“Jawablah…atau lehermu aku patahkan dan aku yakin sekebal-kebalnya tubuhmu, pasti akan mati juga kalau leher kamu patah!” ancam Aldi sambil menatap tajam wajah orang ini.“Na-namanya Jalak, kami hanya anak buah!” sahutnya takut-takut.“Dimana sarang kalian dan tempat tinggal si Jalak itu?”Orang ini lalu sebutkan sebuah tempat, Aldi pun mengangguk, orang yang sudah kadung takut akan bicara jujur.Aldi berdiri dan secara tiba-tiba sebuah tendangan berputar, membuat orang ini terguling-guling hingga ke pinggir jalan dan pingsan seketika. Ke 4 rekannya pun bernasib sama, semuanya pingsan terkena pukulan dan tendangan pemuda ini, agaknya ke 4 nya menderita geger otak, karena semua pukulan dan tendangan itu sasarannya kepala.Inilah sifat ganas Aldi yang terbentuk secara tak sengaja saat berada di Palestina, musuh akan dia hajar sampai pingsan, barulah dia lega.Sambil lanjutkan perjalanan Aldi menatap sebuah desa terpencil melalui peta satelitnya.“Masih 20 kilometeran lagi dan ke Pangka
Setelah diam sejenak, Aldi pun sebut, dia tak tahu, apakah kakek dan neneknya asli Kalimantan.“Mendiang ibu saya tinggal di Palembang, papa saya tinggal di Jakarta. Jadi saya nggak tahu, apakah ibu ada turunan Kalimantan. Dari pihak papa sih nggak, ortu papa atau kakek turunan Jawa-Belanda, nenek turunan Sunda-Arab,” sahut Aldi sambil menyeruput kopinya.Cerita ini tentu saja Aldi ketahui dari nenek Rachel, yang ternyata punya darah keturunan campuran juga.Orang tua Rachel, suami Bik Umi aslinya Betawi, sedangkan Bik Umi dari Bandung. Aldi sampai bercanda dan bilang ia ini turunan gado-gado, ada blasteran sekaligus campuran suku lokal.“Perlu kamu tanyakan ke saudara ibu kamu Om Aldi, agaknya ibunda si Om ini pasti turunan Kalimantan,” sahut Kholil lagi, yang masih yakin pemuda ini keturunan daerah ini.Setelah lama berbincang, Aldi pun izin nginap di Mushala ini. Ketiganya mempersilahkan, bahkan mereka belikan obat nyamuk sekaligus bersihkan mushala ini.Mereka terperanjat sekalig
“Ihh kamu Aldi, ngapaian kamu ke sini dan mau apa?” tegur Laura duuan, lalu keluar dari mobilnya mendekati pemuda ini, 4 centeng tadi buru-buru beri hormat ke Laura dan angkat rekannya yang pingsan tadi.“Laura…aku…ingin bertemu pa Jalak, tapi centeng tadi menghalangiku dan menantang!” sahut Aldi kalem.Laura terdiam sesaat, seakan tak yakin dengan ucapan Aldi barusan, kurang yakin pemuda dingin ini segitu beraninya hadapi centeng-centeng kasar ini.Dia menatap ke 4 centeng ini, seolah dialah ‘bosnya’ di sini, bukan Jalak.“Benar apa yang dikatakan Aldi ini?” tanyanya pada ke 4 centeng tersebut.“B-benar bu Laura, tapi dia juga petentang-petenteng duluan,” salah satu centeng ini menjawab, sambil melirik marah ke Aldi.“Ahhh sudahlah, kalian ini kadang main otot saja kerjanya, tapi otak tak di pakai. Ayo Aldi kita masuk, Om Jalak itu adik tiri ayahku, jadi beliau Om aku sendiri!”Tanpa sungkan Laura ajak dan gandeng Aldi masuk ke pagar yang berhalaman luas ini dan perintahkan ke 4 cent
“Nama ayahku…Sahroni dan ibuku Renata!” lagi-lagi dengan cerdik Aldi sebut nama mantan suami ke tiga ibunya, yang justru tengah dia cari-cari, hingga harus ke Kalimantan ini.“Hmm…Sahroni, rasanya nggak pernah dengar nama itu, kalau nama Renata aku memang pernah dengar namanya, yang memang bernama sama dengan anak paman kakek Marlan Darham. Katanya dulu perrnah menikah dengan seorang tentara, namun saat anaknya masih balita, suaminya itu meninggal dunia ketika tugas di Papua, apakah kamu si anak balita itu?”Jalak kini menatap wajah Aldi. Pemuda ini langsung menggeleng.“Itu kakakku, setelah suami ibu yang tentara meninggal, lalu menikah lagi dengan papaku yang bernama Sahroni itu dan lahirlah aku ini,” sahut Aldi tenang.Tiba-tiba Jalak memanggil ART-nya dan minta diambilkan album lama. Tak sampai 5 menitan, Aldi lalu diperlihatkan sebuah foto lama. Seorang pria muda tampan jangkung, tersenyum simpatik ke arah kamera.Dan yang bikin Aldi terheran-heran, saat tersenyum, pria ini mirip
Tanpa Aldi ini sadari, Jalak dan Laura bicara amat serius di sebuah ruangan kerja Jalak di rumah ini.Keduanya sedikit berdebat dan…topiknya siapa lagi kalau bukan dirinya!“Hati-hati Laura, aku sebenarnya agak curiga dengan Aldi ini, seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Lagian anak buahku tolol nggak ketulungan, masa membegal satu orang keok, eh pakai sebut-sebut namaku lagi. Mana yang di begal justru keluarga jauh sendiri lagi. Sudah ku minta selesaikan ke 5 nya, bikin pusing saja!” cetus Jalak kalem.Arti selesaikan artinya ke 5 nya akan dikirim ke alam baka alias di bunuh. Inilah karakter asli Jalak, yang ogah ribet dan kejam.“Hmm…tapi wajahnya emank agak mirip sih dengan kakek buyut Marlan Darham? Aku yakin banget, tu anak emank cucu asli-nya. Apalagi istri kakek buyut benar orang Palembang dan anaknya bernama Renata!” potong Laura.“Justru kalau dia benar cucu Marlan Darham, kitalah yang dalam bahaya saat ini Laura,” sela Jalak tiba-tiba.“Trus, apa rencana Om sekarang?” L
“Belum saatnya kamu tahu, nanti pasti kamu tahu sendiri. Selamat beristirahat, aku juga mau ke kamarku!” Bianti lalu berdiri dan melangkah dengan anggun, tidak menggubris Aldi yang duduk masih dalam kondisi kaget.Aldi kini kembali ke kamarnya, dia membuka jendela dan mengisap rokoknya, sambil merenung apa maksud Bianti mengatakan nyawanya dalam bahaya.Secara kebetulan, jendela kamar Bianti juga terbuka, dia terlihat duduk sendirian di balkon kamarnya.Rumah Jalak ini modelnya hurup U, lantai atas terdiri dari kamar-kamar. Lantai bawah yang luas, selain untuk ruang kerja dan tamu, juga ruang makan serta ruang bermain dan bersantai, bahkan ada semacam ruang rapat.Jarak antara kamar Aldi dan kamar Bianti sekitar 12 meteran, melihat Aldi termenung di jendelanya, Bianti menatapnya. Aldi juga ikut menatap dan keduanya sama-sama senyum di kulum. “Ada rahasia apa yang kamu sembunyikan Bianti dan kenapa nyawaku dalam bahaya?” gumam Aldi sambil mengagumi kecantikan Bianti.Terlihat sudah be
Namun Bianti justru tercengang, Aldi malah bilang akan bertahan di sini, sampai tercapai misinya, sekaligus ingin bongkar misteri apa sebenarnya di rumah ini.“Benar-benar turunan kakek Marlan Darham kamu ini, tak kenal takut. Dulu beliau juga di kenal jagoan dan nekat. Juga termasuk tokoh paling ditakuti, rupanya nurun ke kamu saat ini,” ceplos Bianti, kagum sekaligus ngeri-ngeri sedap.“Jadi kakekku itu jagoan yaa?” lagi-lagi dengan nada polos Aldi bertanya, Bianti makin gemas saja, seperti Margaret dan Irma tadi mendengar pertanyaan pemuda ini.“Iyah, siapa yang tak kenal beliau, asal kamu tahu Aldi, apa alasan beliau sampai jauh-jauh ke pergi Palembang…?”“Iya kenapa Bianti…?” kembali Aldi bertanya antusias.“Karena beliau jadi buronan, setelah membunuh 20 orang sekaligus. Aku juga nggak tahu apa sebabnya, soalnya aku belum lahir saat kejadian itu. Kisahnya simpang siur hingga kini, ada yang bilang 20 orang itu penjahat, tapi ada yang bilang musuh lama yang dendam dan ada juga bil
Sebelum ayam jantan berkokok, tanda masuk pagi, Aldi sudah pergi dari kamar ini, Bianti tersenyum dan mengecup bibir pemuda ini.“Kalau mau ke sini lagi, tunggu tanda dariku,” bisik Bianti, Aldi pun mengangguk dan tak bosan-bosan melumat bibir wanita cantik ini.Aldi pun beringsut-ingsut dan kembali balik ke kamarnya, ia tak ingin kelakuan minornya ada yang tahu.Pagi usai sarapan, Aldi bersikap biasa dengan Bianti, seolah-olah dia tetap menghormati ‘istri’ pamannya ini. Margaret dan Irma juga tak berubah ganjennya, tapi Aldi hanya menanggapi sekedarnya.Baginya Bianti menang segalanya di banding dua wanita ini, walaupun cantik, tapi terlihat karena tertolong make up menor.Apa yang dikatakan Bianti benar adanya, Jalak dan Laura tak pulang sejak tadi malam. Saat Aldi sengaja jalan-jalan di seputaran rumah besar ini, beberapa centeng Jalak yang terlihat berjaga-jaga hanya menatapnya sekilas.Mereka sudah tahu kalau Aldi ini ‘keponakan’ Jalak.“Agaknya banyak rahasia rumah ini semua ber