Begitu mendarat di Papua, hanya istirahat makan siang, Masri langsung sewa sebuah mobil 4X4 yang masih terlihat baru dan menuju ke lokasi tambang emas milik Bana Harnady.Bukan jalan yang mudah, selain sangat jauh, faktor keamanan juga menjadi tantangan bagi Masri dan Dewi saat ini.“Hati-hatilah, tempat yang tuan dan nyonyah tuju sangat berbahaya, sewaktu-waktu kalian berdua bisa jadi akan bertemu kaum pemberontak dan di culik,” kata si pemilik mobil mengingatkan, saat Masri membayar sewanya.Dia mengira keduanya pasangan suami istri yang sedang 'berbulan madu' ke daerah ekstrem.Masri pun berterima kasih sudah diperingatkan, saat berada dalam mobil, Masri kagum juga, Dewi ternyata tak ada takut-takutnya, malah antusias sekali.Dewi heran, saat Masri singgah di sebuah pasar dan memenuhi bak mobil di belakang dengan sembako, lalu di tutup terpal dan diikat kuat, yang di bantu pemilik toko sembako.“Kelak ini akan sangat berguna dan lebih berharga daripada uang dan emas, bahkan senjata
Masri pun mengintip dan di gelapan malam, dia melihat saling tembak menembak antara pasukan anak buah Kapten Lau dengan puluhan pasukan bersenjata.Masri tak mau berpangka tangan, setelah meminta Dewi jangan kemana-mana dan tetap tiarap bersembunyi. Dia pun keluar dan berindap-indap, lalu mulai membidik 3 orang sekaligus.Dor…dorr…dorr...3X tembakan Masri lepaskan dan 3 orang itu terjengkang, karena dahi mereka sudah berlubang.Saat melihat ada lagi 2 orang yang aseek menembaki tentara, kembali pistol Masri menyalak dan 2 orang itu nasibnya sama, dahi mereka tertembus peluru.Tiba-tiba terdengar seperti siulan dan pasukan penyerang ini bak hantu saja menghilang ke hutan dan sengaja tinggalkan jasad 5 orang temannya. Tembakan maut Masri bikin pasukan penyerang ini ciut, tak mereka sangka ada penembak jitu di tempat ini.Masri…dengan cueknya kembali masuk ke tempat ini dan merebahkan diri di tempat semula. Dewi yang tadi sempat ketakutan, kini lega dan ikut merebahkan di sisi tubuh Mas
3 anak buah si pemimpin ini langsung membuka bak mobil tersebut dan mereka bersorak saat melihat sembako yang di bawa Masri, tentu paling mereka inginkan saat ini adalah…rokok dan kopi plus gula pasirnya.Masri senyum saja melihat kelakuan para penculiknya ini, sikap sang pemimpin pun yang tadinya sangar, kini mulai berubah lebih ramah.Setelah mengenalkan diri, Masri dan Dewi kini malah di jamu bak 'tamu besar', tapi lebih separu sembako sudah diturunkan dan otomatis jadi milik pasukan bersenjata ini.“Abang hebat, tanpa bersilat lidah tak perlu, cukup sembako semua berubah,” bisik Dewi makin geleng-geleng kepala.Sambil melihat anggota pasukan yang berjumlah hampir 100 orang ini aseek menikmati rokok dan sekaligus rame bikin kopi yang dibawa Masri tadi.Sang pemimpin yang bernama Apus ini berkurang curiganya dengan Masri. Masri pun beruntung, dia juga tak di geledah badannya, sehingga pemuda ini lega, senjatanya aman-aman saja ditubuhnya.“Enak juga rokok dan kopi orang kota,” cetus
Masri cabut dompetnya dan keluarkan kartu anggota klub menembak dan di sana tertulis pekerjaan Masri adalah pengusaha.Melihat ini, Apus menganggukan kepala, kembali rasa curiganya berkurang.“Hmm…baiklah, aku percaya kamu bukan aparat, tapi aku ingin tes kamu, apakah bisa gunakan senjata berat? Ayo ikut aku!” Apus berdiri diikuti anak buahnya, lalu menuju ke sebuah lapangan.Dewi tak mau jauh-jauh dari Masri, dia gelondotan saja di lengan pemuda ini, ngeri melihat pandangan anak buah Apus yang bak menelannya bulat-bulat.Bagaimana tidak melotot mata mereka, melihat ’bidadari’ nyelonong di tengah hutan belantara Papua. Walaupun ada juga puluhan wanita di kelompok ini, tapi tentu saja Dewi berbeda jauh.Bagi mereka Dewi benar-benar bidadari yang turun ke hutan!Lagi-lagi Apus dan anak buahnya melongo, Masri dengan entengnya bongkar pasang senjata berat dan saat melakukan bidikan, semua nya makin terheran-heran saking kagumnya dengan kemampuan Masri lakukan tembakan.Bidikan Masri tepat
Hari ke 3, Apus menemui Masri. “Malam ini kita akan melakukan penyergapan kelompok Bana Bantano. Apakah anda akan ikut tuan Masri?” Apus menatap wajah pemuda ini, tanpa banyak pikir Masri mengangguk.Masri menerima sebuah senapan mesin otomatis, bingung juga Masri, darimana kelompok Apus ini dapat senjata canggih tersebut, lengkap dengan pelurunya pula.Namun dia tak enak bertanya, hanya menerima dan memeriksa sesaat, pelurunya komplet dan dia pun mengangguk.Masri kini ganti baju ala-ala tentara, tapi warnanya gelap kebiru-biruan, sehingga menyamarkan tubuhnya. Juga gunakan sepatu septi, yang sejak dari keberangkatan sudah dia persiapkan.Melihat anak buah Apus mencoreti wajahnya dengan semacam cat.Tanpa ragu Masri ikut mengoleskan ke wajahnya. Sehingga wajah putihnya tak terlihat lagi, Masri mirip serdadu saja saat ini.Penampilannya sangat gagah, Dewi pun sampai pangling melihat 'kekasihnya' ini berpakain begitu.“Aku titip istriku, tolong jagakan dia,” cetus Masri pada dua wanita
Setelah kelompok pasukan yang di cegat kabur di kegelapan malam dengan membawa rekan-rekannya yang terluka. Pertempuran pun berhenti dengan sendirinya.Apus minta anak buahnya jangan mengejar musuh yang kabur tersebut, karena sangat berbahaya, di tambah lagi ini malam hari.Anak buah Apus kuasai 3 mobil ini dan mereka kompak menuju ke kendaraan yang dikawal sebelumnya, yang berada di tengah-tengah, lalu membongkar isinya.Masri langsung melongo saat melihat isi truk ini. Ternyata semua isinya emas batangan…??!!! “Gila darimana mereka memperoleh emas-emas ini,” batin Masri heran sendiri. Di pedalaman Papua ada emas yang sudah berbentuk batangan dan tentu saja beharga sangat mahal per batangnya.Apus perintahkan semua pasukannya yang tak terluka turunkan semua emas-emas ini, dan setelah-nya 3 buah mobil ini di dorong masuk ke jurang.Lalu beramai-ramai mereka mengangkut semua emas batangan tersebut masuk kembali ke hutan lebat dan kembali berjalan kaki ke markas mereka.Masri mengiku
“Kalian ingin kembali ke pangkuan Indonesia…lalu bagaimana dengan emas-emas batangan ini?” Masri menatap wajah Apus, hampir tak percaya dengan niat pentolan pasukan bersenjata ini.Mengingat Apus sudah sangat kecewa dengan pemerintahan saat ini, yang dianggapnya terlalu banyak oknum-oknum hanya cari keuntungan dari kekayaan alam Papua.“Tuan Masri kan bilang sebagai pengusaha emas, nah kami harap tuan Masri beli emas-emas ini. Rencanaku hasil penjualan ini aku bagi dengan anak buahku."Masri makin kaget dengan rencana Apus ini, mantan kepala suku ini lalu lanjutkan kalimatnya. "Kemudian kami akan kembali ke pangkuan Indonesia dan menikmati hidup bersama keluarga, sudah hampir 10 tahun kami berjuang dan tinggal di hutan, saatnya kami ingin hidup damai, kurasa dengan uan dari emas-emas itu, kami bisa hidup enak dan layak!” cetus Apus.Apus ternyata sangat cerdik, dia pernah sekolah hingga SMU.“Hmm masuk akal juga niat kalian tuan Apus, sudah saatnya kalian menikmati hasil perjuanga
Tratt..tratt…anak buah Apus mulai menembaki pasukan penyerbu ini, pertempuran sengit pun tak terelakan. Aksi saling balas terus berlangsung tiada henti.Suara tembakan yang tiada henti membuat suasana sangat mencekam dan menakutkan. Bahkan burung dan monyet yang biasa 'berdendang' tak berani bersuara. Saking ngerinya suasana.Masri pun sudah membidik beberapa penyerbu, namun dia sengaja tidak membidik yang berbaju aparat, bidikannya masih menuju ke penyerbu berbaju sipil, sudah 5 orang yang terjungkal oleh tembakannya.Masri kini mendekat ke arah danau hisap, dia melihat pasukan penyerbu juga banyak di sana dan tak sadar ada danau yang airnya surut. Terlihat jernih dan tenang!Padahal justru merupakan jebakan maut, seperti yang dikatakan Apus.Masri yang kembali mencorat-coret wajahnya, tak beda dengan para serdadu tentu saja tak dikenali kalau kulit aslinya putih. Para penyerbu masih menyangka dia berkulit gelap, sama seperti kelompok Apus.Saat melihat 6 orang pasukan penyerbu sedan