Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.
Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.
Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.
Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.
Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.
Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.
Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan duduk di sana.
"Habis mandi ya, Dek?" tanya Andy sambil melangkah pelan menuju lemari yang ada di depan Via.
"Enggak. Aku habis dikejar-kejar begal."
Andy memutar tubuh dan melotot ke arah isterinya yang, ah, dia pun bingung menjabarkan tentang perempuan itu.
"Gak bisa menjawab dengan serius ya, Dek?" Andy melangkah mendekati Via sambil berkacak pinggang.
"Ya, nggak lah. Pertanyaan abang juga gak masuk di akal. Untuk apa dijawab dengan serius. Sudah jelas abang lihat aku habis keramas, masih pakai nanya juga." Setelah berkata begitu Via bangkit dari duduknya dan melangkah dengan cuek menuju meja rias.
Sementara Andy berusaha mengatur napas yang terasa ngos-ngosan saat menghadapi isterinya. Lalu timbul niat untuk membalas sikap isterinya.
"Ngapain juga keramas pagi-pagi, toh kita nggak melakukan apa-apa. Atau jangan-jangan, adek tadi malam pengen abang apa-apain, ya?" Andy berkata sambil mendongak angkuh. Dia sudah siap bila Via menoleh dengan mata melotot sambil mengucapkan bahasa emosinya.
Namun apa yang dibayangkan Andy tidak sesuai dengan kenyataan.
Via hanya berdecih sambil menyisir rambutnya yang cukup panjang. "Sorry, lu minta dikebiri ya, Bang. Aku gak ada niat tuh, mau diapa-apain sama abang. Aku keramas pagi-pagi cuma mau menyelamatkan diriku sekaligus menyelamatkan abang saja."
Andy harus melongo mendengar ucapan Via. "Maksudnya apa?"
Via menoleh lalu melangkah dan mendekati Andy sambil bersedekap. "Kalau aku nggak keramas pagi-pagi, bisa-bisa aku dicap sebagai isteri yang tidak mau melayani suami di malam pertama, dong. Bisa gagal aku hidup-."
"ADS?" potong Andy dengan wajah masam.
Via menjentikkan jari dengan wajah sumringah. "Betul. Dan parahnya lagi, bisa-bisa orang mengira, abang yang lemes. Padahal sebenarnya memang iya."
Andy membelalakkan matanya dengan wajah sangar. "Maksud adek apaan? Abang lemes? Apa perlu bukti? Ngomong kok minjem mulut kambing, sih."
"Mbe ...." Via mengeluarkan suara kambing saat Andy mengatainya. "Lah, abang kok sewot? Kenyataan, kan? Buktinya abang pura-pura tidur tadi malam."
Setelah berkata begitu, Via meninggalkan Andy yang terduduk lemas menghadapi isterinya sendiri.
"Ya, Allah. Baru satu hari. Masih ada hari esok, lusa dan seterusnya. Apa benar ini yang kuminta saat di dalam kandungan ibu?"
Andy mengacak rambutnya dengan kesal. Ingin memaki tetapi tidak tahu mau memaki siapa.
.....
Anak-anak dari kerabat yang datang berlarian ke sana ke mari. Sebagian sudah menyantap sarapan pagi. Hari ini tidak ada acara makan bersama. Yang ada hanya menyelamatkan perut masing-masing.
Perut Andy juga sudah menyanyi minta diisi. Namun ayah dan ayah mertua beserta kerabatnya masih belum ingin menyudahi perbincangan di teras rumah.
Lalu Via datang sambil membawa nampan berisi teh manis.
"Wah, menantu ayah pengertian, ya," puji Danu, ayah Andy.
Via hanya tersenyum simpul. Namun cukup menguak rahasia lesung pipinya.
Andy mendengkus. "Di hadapanku dia seperti harimau. Tapi bila di hadapan ayah dia seperti kucing," pikirnya.
Lalu timbul kembali niat untuk mengusili isterinya. "Dek ...," sapanya dengan lembut.
Namun tatapan yang didapatnya dari Via tidak bisa membalas kelembutan yang diucapkannya. Perempuan itu melirik dengan tajam.
"Ada apa?" tanya Via dengan suara datar.
"Abang mau makan," ucap Andy sambil memaksa diri untuk tersenyum demi kelancaran rencananya.
Via mendengkus. "Ya, sudah. Ambil saja ke dapur. Aku sudah masak bersama ibu tadi."
"Ambilin, dong ...," pinta Andy dengan suara mesra.
Bisa dilihatnya kalau Via mengatupkan mulut menahan emosi. "Abang nggak lihat kalau pekerjaanku masih banyak?"
Baru saja Andy membuka mulut hendak menjawab, suara Danu mendahuluinya.
"Ambilkan saja, Nak. Di dalam keluarga ini kaum prianya biasa disuguhi makanan."
Tiba-tiba saja ekspresi Via berubah. Dia tersenyum manis sambil mengangguk. "Baik, Ayah."
Hal itu semakin membuat Andy kesal dan ingin menggigit Via saking geramnya.
Setelah Via berlalu, tak lama kemudian dia kembali dengan sebuah piring yang sudah berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya. Diserahkannya piring tersebut kepada sang suami lalu kembali masuk ke dalam rumah dengan diam.
Andy cengar cengir melihat sikap Via yang memasang wajah datar. Disuapnya nasi yang ada di piringnya dengan sepenuh hati.
Sampai tiba-tiba ...
"Lho, Andy? Ibu baru lihat kamu tapi nggak lihat kamu lewat ke kamar mandi. Kok nggak mandi, Nak?"
Suara ibunya membuat Andy tersentak, ditambah lagi dengan ucapan ibunya. Tentu saja ibunya menyadari siapa saja yang memasuki kamar mandi, lah wong kamar mandi tepat di samping dapur.
Tanpa sadar Andy terbatuk dan membuat sebagian butiran nasi masuk ke saluran hidungnya. Sakitnya luar biasa. Dia terbatuk dan meringis membuat ibu dan ayahnya blingsatan dan akhirnya memanggil Via.
"Via, tolong ambilkan air minum untuk suamimu, Nak." Rahma, ibunya Andy berteriak memanggil menantunya yang berada di dalam rumah. Tampak di matanya Via berjalan tergopoh-gopoh sambil membawa segelas air minum.
"Kasih sama Andy, ya. Keselek dia, pasti sakit." Setelah berkata begitu ibunya beranjak pergi.
Begitu juga dengan Danu yang berdiri sambil geleng-geleng kepala. "Makanya makan itu ya hati-hati dan pakai perasaan, Ndy."
Andy tak menghiraukan ucapan Danu. Dalam hati dia merutuk, "Di mana-mana makan itu menggunakan tangan dan mulut, Ayah."
Namun itu semua tidak terucapkan. Yang dibutuhkannya saat ini adalah segelas air yang ada di genggaman isterinya. Tangannya terulur meraih gelas tersebut. Namun Via menariknya dan meletakkan ke atas meja dengan sedikit dihentak.
Setelah itu dia berlalu dengan menarik sebelah matanya dengan lidah terjulur. Mengejek Andy.
Andy yang terkejut dengan perlakuan sang isteri semakin terbatuk dan meminum air di gelas dengan sekali tegukan.
Mengelap mulutnya dengan kasar, dia lalu meletakkan gelas beserta piring yang masih berisi makanan di meja. Disusulnya Via yang ternyata memasuki kamar.
"Senang ya, Dek, lihat abang kayak gitu." Andy mendekati Via yang sedang berkaca dengan wajah tidak berdosa.
"Rasain. Itu kualat namanya. Makanya jangan sok manja apalagi kalau isteri lagi sibuk."
Andy terkekeh sinis. "Sadar juga kalau sudah jadi status isteri. Tapi kok melawan banget?"
Via menoleh dengan alis bertaut. "Yang melawan siapa?"
"Adek, lah."
Via mengangkat bahu dengan cuek. "Aku nggak merasa kalau sudah melawan abang, kok."
Andy mengerutkan dahi dengan kesal. "Lah? Yang tadi itu apa namanya kalau bukan melawan?"
Perempuan itu kembali mengangkat bahu dan berkata, "Entah. Suka-suka abang lah mau menyebutnya itu apa."
Andy mengepalkan tangannya dengan geram. Pernikahan ini sama sekali tidak diinginkannya. Tak cukupkah dia merana harus berpisah dengan kekasihnya dan menikah dengan wanita lain? Tapi kenapa harus dengan wanita seperti Via?
Tak tahan dengan kejengkelan yang dipendamnya, Andy melontarkan kata-kata yang tidak disadarinya.
"Dasar perempuan gila."
Setelah berkata begitu dia berbalik menuju pintu. Namun belum sampai di pintu, dia sadar kalau ucapannya sudah keterlaluan. Via pasti sangat tersinggung dengan ucapannya. Terbukti dari sikap diam perempuan itu dalam menanggapi ucapannya.
Dia lalu menoleh kembali ke arah isterinya dan melihat Via terdiam sambil menatap Andy dengan tatapan yang sulit diartikan.
Sedetik kemudian perempuan itu bergerak tak beraturan sambil menggoyangkan tangan dan memutar-mutarkan kepalanya sendiri.
Andy terkesiap. Terkejut melihat tingkah Via yang mendadak itu.
Dia lalu melangkah dengan kalut mendekati isterinya yang masih bergoyang tak karuan.
"Dek? Adek kenapa?" Andy mencoba menangkap tangan Via dan menariknya mendekat. Wajahnya memucat. Takut melihat kejadian tak biasa yang ada di hadapannya.
Saat tangannya berhasil menangkap tubuh Via, perempuan itu langsung berhenti dan menatap wajah Andy dengan dingin.
"Adek kenapa, hah?"
"Bukannya abang bilang kalau aku perempuan gila. Perempuan gila ya harusnya tingkahnya seperti tadi."
Ya salam....
Andy menepuk jidat dengan kesal. Kalau bisa dia ingin menjedutkan kepalanya ke dinding. Eh, tidak. Menjedutkan kepala Via ke dinding, tepatnya.
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang