"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah!"
Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.
Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.
Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.
Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan.
"Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."
Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak.
"Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang wataknya sedikit keras."
"Ibu ...."
Via yang di sebelahnya merengek mendengar ibunya membuka sifat buruknya.
Semua yang ada di sana terkekeh, kecuali Andy. Pemuda yang baru saja melepas masa lajangnya kini bergelut dengan pikirannya.
"Ya, Allah," rintihnya di dalam hati. "Kenapa ibuku memilih gadis berwatak keras seperti ini?"
Semua itu hanya bisa terucap di dalam hati Andy. Pernikahannya ini memang terjadi karena perjodohan dari kedua orang tua masing-masing. Di usianya yang sudah menginjak umur 30 tahun, orang tua Andy mendesak agar putranya segera duduk di pelaminan.
Sebagai anak yang mencoba untuk berbakti kepada orang tua, Andy hanya bisa menurut meski sebelum pernikahan ini terjadi, dia sedang menjalin kasih dengan Sari, teman sekantornya.
Hingga kini dia berada di tempat ini dengan Via yang kini menjadi istrinya.
Acara sederhana tanpa pesta besar-besaran itu akhirnya selesai. Dan kini kedua mempelai itu sudah berada di dalam kamar hendak beristirahat.
"Dek ...," panggil Andy dengan suara pelan saat Via tidur memunggungi dirinya.
"Apa?!" sahut perempuan itu dengan suara yang cukup kuat.
Buset! Andy mengelus dadanya karena kaget. Perempuan sadis begini jadi isterinya? Mimpi apa pria itu semalam.
"Adek kok tidur membelakangi abang, sih? Abang 'kan masih mau bicara." Masih dengan suara lembutnya, Andy mengajak Via untuk bersuara.
Tak lama perempuan itu mengubah posisi tidurnya menjadi telentang.
"Mau bicara apa, sih? Gak punya jam, ya, makanya gak tahu sekarang sudah pukul berapa?" Wajah Via berkerut kesal.
Andy menarik napas berusaha untuk sabar seperti yang sudah dipesankan oleh ibu mertuanya.
"Abang cuma mau tanya, adek kok mau nikah sama abang?"
Wajahnya segera berpaling ke arahku dengan mata melotot.
"Astaga, Dek. Matanya harus melotot kayak gitu, ya?" Andy kembali mengusap dada. Matanya memperhatikan wajah mungil istrinya. Cantik dan imut, tapi sedikit segan dengan mata lebarnya.
"Lah, abang sendiri kok mau nikah samaku?" Via malah balik bertanya.
Andy mengerutkan dahinya. Sabar, Andy, pikirnya. Menarik napas panjang lalu menjawab, "Abang bosan dipaksa menikah. Makanya abang menurut saja waktu ayah dan ibu menyuruh abang menikah sama Adek. Apalagi umur abang sudah 30 tahun."
"Nah, sadar juga kalau umur sudah 30. Masih pakai nanya juga kenapa aku mau nikah sama abang? Ya karena kasihanlah melihat abang gak laku-laku."
Andy membuang muka, memejamkan mata dengan rapat dan mengembuskan napas dengan kasar. Perempuan ini benar-benar membuatnya harus menebalkan kata sabar dalam dirinya.
Meski begitu, dia masih mencoba untuk lembut menghadapi Via. "Serius dong, Dek. Abang barusan jawabnya serius, lho."
Lalu dilihatnya Via menarik napas dan berkata, "Aku mau nikah sama abang karena ingin hidup terjamin. Abang'kan orang kantoran. Otomatis yang namanya gaji sudah pasti, dong. Jadi aku nggak perlu harus pusing memikirkan ekonomi."
Andy melongo mendengar jawaban jujur dan frontal yang diberikan isterinya.
"Jujur amat, Dek."
"Memangnya kenapa? Lebih baik begini, kan?" Via menatap Andy dengan alis naik. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis. "Memangnya Abang mengharapkan aku menikah sama Abang karena apa? Karena cinta? Ya gak mungkinlah. Abang sendiri kan gak cinta sama aku."
Andy mengangguk-angguk. Sungguh dia sedang berhadapan dengan wanita yang luar biasa sengkleknya.
Namun Andy masih penasaran dan ingin mendengar suara Via kembali.
"Terus ... Kalau abang minta sekarang, adek kasih nggak?" tanyanya dengan hati-hati sambil mempersiapkan hati dan telinga bila saja Via kembali bersuara keras.
"Minta apa?"
"Minta jatah, lah."
"Ya, sudah," jawab Via dengan singkat.
Andy kembali melongo. Semudah itu?
"Beneran nih, Dek?" Andy masih tidak percaya dengan jawaban Via.
"Iya."
"Sungguh?" tanyanya sekali lagi.
"Iya!" Bentak Via dengan mata melotot. "Kalau mau, cepat kerjakan. Jangan mulut doang yang bekerja."
Andy sampai memundurkan kepalanya karena kaget. Benar-benar diluar dugaan.
"Maaf, Dek. Abang masih heran dan kaget melihat adek segitu gampangnya berserah diri sama abang. Apalagi kita menikah bukan karena cinta."
"Jangan asal ngomong, Bang. Yang berserah diri sama abang itu siapa? Aku cuma menjalankan tugas sebagai seorang isteri saja. Kalau aku menolak, abang pulangkan pula aku ke rumah ibuku. Gagal hidup ADS aku."
"ADS apa, Dek?"
"Aman, Damai, Sentosa. Sudah ah, aku mau ke kamar mandi dulu."
Setelah berkata begitu, Via meninggalkan Andy yang bengong di kasur.
"Ya, Allah, berilah aku level kesehatan yang paling tinggi. Baru beberapa jam yang lalu dia menjadi isteriku, rasanya jantungku sudah lemah dan enggan berdetak." Andy berdoa di dalam hati sambil membungkus dirinya dengan selimut.
"Ogah banget menyentuh dia dengan situasi kayak gini. Nggak ada romantisnya sama sekali."
Andy lalu berpura-pura tidur saat merasakan pergerakan di kasur.
"Bang?" panggil Via sambil menggoyang tubuh Andy. "Sudah tidur rupanya," gumamnya kali ikut menarik selimut. "Mata sudah mengantuk masih sibuk mau minta jatah.
Andy semakin memejamkan matanya. Dia merasa kalau hari-harinya yang damai telah berakhir.
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
.....Via mencicipi kuah kari yang sedang dimasaknya. Dia berbohong pada suaminya kalau dia tidak tahu memasak dan sekarang dia akan menghidangkan makanan ini sebagai kejutan buat Andy.Hati kecil perempuan itu masih berharap kalau Andy pasti akan melihat ke arahnya. Hanya saja semuanya harus melewati proses yang Via yakin tidak akan memakan waktu yang cukup lama.Suara derum mobil terdengar. Dengan cepat Via meletakkan kari kambing yang sudah dituang ke dalam mangkuk dan meletakkannya di meja makan.Segera disongsong suaminya yang kini sudah memasuki rumah."Wangi banget. Wangi kari. Adek masak kari?"Via yang kini sudah berdiri di hadapan Andy mengangguk dan tersenyum.Andy melangkah cepat ke belakang dan melihat masakan yang dihidangkan isterinya. Ditariknya sebuah kursi dan segera duduk."Katanya gak tahu masak kari," sindir Andy sambil melirik Via yang sedang mengambilkan piring."Aku cuma pura-pura sa
Andy memanaskan mesin mobil. Hari ini saatnya dia kembali ke kantor. Cuti tiga hari yang diberikan bosnya untuk pernikahan sudah habis. Dia harus berkutat kembali di perhotelan tempat dia mencari pundi-pundi tujuan sejuta umat.Saat selesai memanaskan mobil dan keluar dari sana, dia melihat Via yang berjalan memasuki gerbang rumah minimalis tempat mereka tinggal."Dari mana, Dek?" tanya Andy sambil mengikuti langkah Via yang memasuki rumah."Beli nasi lemak," jawab Via sambil menunjukkan bungkusan yang ada di genggamannya.Andy mengerutkan kening saat Via mulai membuka bungkusan dan menghidangkan di meja."Kok gak masak?""Capek," jawab Via singkat.Andy terdiam. Disantapnya juga nasi yang masih mengepul itu."Abang kalau makan siang biasanya dimana? Pulang atau beli di luar?" tanya Via tiba-tiba.Andy menghentikan kunyahannya dan menatap isterinya yang duduk di hadapan sambil bertopang dagu.Mata le
Via sedang menyusun pakaian ke lemari saat Andy memasuki kamar dengan wajah segar."Mandi dulu, Dek.""Hm." Tangan Via tetap bergerak memindahkan pakaian dari kopor. Andy duduk di kasur sambil memperhatikan kegiatan Via. Terbit rasa ingin membantu perempuan bermata lebar itu. Namun saat mengingat ulahnya tadi, Andy mengurungkan niatnya.Tiba-tiba saja Via berdecih dengan ucapan yang mengejek. "Cis, pantesan.""Kenapa, Dek?" Andy bergerak mendekati Via dengan penasaran.Via mengangkat benda keramat berbentuk segitiga yang diambilnya dari dalam kopor. "Dalamannya saja sudah merk Crocodille. Apalagi yang memakai."Sejenak Andy tertegun, mencoba mencerna ucapan Via. Setelah dia mengerti dan sadar, tangannya dengan cepat menyambar benda tersebut dari Via.Via tertawa terbahak-bahak.Andy kembali tertegun. Untuk sesaat dia terpana melihat wajah Via yang berbinar ceria dan lepas. Tanpa wajah harimau ataupun suara gorila
Andy merebahkan tubuhnya yang penat. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat lelah, padahal dia tidak melakukan apa pun selama seharian.Sejenak dia diam dan berpikir. Bukan tubuhnya yang lelah, melainkan hatinya. Dia benar-benar capek hati memikirkan hidupnya.Berpacaran dengan Sari, malah menikah dengan wanita lain. Wanita harimau pula. Andy bergidik saat teringat akan Via.Perempuan itu masih belum memasuki kamar padahal waktu sudah mencium angka sepuluh. Andy gelisah. Dia harus bicara dengan Via.Tak lama perempuan itu memasuki kamar. Menutup pintu dengan pelan lalu berdiri di depan meja rias.Andy memperhatikan tingkah Via. Seharian ini dia melihat ada tiga jenis Via.Satu, Via yang menurut seperti anak kucing bila di hadapan orang tua.Dua, Via yang tertawa bebas dengan orang lain.Dan ketiga, Andy menggeram. Via yang berwujud manusia harimau. Sialnya, wujud yang satu ini hanya ditunjukkan Via di hadapan Andy.
Rumah Andy masih tampak ramai disebabkan karena beberapa kerabat yang hadir saat pernikahannya semalam, masih berada di rumahnya.Meski dinginnya subuh masih menusuk tulang, hiruk pikuk rumah minimalis itu mulai terdengar. Suara piring yang beradu, perbincangan yang simpang siur membuat Andy terbangun.Matanya terbuka perlahan dan masih mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Diliriknya ke arah samping mencari keberadaan Via, tapi dia tidak menemukannya.Andy mengembuskan napas dengan pelan, tidak peduli saat tidak menemukan isterinya. "Palingan dia sudah sibuk membantu ibu," pikirnya.Kemudian Andy menegakkan tubuh dan duduk di pinggiran kasur. Melakukan peregangan otot pinggangnya lalu berdiri.Sesaat kemudian pintu kamar terbuka dan menutup kembali. Andy tersentak dan menoleh ke arah pintu.Di sana ada Via yang sudah segar dengan rambut tampak basah saat handuknya dibuka. Perempuan itu melangkah pelan ke arah kasur dan dudu
"Saya terima nikah dan kawinnya Deliana Oktavia Binti Rahman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Semua yang berada di ruangan yang sudah di dekorasi dengan nuansa hijau muda itu mengucapkan hamdalah setelah ijab kabul selesai.Fernandy Bagaskara, sang pengantin pria hanya menunduk lesu saat pengantin wanita yang kini sudah sah menjadi isterinya duduk di samping.Perlahan dia menoleh saat tangan gadis yang biasa dipanggil Via itu mengulurkan tangan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.Petuah-petuah dan pedoman berumah tangga yang diucapkan ayah dan ayah mertuanya sama sekali tidak didengarnya dengan baik. Andy hanya diam menunduk dan mengangguk bila diperlukan."Perbanyak sabar dalam menghadapi putri ibu, ya Nak."Sri, ibu mertua Andy mengeluarkan suara hingga membuat Andy mendongak."Maafkan bila dia bersikap keras kepala. Putri ibu yang satu ini memang