.....
Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.
Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.
Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.
Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah.
"Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"
Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.
Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk.
"Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring.
"Aku cuma pura-pura saja. Kenapa memang? Pasti abang mengutuk di dalam hati dan mengatai aku, kan?"
Andy terdiam pura-pura tidak mendengar.
"Jadi benar, kalau abang mengatai aku di dalam hati?"
Andy menggeleng. "Nggak kok."
"Eleh, gak usah bohong."
Andy mendengus. "Terserah, ah. Cepat ambilkan nasinya, dong. Abang sudah lapar."
Via mengambilkan nasi suaminya dengan wajah merengut.
Andy mulai menyuapkan nasi ke mulut dan berdecak kagum dalam hati. "Masakannya lumayan juga," pikir Andy sambil menikmati makanannya.
"Abang pasti seneng banget ya, kalau di kantor." Tiba-tiba Via menyeletuk.
Andy mendongak sekilas dan kemudian lanjut makan lalu berkata, "biasa saja, kok. Capek malahan."
"Kok bisa capek? Mantan abang yang bucin itu kan ada di sana. Suruh saja dia memijat abang."
Andy tersedak. Dengan cepat dia meraih gelas dan menenggak isinya. "Adek ngomong apa, sih?"
Via terkekeh. "Abang kok kayak kaget gitu? Jadi benar, kalau so bucin itu memijat abang? Pijat yang gimana? Pijat plus plus?"
Mata Andy melotot garang. "Mulutnya, Dek. Abang lagi makan ini, loh. Suaminya makan malah dirusuhin. Bukannya dikasih suasana tenang."
Via menunduk dan tersenyum manis. "Maaf, deh. Habisnya aku kan khawatir lihat suami satu kantor sama mantan. Mantan yang terpaksa diputusin pula."
Andy mendongak menatap Via yang masih menunduk. Sekali lagi, sisi lembut isterinya muncul. Keheningan tercipta membuat Andy jadi serba salah.
"Adek kok nggak makan?" tanya Andy akhirnya, mencoba memecah kebisuan.
Via menggeleng. "Sebentar lagi. Abang saja dulu."
Andy kembali diam. Dihabiskan dengan cepat makanannya lalu beranjak dari kursi.
"Loh? Langsung berangkat, Bang?"
Andy mengangguk. "Kerjaan abang menumpuk karena cuti kemarin." Dia menatap wajah sendu Via. Tapi hanya sesaat. Karena sekarang wajah itu kembali terlihat menyebalkan.
"Banyak kerjaan atau gak sabar mau ketemu bucin?" Via merengut.
Andy menggeleng cepat. "Prasangka adek buruk banget, sih?"
"Wajarkan kalau aku berpikir kayak gitu?"
Andy kembali menggeleng dan meninggalkan Via. Dia langsung menuju keluar. Sesampainya di luar, dia kaget melihat Sari yang bersandar di gerbang rumahnya.
Otaknya bergerak cepat. Dia berbalik bermaksud menghalangi Via keluar atau dia akan terjebak aura membunuh isterinya. Namun semua terlambat. Via sudah berdiri di belakangnya.
"Loh, si bucin ngapain di situ?" tanya Via dengan suara yang agak di naikkan volumenya.
Andy menarik napas gelisah. Di gerbang Sari berdiri melotot dan melangkah mendekati mereka.
"Gawat," pikir Andy dengan keringat mulai basah.
"Mas, aku lelah jalan dari simpang tadi. Aku naik dari sini saja, ya?"
Andy menelan saliva dengan susah payah. Diliriknya Via yang diam dengan dahi berkerut.
Via menatap Sari dengan pandangan bertanya. "Simpang tadi? Apa suaminya pulang bersama Sari?" pikir Via dengan dada yang mulai naik turun dengan cepat.
Ditatap sang suami yang kini tampak pucat.
"Abang tadi pulang sama dia?" tanya Via. Dia merasakan kalau suaranya sedikit gemetar.
Andy hanya menggigit bibir sambil menggaruk tengkuk. Dia benar-benar merasa bersalah pada Via. Harusnya dia tadi menolak saat Sari minta tumpangan.
Kini di hadapannya Via berdiri dengan sorot mata kecewa. Untuk pertama kalinya dia melihat sisi lain lagi dari isterinya.
Namun sesaat kemudian mata itu kembali melebar dan Via memasuki rumah.
"Adek ...," panggil Andy dengan kalut. Dia menoleh ke arah Sari dan melotot. "Apa-apaan sih, kamu? Tidak seharusnya kamu bertindak seperti tadi."
Sari balas melotot. "Memangnya kenapa sih, Mas? Biar dia tahu kalau kamu tidak mungkin melupakan aku."
"Cukup, Sari. aku tidak mau membuat Via sedih. Dia itu isteriku."
"Tapi, Mas ...."
Ucapan Sari terhenti saat melihat Via keluar dengan wajah yang sulit untuk diartikan.
Andy melihat ada bekas air mata di pipi isterinya dan itu membuatnya semakin sesak.
Ketiganya sama-sam terdiam. Andy meraih tangan Via dan menatapnya dengan sorot mata meminta maaf.
"Abang mau bawa dia balik ke kantor, kan?" tanya Via dengan senyum yang semakin membuat Andy kikuk.
Pria itu menggeleng. "Abang tadi hanya berpikir, toh rumah juga searah. Tapi kalau adek memang gak suka, abang gak akan bawa dia lagi."
"Mas!" Protes Sari sambil melotot ke arah Andy yang tidak melihat ke arahnya.
Via mengangguk-angguk. "Tapi tetap saja abang sudah bawa dia," ucap Via lalu berjalan mendekati mobil Andy.
Tiba-tiba tangannya melemparkan sebuah batu yang diketahui Andy sebagai batu cobek yang digunakan untuk menggiling bumbu.
Batu tersebut terlempar tepat di kaca depan mobilnya dan menyebabkan pecahannya berserakan.
Andy dan Sari terkaget dan melongo melihat ulah Via yang terlihat mengerikan.
Sementara Via hanya membersihkan tangannya lalu kembali masuk ke rumah. Sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu, Dia menoleh ke arah Andy yang menatapnya sambil menelan ludah dan berkata, "Abang masih ingat kata-kataku tadi pagi, kan?"
Setelah mengucapkan itu Via masuk ke dalam rumah.
Tubuh Andy melemas. Tanpa pikir panjang disusul isterinya ke dalam rumah dan meninggalkan Sari di luar yang masih shock melihat kejadian di depan matanya.
......
"Adek," panggil Andy dengan suara pelan.
Via yang kini duduk di kasur menoleh dan tersenyum. "Apa, bang?"
Bahu Andy tampak turun. Perasan bersalah memenuhi pikirannya. "Adek marah?"
Via terkekeh. "Menurut abang?"
Andy menunduk. Bingung harus berkata apa lagi. Dihampirinya Via dan berlutut di hadapan isterinya.
"Abang minta maaf. Abang tahu kalau abang salah. Abang janji kalau hal seperti tidak akan terjadi lagi."
Via menganggu cepat dan menjawab, "oke."
Andy semakin sesak. Sikap Via benar-benar membuatnya semakin kikuk. Semudah itu Bia memaafkan? Andy tidak yakin.
"Adek gak marah?"
Via menatap Andy dengan wajah suram. Kemudian dia berdiri hendak pergi dari sana.
Namun Andy menahan tangannya dan membuatnya terhenti. Via menahan air mata yang mulai berebutan hendak keluar dari sarangnya. Berpikir keras, apa yang harus dilakukannya sekarang?
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang