak papa sih nggak, ortu papa atau kakek turunan Jawa-Belanda, nenek turunan Sunda-Arab,” sahut Aldi sambil menyeruput kopinya.Cerita ini tentu saja Aldi ketahui dari nenek Rachel, yang ternyata punya darah keturunan campuran juga.Orang tua Rachel, suami Bik Umi aslinya Betawi, sedangkan Bik Umi dari Bandung. Aldi sampai bercanda dan bilang ia ini turunan gado-gado, ada blasteran sekaligus campuran suku lokal.“Perlu kamu tanyakan ke saudara ibu kamu Om Aldi, agaknya ibunda si Om ini pasti turunan Kalimantan,” sahut Kholil lagi, yang masih yakin pemuda ini keturunan daerah ini.Setelah lama berbincang, Aldi pun izin nginap di Mushala ini. Ketiganya mempersilahkan, bahkan mereka belikan obat nyamuk sekaligus bersihkan mushala ini.Mereka terperanjat sekalig
“Ihh kamu Aldi, ngapaian kamu ke sini dan mau apa?” tegur Laura duuan, lalu keluar dari mobilnya mendekati pemuda ini, 4 centeng tadi buru-buru beri hormat ke Laura dan angkat rekannya yang pingsan tadi.“Laura…aku…ingin bertemu pa Jalak, tapi centeng tadi menghalangiku dan menantang!” sahut Aldi kalem.Laura terdiam sesaat, seakan tak yakin dengan ucapan Aldi barusan, kurang yakin pemuda dingin ini segitu beraninya hadapi centeng-centeng kasar ini.Dia menatap ke 4 centeng ini, seolah dialah ‘bosnya’ di sini, bukan Jalak.“Benar apa yang dikatakan Aldi ini?” tanyanya pada ke 4 centeng tersebut.“B-benar bu Laura, tapi dia juga petentang-petenteng duluan,” salah satu centeng ini menjawab, sambil melirik marah ke Aldi.“Ahhh sudahlah, kalian ini kadang main otot saja kerjanya, tapi otak tak di pakai. Ayo Aldi kita masuk, Om Jalak itu adik tiri ayahku, jadi beliau Om aku sendiri!”Tanpa sungkan Laura ajak dan gandeng Aldi masuk ke pagar yang berhalaman luas ini dan perintahkan ke 4 cent
“Nama ayahku…Sahroni dan ibuku Renata!” lagi-lagi dengan cerdik Aldi sebut nama mantan suami ke tiga ibunya, yang justru tengah dia cari-cari, hingga harus ke Kalimantan ini.“Hmm…Sahroni, rasanya nggak pernah dengar nama itu, kalau nama Renata aku memang pernah dengar namanya, yang memang bernama sama dengan anak paman kakek Marlan Darham. Katanya dulu perrnah menikah dengan seorang tentara, namun saat anaknya masih balita, suaminya itu meninggal dunia ketika tugas di Papua, apakah kamu si anak balita itu?”Jalak kini menatap wajah Aldi. Pemuda ini langsung menggeleng.“Itu kakakku, setelah suami ibu yang tentara meninggal, lalu menikah lagi dengan papaku yang bernama Sahroni itu dan lahirlah aku ini,” sahut Aldi tenang.Tiba-tiba Jalak memanggil ART-nya dan minta diambilkan album lama. Tak sampai 5 menitan, Aldi lalu diperlihatkan sebuah foto lama. Seorang pria muda tampan jangkung, tersenyum simpatik ke arah kamera.Dan yang bikin Aldi terheran-heran, saat tersenyum, pria ini mirip
Tanpa Aldi ini sadari, Jalak dan Laura bicara amat serius di sebuah ruangan kerja Jalak di rumah ini.Keduanya sedikit berdebat dan…topiknya siapa lagi kalau bukan dirinya!“Hati-hati Laura, aku sebenarnya agak curiga dengan Aldi ini, seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Lagian anak buahku tolol nggak ketulungan, masa membegal satu orang keok, eh pakai sebut-sebut namaku lagi. Mana yang di begal justru keluarga jauh sendiri lagi. Sudah ku minta selesaikan ke 5 nya, bikin pusing saja!” cetus Jalak kalem.Arti selesaikan artinya ke 5 nya akan dikirim ke alam baka alias di bunuh. Inilah karakter asli Jalak, yang ogah ribet dan kejam.“Hmm…tapi wajahnya emank agak mirip sih dengan kakek buyut Marlan Darham? Aku yakin banget, tu anak emank cucu asli-nya. Apalagi istri kakek buyut benar orang Palembang dan anaknya bernama Renata!” potong Laura.“Justru kalau dia benar cucu Marlan Darham, kitalah yang dalam bahaya saat ini Laura,” sela Jalak tiba-tiba.“Trus, apa rencana Om sekarang?” L