Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.
Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal.
"Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah.
"Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.
Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja.
"Kok gak masak?"
"Capek," jawab Via singkat.
Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu.
"Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.
Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.
Mata lebar Via menatapnya dengan lembut. Tatapan yang baru kali ini dilihatnya.
"Em, abang biasanya makan di luar. Tapi kalau adek mau, abang bisa makan di rumah. Lagian hotel Parbina juga gak begitu jauh dari sini."
Via mengangguk cepat. "Oke. Aku akan masak. Awas kalau gak pulang," ancam Via dengan mata semakin melebar.
Andy menelan nasi yang dikunyahnya dengan susah payah. "Kalau adek masih capek, gak apa-apa kok kalau abang makan di luar."
Via segera melayangkan tatapan maut yang seperti menyemburkan api bagi Andy. "Oh, supaya abang makan di luar barengan sama bucin sebelah? Iya?"
Andy menggeragap. Tak sedikit pun hal itu terlintas di pikirannya. Kenapa isterinya bisa berpikir seperti itu?
"Lah? Kan, adek tadi bilang kalau adek capek. Makanya abang-"
"Bentar lagi juga capeknya hilang," potong Via dengan cepat.
Andy terdiam. Begitu serba salah menghadapi isterinya.
"Ya sudah. Abang nanti pulang ke rumah saat makan siang. Adek mau masak apa nanti?"
Via mengangkat bahu dan tersenyum. Bukan. Lebih tepatnya menyeringai menurut pandangan Andy.
"Abang maunya makan apa?"
Andy mengetuk dagu dengan jari telunjuk, berpikir akan segala jenis makanan yang ingin disantapnya. "Kalau kari kambing, bagaimana?"
Via menggeleng. "Aku nggak tahu cara masaknya."
Andy manggut-manggut memaklumi. "Bagaimana kalau rendang ayam?"
Via kembali menggeleng. "Itu juga gak tahu."
Dahi Andy mulai berkerut. "Gulai hati lembu?"
Via menggeleng dengan wajah menunduk.
Andy mengusap wajahnya dengan kasar dan mengembuskan napas dengan pelan. Mencoba bersabar menghadapi kenyataan. Entah apa yang ada di pikiran ibunya sehingga beliau menunjuk seorang perempuan yang tidak tahu memasak untuk dirinya.
"Jadi adek tahunya masak apa?" Suara Andy terasa berat, sarat akan beban emosi.
Via mengerucutkan bibir kemudian berkata, "Mie instan, telur dadar, telur ceplok, samtrika, terus-"
"Tunggu," potong Andy kemudian bertanya, "Samtrika apaan?"
Via terkekeh menunjukkan deretan gigi sambil menjawab, "Sambal Teri Kacang."
Andy ikut terkekeh. Satu hal yang perlu diambil dari sikap istrinya, sesungguhnya Via adalah tipe wanita humoris. Hanya saja kegalakannya menutupi hal tersebut. Bila dipikir kembali, selama tiga hari menjadi suaminya, Andy selalu dibuat emosi dengan tingkah Via. Namun tingkah laku Via tersebut bisa juga membuatnya merasa lucu dan enggan meluapkan amarah.
"Kalau begitu adek masak Samtrika saja."
Via mengangguk dengan semangat. Wajahnya tampak menggemaskan membuat Andy tertegun sesaat.
"Cepat, dong. Abang mau kerja atau gak, nih?!"
Suara kuat itu lagi. Andy mendesah. Akan sangat sulit untuk mendapatkan suara lembut dari sosok Via.
Disusul langkah Via yang sudah menuju ke depan rumah. Menghampiri mobil dan hendak masuk ke dalam. Namun saat melihat Via yang masih berdiri di pintu membuatnya urung untuk memasuki mobil.
Dihampiri Via dan mengulurkan tangan. Setidaknya, dia masih bisa bertingkah laku layaknya suami istri meski pernikahan ini masih ditolaknya di dalam hati.
"Abang berangkat kerja dulu, ya."
Via baru saja hendak menyambut uluran tangan Andy menjadi terhenti saat mendengar suara seorang perempuan yang menyapa suaminya.
"Selamat pagi, Mas Andy." Di sana, tepatnya di sebelah kiri rumah mereka, Sari melambaikan tangan dengan gemulai.
"Em, eh, selamat pagi, Sari," balas Andy dengan kikuk dan melirik Via yang kini tampak menakjubkan.
Via melotot garang ke arah Sari dengan mulut terkatup rapat dan dahi berkerut.
Mata wanita itu menelisik penampilan mantan kekasih suaminya dengan seksama. Mini dress berwarna pink pucat dengan motif bunga anggrek melekat di tubuh Sari dengan serasi. Wajahnya yang dilapisi bedak dan lipstick berwarna peach menambah kesan feminin.
Via meneguk ludah dengan susah payah. Sekilas dia melirik penampilannya yang hanya memakai celana pendek dan kaos oblong yang longgar. Sangat jauh bila harus dibandingkan dengan Sari.
"Mas, Sari bisa menumpang sampai ke hotel tidak? Kita kan satu kantor."
Mata Via semakin melebar mendengar ucapan Sari. "Bucin satu ini semakin berani. Ingin bermain dengan Via, ya?" gerutu Via di dalam hati.
Sementara Andy yang semakin kikuk hanya menggaruk bagian belakang kepalanya dengan mimik wajah gelisah. Via yang berdiri di dekatnya juga tidak bersuara. Semakin membuat Andy harus berdiri dengan gelisah dan memindahkan beban tubuhnya dari kaki kiri ke kaki kanan.
Sari yang melihat pasangan suami isteri itu hanya diam semakin tersenyum lebar. "Boleh ya, Via? Toh Mas Andy juga sekalian jalan."
Via yang mendapat permintaan seperti itu segera memulai permainan yang telah disusunnya. "Boleh, kok. Silakan saja. Kalau masih menumpang mobil sih, gak apa-apa. Asal jangan numpang duduk di pangkuan suami saya." Via melontarkan jawaban dengan senyum manis yang masih saja serupa dengan seringai mengerikan di mata Andy.
Sari yang mendengar jawaban Via menjadi terdiam. "Perempuan bangsat," maki Sari di dalam hati.
"Em, adek serius mengijinkan Sari numpang sama abang?" tanya Andy dengan ragu.
Via menoleh dan tersenyum simpul sambil meraih tangan Andy dan menciumnya. "Gak apa-apa kok, Bang."
Via lalu bergerak semakin mendekati Andy dan mengecup pipi suaminya itu sekilas.
Andy seperti disengat lebah. Kaget dan gemetar menghadapi Via. Bukan karena kecupan tersebut, melainkan karena ucapan selanjutnya yang keluar dari mulut Via.
"Abang boleh bawa dia, tapi setelah kaca mobil kupecahkan dulu, ya?"
Andy menelan saliva dengan susah payah. Mengangguk tanpa bersuara dia lalu memasuki mobil dan berlalu dari halaman rumahnya. Meninggalkan Sari yang bengong dan menatap tajam ke arah Via.
"Jangan kamu pikir kalau kamu sudah menang, Via!" Bentak Sari sambil menuding Via dengan wajah memerah.
Berbanding terbalik dengan wajah Via yang hanya cuek dan tersenyum manis. "Memang aku sudah menang, kok. Buktinya, namaku yang ada di surat nikah Bang Andy. Bukan namamu."
"Kau ...!" Sari semakin melotot. "Aku pastikan kalau kau akan menyesal. Andy tidak pernah mencintaimu dan tidak akan pernah mau mencintaimu. Kamu hanya pungguk yang merindukan bulan."
"Daripada kamu, kalajengking yang mencoba memasuki rumah orang. Tahukan, gimana nasibnya kalau sampai ketahuan?" Via semakin melancarkan ilmu ensiklopedia yang dimilikinya.
Sari mengepalkan tangan dengan geram. Sedikit pun dia tidak menyangka kalau perempuan yang akan dihadapinya adalah jenis langka seperti ini. Dia sudah setengah mati menahan emosi, tapi Via masih saja bisa tersenyum mengejek.
"Kamu akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jangan sampai kamu menangis darah saat Andy memilih untuk meninggalkanmu. Dasar Pepacor."
Via tertawa lebar. "Daripada kamu, Pelakor."
Sari menghentakkan kaki dengan kesal dan segera berlalu dari sana. Hampir saja dia terlambat bila terus meladeni perempuan gila itu. Sari merutuki orang tua Andy yang menurutnya telah buta saat memilih Via.
Sementara Via yang tinggal sendiri hanya mengembuskan napas. Entah sampai kapan hal seperti ini akan berlanjut, pikir perempuan itu.
Namun Via yakin, akan ada saat semuanya telah selesai. Saat dimana Andy jatuh ke dalam pelukannya secara utuh tanpa mengingat Sari lagi. Via semakin bertekad untuk membuat suaminya takluk. Hanya perlu beberapa minggu. Ya, beberapa minggu lagi dia akan membuat Andy takluk. Tidak perlu sebulan.
....
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang