Aldi tidak jadi tinggal di apartemen Masri, dia memutuskan tinggal di hotel. Masri pun tak masalah, setelah Aldi menceritakan sebabnya.“Agar dekat dengan rumah bu Rara Om, jadi Aldi bisa setiap saat bersama nenek,” itulah alasan Aldi.Padahal dia masih tak enak dengan Om sekaligus iparnya ini, semua itu gara-gara hubungan panasnya Athalia.Sekaligus malu dan sangat berdosa sudah bablas, padahal ia berlatar agama yang taat. Aldi sampai sholat tobat saking merasa berdosanya di sebuah mesjid.“Benar kata ustaz di ponpes, perang yang paling berat adalah melawan hawa nafsu,” sesal Aldi sambil duduk berzikir.Ketika kembali bertemu Masri, Aldi bersikap sewajar-wajarnya. Untungnya Masri bersikap dewasa dan tidak pernah sekalipun lagi menyinggung soal Athalia. Ini membuat Aldi lega.Masri sempat kaget saat Aldi bertanya sampai di mana penyidikan kasus pembunuhan ibu angkatnya, Norah dan Kakek Telo.“Mereka…para pelakunya, sudah Om kirim ke neraka,” lalu Masri pun mengisahkan nasib ke tiga
Tubuh tinggi besar Aldi terlontar hingga 10 meteran, terdengar seperti bunyi patah, kakinya alami pendarahan hebat.Aldi terguling-guling dan akhirnya tak ingat apa-apa lagi, dia pingsan dengan tubuh terluka dan kaki kanannya patah.Mobil penabrak ini kabur secepatnya, bahkan palang pintu keluar bandara di hajar mobil tersebut dan tancap gas dengan kecepatan tinggi, meninggalkan area bandara ini.Hebohlah bandara ini, nenek Rachel dan Aldi yang sama-sama pingsan, langsung dibawa pakai ambulans bandara menuju rumah sakit terdekat.Namun yang paling parah pastilah Aldi, kakinya patah dan lengannya terkilir, bajunya sampai sobek di beberapa bagian. Aldi tak tahu berapa lama di pingsan, begitu sadar, dia sudah berada di sebuah ruang perawatan VVIP.Kaki kanannya di gip, juga tangan kirinya. Sesaat Aldi memandang langit-langit rumah sakit. Tak lama datang dokter dan 3 orang perawat, mereka mulai sibuk menyuntikan obat di slang infus.Aldi meringis menahan sakit, dua obat injeksi sekaligus
Empat hari kemudian, dokter hanya bisa geleng-geleng kepala, saat Aldi dengan kursi roda keluar dari rumah sakit ini.Sesuai saran Daeng Lopa dan juga Masri, Aldi akan jalani perawatan alternative.“Kalau ikutin saran dokter, 6 bulanan lebih baru kaki dan tanganmu sembuh, itupun aku khawatir jalan kamu tidak sempurna,” cetus Masri, yang mendorong keponakannya ini berobat allternative saja.Aldi tentu saja tak ingin berada di ranjang rumah sakit hingga berbulan-bulan. Hatinya teramat marah dengan penabrak dirinya dan Nenek Rachel.“Ke lubang ular berbisa pun kalian akan ku cari,” batin Aldi menahan kegeraman hatinya, tapi tak pernah ia ungkapkan pada siapapun.Sesampainya di apartemen mewah milik orang tuanya, Aldi kaget sekali saat Daeng Lopa benar-benar lepas gipnya sebagian, lalu mulai membaluri kakinya dengan minyak khusus.Anehnya, kakinya tak berasa sakit, bahkan luka bekas operasi pun cepat mengering. Aldi juga heran, kaki dan tangannya sering terasa ngilu. Seakan-akan tulang-tu
Seluruh keluarga, mulai Gibran dan Celica, Gita, Bella dan Syifa dengan suaminya masing-masing. Termasuk Dyani dan Tommy, juga sepupu-sepupu mereka lainnya mendengarkan pengalaman horor Rachel.Tak lama kemudian Masri dan Dewi dan dua anaknya ikutan datang bergabung. Kini lengkaplah keluarga Harnady, minus Aldi yang masih di Makasar jalani pengobatan dengan Daeng Lopa.Tommy saat itu dalam perjalanan bisnis menuju ke Dubai tapi akan mampir dulu ke Singapura, dia sengaja mengajak Rachel berangkat, bersama 2 asisten wanitanya.“Mami, saat Tim SAR menemukan serpihan pesawat, kenapa ada pakaian mami…kan saat berangkat ke Singapura, mami pakai baju itu?” Syifa menyela, sebelum ibunya bercerita.“Salah satu asisten papa kalian suka dengan baju mami, lalu mami kasihkan saja, itulah sebabnya saat ditemukan serpihan pakaian, orang mengira itu mami,” Rachel menjelaskan soal pakaian.Rachel melanjutkan kisahnya, setelah sampai di Singapura lalu berencana akan melanjutkan ke Dubai. Awalnya perjal
Satu tahun kemudian…!Waktupun terasa berlalu sangat cepat, di sebuah rumah bak istana, di ruangan gym yang bahkan lebih komplet dari sasana.Pemuda lurus berambut sebahu ini basah oleh keringat, yang membasahi tubuh kokoh berototnya, setelah lebih satu jam memukul sansak.Setelah mengusap peluh di wajahnya, pemuda ini pun keluar dari ruangan gym ini, ia tersenyum menatap seorang wanita tua berwajah lembut, yang terlihat aseek mencandai kemenakan sekaligus sepupunya, anak bungsu Dewi dan Masri.Pemuda yang dulu berbadan kokoh tapi agak kurus, kini beda. Tubuhnya makin keras, otot dan uratnya terlihat menonjol di kedua lengannya. Inilah buah dari latihan keras selama lebih 6 bulanan, di bantu seorang instruktur profesional pastinya. Aldi Harnady kini sudah 100 persen sembuh, kakinya yang pernah patah sudah tak terlihat lagi bekasnya.“Jadi besok kamu mau ke Kalimantan Tengah, cek usaha tambang papa kamu yaa...?” Nenek Rachel menatap cucu kesayangannya. Disambut anggukan pemuda ding
Laura tak banyak bertanya selama diperjalanan, dia terlihat sibuk dengan ponselnya. Aldi hanya mendiamkan sambil melihat lalu lintas yang padat ramai.Laura terdengar seperti bicara dengan seorang wanita yang dia panggil Tamara. Suara Laura terdengar ketus dan seperti memarahi wanita ini.“Kamu itu gundik mendiang ayahku, mau nuntut harta apa, kamu bukan istri sahnya,” terdengar suara Luara agak keras, lalu dengan kasar menutup ponsel-nya, hingga Aldi sampai menoleh ke samping.“Sorry...itu tadi seorang wanita lontay tak tahu diri, dia salah satu mantan kekasih gelap mendiang ayahku. Dia mau menuntut sebuah rumah mewah di Surabaya, yang menjadi milik papaku, dasar perempuan sundal!” sungut Laura.“It’s okay!” sahut Aldi.“Cuek banget ni orang,” batin Laura gemes sendiri.Lagi-lagi tanpa Aldi sadari, Tamara adalah ‘saudara’ tiri Celica, ibu sambungnya. Tamara anak biologis dari Olly Bantano dan pernah jadi ‘gundik’ Masri sekaligus sempat jadi gundik Roy Sumanjaya (baca bab-bab terdahul
Krusaak…krusaak….bermunculanlah 5 orang dengan parang panjang di tangan. Aldi langsung di kurung, di jalanan sepi ini.Wajah mereka sengaja pakai tutup ala ninja, Aldi senyum dingin saja, tak ada sama sekali ketakutan dalam dirinya.Pemuda ini sangat percaya diri dengan kemampuannya.“Serahkan kunci mobil dan dompet kamu pada kami sekarang juga, atau leher kamu kami penggal di sini,” ancam begal ini.“Tenang dulu, aku tak bawa banyak uang dalam perjalanan ini, kalau kalian mau, ambil saja di dalam mobil tersebut,” sahut Aldi tenang, sambil melirik kiri kanan seakan menaksir, kalau bentrok yang mana duluan bakal dia serang.“Jangan banyak bacot kamu, kami butuh butuh mobil mewah kamu itu, soal uang itu bonus,” sahut orang itu lagi dengan nada keras.“Jangan tunggu lama-lama, langsung 'timpas' (bacok) saja habis perkara,” seseorang langsung bersuara, seakan tak sabaran gunakan bahasa lokal, yang agak kurang di mengerti Aldi.Aldi lepas jaket denimnya, lalu melempar ke kap mobilnya, dia
“Jawablah…atau lehermu aku patahkan dan aku yakin sekebal-kebalnya tubuhmu, pasti akan mati juga kalau leher kamu patah!” ancam Aldi sambil menatap tajam wajah orang ini.“Na-namanya Jalak, kami hanya anak buah!” sahutnya takut-takut.“Dimana sarang kalian dan tempat tinggal si Jalak itu?”Orang ini lalu sebutkan sebuah tempat, Aldi pun mengangguk, orang yang sudah kadung takut akan bicara jujur.Aldi berdiri dan secara tiba-tiba sebuah tendangan berputar, membuat orang ini terguling-guling hingga ke pinggir jalan dan pingsan seketika. Ke 4 rekannya pun bernasib sama, semuanya pingsan terkena pukulan dan tendangan pemuda ini, agaknya ke 4 nya menderita geger otak, karena semua pukulan dan tendangan itu sasarannya kepala.Inilah sifat ganas Aldi yang terbentuk secara tak sengaja saat berada di Palestina, musuh akan dia hajar sampai pingsan, barulah dia lega.Sambil lanjutkan perjalanan Aldi menatap sebuah desa terpencil melalui peta satelitnya.“Masih 20 kilometeran lagi dan ke Pangka