“Kalian ingin kembali ke pangkuan Indonesia…lalu bagaimana dengan emas-emas batangan ini?” Masri menatap wajah Apus, hampir tak percaya dengan niat pentolan pasukan bersenjata ini.Mengingat Apus sudah sangat kecewa dengan pemerintahan saat ini, yang dianggapnya terlalu banyak oknum-oknum hanya cari keuntungan dari kekayaan alam Papua.“Tuan Masri kan bilang sebagai pengusaha emas, nah kami harap tuan Masri beli emas-emas ini. Rencanaku hasil penjualan ini aku bagi dengan anak buahku."Masri makin kaget dengan rencana Apus ini, mantan kepala suku ini lalu lanjutkan kalimatnya. "Kemudian kami akan kembali ke pangkuan Indonesia dan menikmati hidup bersama keluarga, sudah hampir 10 tahun kami berjuang dan tinggal di hutan, saatnya kami ingin hidup damai, kurasa dengan uan dari emas-emas itu, kami bisa hidup enak dan layak!” cetus Apus.Apus ternyata sangat cerdik, dia pernah sekolah hingga SMU.“Hmm masuk akal juga niat kalian tuan Apus, sudah saatnya kalian menikmati hasil perjuanga
Tratt..tratt…anak buah Apus mulai menembaki pasukan penyerbu ini, pertempuran sengit pun tak terelakan. Aksi saling balas terus berlangsung tiada henti.Suara tembakan yang tiada henti membuat suasana sangat mencekam dan menakutkan. Bahkan burung dan monyet yang biasa 'berdendang' tak berani bersuara. Saking ngerinya suasana.Masri pun sudah membidik beberapa penyerbu, namun dia sengaja tidak membidik yang berbaju aparat, bidikannya masih menuju ke penyerbu berbaju sipil, sudah 5 orang yang terjungkal oleh tembakannya.Masri kini mendekat ke arah danau hisap, dia melihat pasukan penyerbu juga banyak di sana dan tak sadar ada danau yang airnya surut. Terlihat jernih dan tenang!Padahal justru merupakan jebakan maut, seperti yang dikatakan Apus.Masri yang kembali mencorat-coret wajahnya, tak beda dengan para serdadu tentu saja tak dikenali kalau kulit aslinya putih. Para penyerbu masih menyangka dia berkulit gelap, sama seperti kelompok Apus.Saat melihat 6 orang pasukan penyerbu sedan
“Hmm…rupanya kamu sama dengan Olly Bantano, sudah memperlajari siapa aku sebenarnya. Apa tujuan kalian sebenarnya, seakan ingin jebak aku di sini. Apa misi kalian dan terutama Olly Bantano, yang ngaku-ngaku kalau kamu adalah anak mendiang kakekku?” dengus Masri.Ia tak perdulikan keheranan Apus, yang justru tertarik dan diam saja mendengarkan Masri ‘menginterogasi’ Bana Bantano.Bana Bantano malah tertawa, seakan ejek Masri, dan di sinilah kesalahannya. Dorr..dorrr…dua kali tembakan di kedua kakinya membuat tawa Bana Bantano berubah jadi teriakan kesakitan.Sekaligus umpatan kemarahan, bahasa binatang pun keluar dari mulutnya, memaki-maki Masri.Apus pun sampai terlonjak kaget bukan main, melihat gaya keras Masri ini, termasuk ratusan anak buahnya dan juga puluhan anak buah Bana Bantano yang jadi tawanan.Tak terkecuali Kapten Lau, yang baru saja di obati anak buah Apus. Kini hati aparat yang terseret karena jadi kaki tangan Bana Bantano ketar-ketir.“Kalian ini sudah berbuat jahat, m
2,5 jam kemudian, datang 3 helikopter dan puluhan tentara terjun dari helikopter ini lalu amankan situasi, sekaligus menahan Kapten Lau dan 60 an anak buahnya yang terluka atau pun tidak.Tuduhan buat mereka sangat serius, yakni berkomplot dengan perampok dan melindungi Bana Bantano cs alias Arman!Seorang tentara berpangkat Mayor beri hormat ke arah Masri. Kemudian membantu Masri dan Dewi naik helikopter tersebut. Untuk menuju ke markas pasukan ini, di sebuah kabupaten.Dewi yang sejak tadi gatal mulutnya ingin bertanya, sudah diberi kode oleh Masri agar jangan dulu buka mulut, selama dalam perjalanan ke Makodim.Pasukan ini juga gagal mengejar kelompok Apus cs, yang sudah sangat jauh pergi dan menghilang di belantara Papua yang sangat lebat dan berbahaya.Mereka meninggalkan 5 buah mobil, termasuk mobil sewaan Masri, serta 20 mayat anak buah Arman alias Bana Bantano yang mereka tembak mati, yang berjarak hampir 40 kiloan dari tempat mereka sebelumnya.Masri dan Dewi jalani pemeriksa
Dengan sekali tarikan nafas, sah lah Masri menikahi Dewi Renata, sang kakak kandung kemenakannya sendiri, sekaligus mantan ‘anak tiri’ Gibran.Dewi pun sempat di dandani seorang istri prajurit, walaupun sederhana dan make upnya hanya tipis-tipis.Tapi kecantikan Dewi tetap bikin semua prajurit memandang kagum kejelitaan sang nyonyah Kompol Masri Harnady ini.Begitu tahu mendiang ayah Dewi mantan tentara yang pernah gugur di Papua, Mayor Rudi pun sebut Dewi bagian dari keluarga besar tentara Republik Indonesia. Dewi sampai berkaca-kaca terharu. Terkuaklah juga, kenapa dulu Dewi ngotot ikut Masri ke pedalaman Papua, Dewi seakan ingin napak tilas ke daerah yang bikin dia jadi anak yatim sejak bayi.Tak lama usai menikah, dengan naik helikopter, Masri dan Dewi berangkat ke Raja Ampat, sebuah tempat wisata yang sangat terkenal di Papua bahkan dunia.“Sayang, kita bulan madu di sini saja dulu yaa, aku mau ke Raja Ampat, pingin lihat tempat itu. Kata Mayor Rudi tempatnya luar biasa indahn
Inilah buah dari siasat Masri, mereka bukannya berdebat saat berduaan, setelah Masri menembak mati pentolan perampok emas Arman alias Bana Bantano.Tapi berunding bagaimana caranya agar emas-emas ini aman, terlebih ada keterlibatan Kapten Lau dan anak buahnya.Apus yang semula ingin marah karena merasa di kadalin Masri, justru berbalik jadi sahabat dekat sang perwira ganas ini.Pada Apus, Masri sebutkan dirinya yakin masih ada lagi orang yang lebih tinggi pangkatnya dibandingkan Kapten Lau yang ikut bermain, dan pasti otaknya bermuara pada Olly Bantano."Daripada emas-emas ini jatuh pada orang serakah dan korup, mending buat kamu saja dan anak buahmu," cetus Masri, Apus pun tanpa basa-basi setuju.Akhirnya, disepakatilah Apus akan pura-pura menodong Masri, tapi Masri minta jangan membawa anak buah Kapten Lau, sebab resikonya mereka akan di kejar-kejar aparat.“Bawa anak buah Bana Bantano saja sebagai sandera, habisi semua. Karena mereka terkenal sebagai perampok-perampok ganas. Entah
“Aldi, kamu nggak pulangkah ke Indonesia liburan panjang ini?” seorang pria bertampang Arab menegur seorang pemuda bertubuh jangkung kurus.Pemuda yang dipanggil Aldi ini terlihat tekun membaca sebuah kitab, di pelataran kampus, yang terletak di pinggiran Kota Kairo.“Nggak Musa, ngirit biaya!” sahut Aldi apa adanya.Musa tertawa maklum dan dia tahu, sahabatnya ini sejak awal kenal di kampus ini mengaku yatim piatu dan tak memiliki rumah di Indonesia, karena sejak usia 11-12 tahun mondok di ponpes.Musa mahasiswa asli Mesir, sejak semester pertama dan kini baru saja akan naik ke semester 5, atau sudah dua tahun jadi mahasiswa, merupakan teman Aldi yang paling dekat.“Mau ikut ke kampung halamanku nggak...? Ayolah masa kamu ngedon di asrama saja, sesekali jalan-jalan lah…tenang saja aku yang traktir brother. Liburan kali ini juga panjang, hingga 1,5 bulan lohh. Kan ada penerimaan mahasiswa baru!” ajak Musa, dalam bahasa Arab yang nyampur dengan aksen Mesir.Setelah mikir sejenak, akhir
“Apaa…kamu mau jadi relawan??” Musa kaget bukan main, saat Aldi mau masuk ke Gaza dan ingin jadi relawan kemanusiaan di sana.Perdebatan kedua sahabat ini terjadi ketika mereka sudah kembali ke rumah, setelah puas keliling-keliling di seputaran perbatasan Mesir-Palestina.Jiwa kemanusiaan Aldi terbangkit melihat banyaknya warga Gaza yang kelaparan dan tak bisa keluar dari tempat itu. Karena dihalangi pasukan penjaga perbatasan“Iya, aku berniat ingin membantu para korban perang, lagian buat apa juga aku berleha-leha di sini. Sementara saudara kita di Gaza tiap hari jadi martil pasukan zionis,” alasan Aldi.“Tapi resikonya nyawa Di, lagian sebulan lagi kita akan masuk kuliah!” Musa masih keberatan dengan niatan sahabatnya ini.“Iya, aku janji hanya sebulan jadi relawan, setelah itu aku akan kembali dan kita balik ke Kairo.” Cetus Aldi lagi, yang sudah membaja niatnya dan gagal lah Musa membujuknya. Orang tua Musa juga kaget dengan keputusan Aldi, namun pemuda ini memiliki kekerasan