*Ajeng POV*
Sekitar jam lima sore aku baru terbangun dari tidur siang. Kalau saja perutku tidak berteriak minta diisi mungkin saja, aku masih bermalas-malasan di tempat tidur. Aku raih ponselku yang berada di dekat meja kecil samping tempat tidurku.
'Hmmmm, kenapa mas Bram tidak menghubungi ku yaaa?' gumamku dalam hati.
Aku membuka panggilan masuk, karena aku pikir, bisa jadi mas Bram menghubungiku, karena aku tertidur, bisa jadi aku tidak mendengar panggilannya. Tetapi, setelah aku cek, ternyata mas Bram tidak menghubungiku.
Kemudian aku menghubungi Bram, tetapi sudah sampai beberapa kali, tidak satu pun panggilanku di jawab oleh Bram, dan itu membuat diriku kesal dibuatnya.
'Koq bisa sih....mas Bram tidak menjawab panggilanku, hmmmm lagi dimana dia sekarang?' gumamku dalam hati.
Aku lalu beranjak dari tempat tidur menuju kulkas, untuk melihat, makanan atau camilan apa yang masih tersisa. Karena aku sudah sangat lapar sekali. Ternyata, yang tersisa hanya sepotong roti.
"Mas Bram ini kemana sih, lama sekali dia pergi." aku berbicara sendiri sambil mengambil sepotong roti yang aku berikan gula pasir.
Aku pun membuat satu gelas teh hangat untuk menemani sepotong roti yang aku makan. Kemudian aku berjalan ke ruang keluarga. Aku berpikir, kalau aku menghabiskan waktu dengan menonton televisi, setidaknya rasa laparku tidak akan terasa.
Sesekali aku melihat ke jendela ketika ada suara mobil melintasi rumah. Hampir satu jam lamanya aku menunggu kedatangam Bram. Setelah aku dengar suara klakson mobil dari balik pintu pagar, aku berlari kecil untuk membuka pintu pagar.
Aku lihat mobil Bram masuk, kemudian aku menutup kembali pintu pagar. Dan kulihat, Bram keluar dari mobil menuju pintu. Sedangkan aku mengikuti berjalan di belakangnya.
Sesampai di dalam, aku langsung berkata kepada Bram.
"Mas ini bagaimana sih...,kenapa enggak jawab panggilan ku? Memangnya lagi sibuk?" ucapku dengan nada kesal.
Melihat aku berbicara dengan nada kesal, Bram menghampiri ku dan meminta maaf, karena ketika ia di Rumah Sakit, ia tidak menyalakan nada dering.
"Sayang...aku tidak mematikan nada dering, agar tidak mengganggu waktu istirahat bunda dan pasien lain yang ada disana, aku harap kamu cukup mengerti yaa...," ujar Bram sambil merangkul pundakku.
Setelah rasa kesalku berkurang, aku memberitahu Bram, kalau aku lapar. Dan aku hanya makan sepotong roti. Mendengar hal itu, Bram lalu memintaku untuk membersihkan diri, karena ia akan mengajak aku untuk makan di luar.
"Sudah sana.. mandi dulu, Kita akan makan malam sate kambing kesukaan kamu."
Aku langsung menuju kamar mandi, dan membersihkan diri secepat mungkin. Setelah selesai mandi, aku langsung menuju ke ruang keluarga.Ayoo...mas, katanya mau makan malam," rajuk ku menarik tangan Bram.
Kemudian kami pun keluar untuk mencari makan malam. Kulihat mobil Bram berhenti di dekat Rumah Makan sate kambing. Dan itu membuat aku ingin cepat-cepat masuk ke Rumah Makan itu.
Setelah memarkir mobil di sisi jalan dekat Rumah Makan itu, aku dan Bram masuk ke dalam, mencari tempat duduk, lalu kami memesan dua sate kambing dan dua gulai kambing.
Sambil menunggu makanan yang kami pesan, aku bertanya pada Bram.
"Mas, memang enak sate disini?" tanyaku padaBram.Aku lihat, Bram hanya mengacungkan kedua jempolnya, menandakan sangat enak sate disini. Dan Bram pun mengatakan," Kamu pasti suka."
Mendengar apa yang dikatakan Bram, membuat aku bertanya kembali padanya.
"Memang Mas pernah makan kesini?"
Bram pun menjawab ku," Yaaa...aku beberapa kali makan disini bersama teman-teman kantor."
Sambil menunggu makanan di hidangkan, aku bercerita pada Bram, kalau tadi aku tidur melampaui batas dan rasa laparku membuat kekesalan pada hatiku.
Beberapa saat kemudian, pelayan datang membawa pesanan kami. Lalu kami pun mulai menyantap makanan yang telah disajikan. Bram melihat aku menikmati makanan itu dengan antusias.
Melihat aku makan dengan rakus, membuat Bram bahagia dan berkata.
"Semoga, calon bayi dikandungan kamu suka juga yaaa dengan sate kambing ini."
Aku pun berdoa dalam hatiku,' Semoga calon bayiku akan baik-baik saja, dan tumbuh dengan sempurna.'
Setelah kami selesai makan, aku meminta Bram untuk memesankan sate dan.gulai satu porsi untuk dibawa pulang. Karena aku pikir, nanti malam aku akan makan lagi ketika lapar.
Setelah mereka memberikan pesanan yang kami pesan, Bram beranjak ke kasir untuk membayar dan secepatnya beranjak dari Rumah makan itu.
Kami berjalan di pinggir trotoal untuk sampai ke kendaraan kami.
Setelah kami masuk kedalam mobil, aku memutar lagu kesenanganku, dan turut bernyanyi dengan sesekali menggoyangkan kakiku.Sesaat kulihat Bram yang sedang mengendarai mobilnya, melirik ke arahku. Lalu aku pun berkata padanya.
"Mas terganggu karena aku mendengarkan musik agak keras?" aku bertanya padanya karena aku tidak enak ketika ia melirik ke arahku.
Bram tersenyum dan berkata," Ooh jelas tidak terganggu, malah membuat aku terjaga, dari kantukku," jawab Bram.
Ketika kami melewati sebuah toko swalayan, aku meminta Bram untuk singgah ke tomo itu. Lalu, Bram pun memarkir mobilnya di depan toko swalayan itu.
"Mas, aku akan membeli beberapa bahan makanan, dan beberapa camilan, aku lihat di dalam kulkas sama sekali tidak ada makanan," ujarku sambil menuju ke pintu swalayan.
Lalu kami pun masuk ke dalam swalayan, dan aku meminta Bram untuk mengambil Troly, untuk mempermudah aku memasukan beberala belanjaan yang aku beli.
Bram berjalan dengan Troly mengikuti langkahku yang berjalan di antara rak-rak bahan makanan, setelah merasa cukup dengan beberapa bahan yang aku beli, kami pun melangkah ke kasir untuk membayar barang-barang yang aku beli.
Setelah selesai kami menuju ke kasir dan membayarnya. Kami keluar dari swalayan menuju mobil yang di parkir di halaman toko swalayan tersebut.
"Mas, belanjaanku di taruh di bagasi saja," ucapku pada Bram yang membawa belanjaanku.
Bram pun menaruh seluruh barang belanjaan di bagasi, lalu masuk kedalam mobil dan berlalu dari halaman parkir swalayan itu menuju rumah kami.
Sesampai di Rumah, Bram membawa selurug barang belanjaan ke dapur. Sedangkan aku berjalan mengikutinya dari belakangnya. Sesampai di dapur aku merapikan seluruh barang belanjaanku.
Belum sempat aku merapikan seluruhnya, aku merasa mual yang teramat sangat pada lambungku, sehingga aku berlari ke kamar mandi. Disana aku memuntahkan semua makanan yang tadi aku makan.
Ketika aku akan membersihkan brkas muntahanku, tanpa aku sadari Bram sudah berada di kamar mandi.
"Sudah, biar aku yang membersihkan, sekarang kamu ke tempat tidur saja," pinta Bram padaku.
Aku beranjak ke tempat tidur kami, dan ku dengar Bram masih membersihkan kamar mandi. Lima menit kemudian, Bram datang dan menghampiriku yang berbaring di tempat tidur.
"Apa sekarang masih ingin muntah?" tanya Bram.
"Sudah agak legaan mas," jawabku.
Lalu aku lihat Bram mengambil minyak penghangat dan memberikan pada bagian perut dan punggungku. Setelah itu ia mengambilkan aku obat anti mual yang waktu itu diberikan Dokter.
"Minum dulu obat mualnya," pinta Bram.
Aku pun meminum obat anti mual itu. Setelah itu, Bram menemaniku di tempat tidur dengan memeluk tubuhku. Bram dengan kasih sayang mengecup keningku dan berkata," Yang sabar yaaa sayang, ternyata berat juga masa kehamilan itu."
Bram terus mengelus-ngelus perutku yang belum terlihat buncit sambil berbicara dengan si calon cabang bayi.
"Nak,...baik-baik di perut mama yaa... jangan buat mama mual lagi," ucap Bram dan mencium perutku.
Tiba-tiba Bram teringat sesuatu, seharusnya hari ini ia yang menjaga bunda di Rumah Sakit. Lalu ia meminta izin aku, untuk menghubungi Dina. Aku yang melihat ketulusan Bram, memberikan izin padanya.
Aku dengar, Bram menyalakan speaker pada ponselnya ketika ia menghubungi Dina, agar aku mendengar pembicaraan mereka.
"Malam Din, aku ingin memberitahukan, kalau aku tidak bisa menjaga bunda malam ini, bisa kamu gantikan aku disana? Karena kondisi Ajeng juga sedang tidak enak badan," ujar Bram pada saluran ponsel.
"Baik Bram, tidak apa-apa, aku saja yang menjaga bunda, juga itu sudah menjadi tanggung jawabku," jawab Dina.
"Terima kasih yaa Din," ucap Bram pada akhir percakapan mereka.
Mendengar percakapan mereka,' Aku yakin dan percaya, kalau selama ini memang Bram tidak pernah menyentuhnya. Walaupun mereka suami istri. Karena di dengar dari percakapan, tidak ada sedikitpun kata mesra diantara mereka.' kata hatiku.
Setelah minum obat anti mual itu, aku merasa sudah tidak merasa mual. Dan aku merasa baik-baik saja. Lalu, aku kembali merapikan barang belanjaanku yang belum selesai aku rapikan.
Melihat itu, Bram yang awalnya melarang, akhirnya memperbolehkan aku merapikan barang belanjaan itu, karena memang dilihatnya aku sudah baik-baik saja.
Selesai merapikan barang belanjaan, aku membuat susu dan meminumnya. Setelah itu, tiba-tiba saja Bram menggendongku ke kamar sambil mencium bibirku.
"Aku minta yang enak yaa mas," bisikku ketika melepaskan bibirku dari bibirnya.
Bram dengan lembut, melepas satu persatu bajuku, lalu dengan lembut ia mencium seluruh bagian tubuhku. Aku pun melakukan hal yang sama padanya. Hingga kami pun saling bertautan satu sama lain.
Bunyi decap bibir Bram yang mengulum putingku, membuat tangan meraih batang kelelakiannya. Melihat aku telah meraih alat tempurnya Bram memintaku berada di atasnya dan berkata," Nikmati tubuhku sayang."
Aku pun naik ke atas tubuhnya, sedangkan tangannya meremas-remas kedua payudaraku. Setelah hasratku semakin menggebu, aku yang berada diatasnya, langsung mendekati bibirnya dengan posisi area sensitifku ke bibirnya.
"Mas...isap...mas," pintaku padanya.
Tanpa ampun, Bram langsung melahap seluruh area sensitifku. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika Bram memasukkan lidahnya kedalam area sensitifku. Dan menghisap klitorisku dengan kuat.
"Ooouuhhhhh....eeennaakkk itu mas...Aarhhh...ennnaaknya," desahku terus menerus sambil menekan area sensitifku kebibir Bram.
Setelah aku rasakan klimaks yang luar biasa, aku langsung mengoyangkan bokongku dengan keras hingga napasku tersengal-sengal. Sampai akhirnya aku menarik bokongku ketika klitorisku masih dihisap oleh Bram.
"Ooouhhh....nikmatnya mas, aku sudah keluar," ucapku pada Bram.
Setelah itu, Bram memintaku untuk memasukkan batang kelelakiannya kedalam area sensitif. Aku yang masih merasakan rasa nikmat yang tadi ku raih, menjerit karena rasa nikmat yang terus menerus aku rasakan, ketika Bram memegang pinggulku naik dan turun.
"Sudah....mas....Aaarhhmmmm ennakknya."
"Terus sayang...aku juga sudah enaakkk,..Aarhhh...," pinta Bram sambil terus mengangkat pinggul ku naik dan turun.
Sampai akhirnya kami mengalami klimaks bersama. Lalu kami berpelukan dengan cairan yang menempel pada bagian sensitifku.
"Banyak sekali muntahan mu ini mas," ujarku sambil tersenyum puas kearah Bram dengan memperlihatkan cairan putih yang menempel pada tubuhku.
Setelah itu, kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan sewaktu di kamar mandi, aku sangat terkejut, dengan sedikit cairan merah ketika aku buang air kecil. Melihat hal itu, badanku terasa lemas, kemudian aku kembali ke tempat tidur dan memberitahukan pada Bram.
"Mas, sepertinya ada darah keluar pada saat aku buang air kecil," ujarku penuh dengan kecemasan.
Bram yang mendengar hal ini sangat terkejut, lalu ia menghubungi Dokter. Dan menurut Dokter, untuk mengetahui dengan pasti, aku harus memeriksakan diri ke Dokter.
Kami lalu mengganti pakaian dan pergi ke Dokter kandungan. Setelah tiga puluh menit kami sampai di tempat praktek Dokter spesialis Kandungan yang menangani kandunganku.Kami menunggu nomor antrean. Setelah tiba pada giliran kami, perawat meminta kami masuk ke ruangan. Lalu kami pun masuk ke ruangan Dokter.
"Silakan masuk."
Dokter mempersilakan kami, dan kami duduk dihadapannya. Setelah kami berbincang-bincang perihal keluhan yang aku rasakan. Akhirnya Dokter dibantu oleh asisten perawat yang ada di ruangan itu, melakukan pemeriksaan dengan Ultrasonografi atau kebanyakan orang mengatakan dengan sebutan “USG”.
Beberapa saat kemudian setelah selesai melakukan pemeriksaan dengan Ultrasonografi, aku kembali duduk disamping Bram yang sejak tadi mendengarkan nasehat Dokter.
Dokter kembali duduk. Menulis resep dan berkata kepada kami.
"Demi kebaikan si jabang bayi, sementara kegiatan hubungan suami istri jangan dilakukan, sampai kondisi kandungan membaik, agar tidak terjadi keguguran pada semester awal kehamilan."
"Dan untuk si Ibu untuk bisa lebih banyak beristrahat, dalam istilah kedokteran biasa disebut 'Bed rest," ujar Dokter.
"Baik Dokter," jawab Bram dan diriku bersamaan.
Kami pun, hanya mengiyakan setiap saran yang telah diberikan Dokter pada Kami. Setelah itu, kami keluar ruangan menuju Apotik, menyerahkan resep yang diberikan dokter.
Beberapa lama kemudian kami pun mendapatkan obat yang telah diresepkan. Setelah membayar, kami meninggalkan Apotik, menuju ke mobil dan pulang ke rumah dengan berjuta doa, agar bayi kami baik-baik saja.
*Ajeng POV* Suara dering ponselku, terdengar keras ketika waktu menunjukan pukul lima pagi. Terhentak Aku terbangun, sekilas aku melihat Bram masih tertidur pulas ketika aku mengambil ponsel yang berada persis disamping meja sisi kanan tubuh mas Bram yang masih tertidur nyenyak. "Hallo Ajeng, ini bibi," terdengar suara bibiku ada di sambungan telpon dengan suara paraunya menangis. Ia memberitahukan kalau pamanku sakit, di kampung halaman. Bibi meminta aku untuk bisa pulang ke kampung halaman karena pamanku sedang sakit parah. "Baik bi, Ajeng akan segera pulang dengan mas Bram," Jawabku menahan isak tanggisku yang tertahan. Setelah aku menutup pembicaraanku dengan bibi lewat Sambungan telepon. Tanggisku pun meledak, hingga membuat Bram terbangun. Dalam keadaan bingung dan kaget Bram menghampiri diriku. "Ajeng, kenapa kamu menangis?" tanya Bram menghampiriku dan memeluk erat tubuhku.Bram sengaja membiarkan aku men
*Ajeng POV* Bram sampai di rumah tepat pukul sembilan malam setelah dia pamit pada bundanya di Rumah sakit serta pada Dina di rumah ibunda. Setelah berkemas membawa masing-masing satu koper, mereka pun memesan taxi untuk membawa mereka pergi Ke Bandara. Aku merasa gelisah, ketika menuju ke Bandara. Aku sangat kuatir dengan kondisi kesehatan paman yang telah menjadi Ayah bagi diriku. Ketika aku berpamitan kepada paman satu bulan lalu, kondisi paman baik-baik saja, tidak terlihat ada suatu penyakti yang diderita oleh paman. Tak terasa bulir air mataku jatuh membasahi pipi. Sesekali aku menyeka air mata yang jatuh membasahi pipiku. "Ajeng sayang, sudah tenangkan dirimu," Bram mencoba menghiburku, dengan mengenggam tanganku, lalu merebahkan kepalaku pada bahu bram. "Aku sangat takut terjadi sesuatu hal dengan paman mas,"sahutku dengan isak tanggis yang tertahan. "Semua akan baik-baik saja, saat ini kita hanya bisa mendoaka
*Ajeng POV* Setelah kami selesai sarapan pagi, saudara lelaki sepupu ku menyiapkan mobil yg akan digunakan ke Rumah Sakit untuk menjenguk Paman. Kami masuk ke dalam mobil, perjalanan menuju Rumah Sakit pun di mulai. Sekitar satu jam dalam perjalanan, kami sampai di Rumah sakit. Pada umumnya Rumah Sakit, bentuk dan struktur bangunannya hampir sama antara Rumah Sakit yang satu dengan Rumah Sakiy yang lain. Bagian depan dari rumah sakit tersebut ada sebuah taman. Di samping sisi kiri dan kanan adalah tempat parkir kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Ada pula supermarket mini, dan beberapa tempat Anjungan tunai mandiri. Di bagian depan Rumah sakit, ada bangunan besar yang di gunakan untuk bagian Unit Gawat Darurat, dimana setiap pertolongan pertama yang bersifat darurat akan merujuk pada bagian gedung ini. Lalu sisi gedung dari UGD ada sebuah bangunan lain, yang digunakan sebagai poliklinik, dari beberapa Do
*Bram POV* Setelah keluar dari kamar itu perasaan ku sungguh sangat kacau. Jantung ku masih berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak, untuk kedua kali, aku melihat Dina keluar dari kamar mandi hanya dengan mengunakan selembar handuk yang melingkari ditubuhnya. Memang tidak ada yang salah dengan semua itu apalagi kami adalah pasangan suami istri. Hanya saja selama ini, komitmen yang sudah kamk ikrarkan menjadi penyebab jantung ku berdetak kencang. Ditambah kejadian tempo hari yang sungguh menyita sebagian pikiranku, tentang rasa bersalah ku pada Dina. Sampai-sampai aku berpikir, apa rasa bersalah ku pada Dina, yang membuat perubahan pada hati dan pikiranku. Sedangkan hasrat yang aku rasakan saat ini, menurut ku, hanyalah dari rasa kasian ku pada diri Dina, yang melampiaskan kebutuhan batinnya dengan caranya sendiri.M "Mas Bram sudah kembali dari kampung halaman Ajeng?" tanya Dina yang tiba-tiba sudah berada di belakang ku.
Beberapa saat mereka kembali pada tempat tidur masing-masing. Disofa itu Bram masih saja tidak bisa memejamkan matanya walaupun dirinya telah berupaya untuk memejamkan matanya tetapi bayangan kemolekan tubuh Dina membuat jantungnya masih saja berdetak kencang. Sedangkan Dina yang berada ditempat tidurnya juga merasakan hal yang sama. Dirinya tidak bisa memejamkan matanya, dirinya tidak menyangka sama sekali Bram melakukan hal ini kepadanya. Dalam sepuluh tahun ini Bram sangat dingin dan selalu menghindari dirinya. Dina sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Bram dan Dina masih merasakan saat-saat bibir Bram melumat bibirnya, karena Bram tidak pernah sekalipun melakukan hal itu padanya selama masa pernikahan mereka. Dina juga masih memikirkan, kira-kira hal apakah yang membuat perubahan drastis pada diri Bram. Ketika Dina masih terus memikirkan hal itu, tiba-tiba Bram telah duduk di pinggir tempat tidurnya dan Dina terkejut den
“ Pak bram...pak bram...,” ucap asisten rumah tangga di rumahnya memanggil bram sambil mengetuk pintu kamar Bram. “ Bu Dina...bu dina...,” ucap asisten rumah tangga mereka lagi sambil mengetuk pintu kamar mereka dan memanggil nama Dina. Setelah merasa tidak ada jawaban dari dalam kamar, asisten rumah tangga itu pun pergi menemui ibunda bram. “Maaf buu...Pak Bram dan Bu Dina belum bangun juga,” ucap asisten rumah tangga itu melaporkan hal yang telah dilihatnya. “Yaa sudah biarkan saja dulu,” ucap ibunda bram sambil berharap dalam hati agar mereka bisa mendapatkan keturunan. Sekitar Jam sebelas mereka pun terbangun dari tidurnya dalam keadaan masih telanjang bulat. Dilihat Bram, Dina masih tertidur disampingnya. Lalu Bram mencium kening Dina dan menutupi seluruh tubuh Dina dengan selimut tebal. Setelah Bram pergi ke kamar mandi dan berpakaian rapih ia pun langsung menemui ibundanya. “Siang bunda...,” sapa Bram pada bunda nya.
Sejak kepergian Bram ke kota lebih dari dua minggu lalu , Ajeng merasakan kesepian. Sebenarnya dia menyesali atas segala keputusan yang telah dia ambil. Padahal waktu itu Bram meminta padanya untuk berpikir sekali lagi untuk kembali bersama Bram ke rumah mungil mereka. Masih terbayang dibenaknya ketika saat bahagia mereka sejak kereta terakhir yang Ajeng tumpangi berhenti di perhentian terakhir di pagi subuh itu. terlihat sekali kalau Ajeng hari ini sedang merindukan Bram suaminya. “Ajeng apa yang sedang dipikirkan nak?” tanya bibiknya membuyarkan lamunan Ajeng. “Ooh...bibik, tidak mikir apa-apa koq bik,” jawab Ajeng. “Nak... apa dirimu ingin bertemu dengan suamimu?” tanya bibiknya lagi. Ajeng terdiam lalu tiba-tiba dilihat oleh bibiknya air mata Ajeng menetes membasahi pipinya. Lalu dalam dekapan bibiknya dirinya menumpahkan segala kegundahan hatinya. Diceritkan pada bibiknya kalau seharusnya Bram sudah mengunjungi dirinya di tanggal kemarin. D
Setelah dirinya masuk ke rumah munggil yang telah ditinggalkan selama hampir tiga bulan serasa hatinya miris melihat keadaan rumah yang kotor dan tidak terawat. Padahal ketika dirinya meninggalkan rumah ini semua masih terlihat rapih dan terawat. Kini Ajeng membuka kamarnya untuk menaruh koper dan tasnya. Dia melihat kamar tidurnya masih rapih tetapi terasa berdebu pada seprainya. Ajeng pun menganti seprei tempat tidur itu serta membuka jendela yang ada dikamar agar sirkulasi udara didalamnya berganti dengan yang baru. Dilihat olehnya jam baru menunjukan hampir pukul empat sore. Karena dirasakan perutnya lapar maka setelah mengganti sprei tempat tidurnya Ajeng beranjak menuju ke dapur dan melihat isi kulkas yang ada disana. Mungkin saja ada makanan yang bisa dimakannya pikir Ajeng. Sesampai di dapur dia membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata disana masih ada beberapa telur, buah-buahan, sosis, nugged dan susu coklat cair. Ajeng teringat karena ketika dia
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak