*Bram POV*
Setelah keluar dari kamar itu perasaan ku sungguh sangat kacau. Jantung ku masih berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak, untuk kedua kali, aku melihat Dina keluar dari kamar mandi hanya dengan mengunakan selembar handuk yang melingkari ditubuhnya.
Memang tidak ada yang salah dengan semua itu apalagi kami adalah pasangan suami istri. Hanya saja selama ini, komitmen yang sudah kamk ikrarkan menjadi penyebab jantung ku berdetak kencang.
Ditambah kejadian tempo hari yang sungguh menyita sebagian pikiranku, tentang rasa bersalah ku pada Dina. Sampai-sampai aku berpikir, apa rasa bersalah ku pada Dina, yang membuat perubahan pada hati dan pikiranku.
Sedangkan hasrat yang aku rasakan saat ini, menurut ku, hanyalah dari rasa kasian ku pada diri Dina, yang melampiaskan kebutuhan batinnya dengan caranya sendiri.M
"Mas Bram sudah kembali dari kampung halaman Ajeng?" tanya Dina yang tiba-tiba sudah berada di belakang ku.
Aku yang saat itu, sedang berada di ruang keluarga dan sedang memandangi sebuah aquarium yang berada diruangan itu, terkejut dengan kedatangan Dina.
Sebelum aku membalikkan tubuh untuk menghadap ke arah Dina, aku mencoba menenangkan diri dengan berkata kepada Dina sebelum membalikkan tubuhku.
"Iyaa tadi mas mendarat dengan pesawat pertama," sahut ku.
Setelah itu aku membalikkan tubuhku berhadapan dengan Dina, yang kala itu menggunakan kaos dengan lengan pendek dan celana kulot.
"Mas, hari ini tidak ke kantor?" tanya Dina memandang ke arahku.
Dalam hati ku,' Dina pasti tersenyum melihat raut wajahku yang berwarna merah, karena rasa malu karena kejadian di kamar tadi.'
"Ada yang aneh yaa mas, dengan wajah dan dandanan aku? Karena aku lihat mas tadi tersenyum," tanya Dina, karena ia merasa Bram tersenyum ketika memandangnya.
" Ooh...tidak, Din...," jawab singkat Bram.
"Mas...kenapa tidak menjawab aku..," ujar Dina.
"Pertanyaan apa yaa Din?" Aku balik bertanya pada Dina.
"Hehehehe...mas ini lucu, tadi aku tanya...apa mas ke kantor hari ini."
Dengan tersenyum malu, aku yang terus kepikiran atas bentuk seksi tubuh Dina, tidak bisa berkosentrasi. Sampai lupa pertanyaan Dina.
Kemudian, aku pun menjawab,"Nanti siangan, aku akan ke kantor, hanya untuk mengecek beberapa surat yang harus aku tanda tangani," jawab ku.
Kami akhirnya saling berdiam diri, kemudian Dina bertanya padaku.
"Apa mas tadi sudah makan? Kalau belum aku akan siapkan yaa," tanya Dina padaku.
Dan aku seperti kerbau di cocok hidungnya, mengikuti sarannya, dan berjalan menuju dapur mengikuti Dina yang berjalan di depanku, dengan pandangan mataku yang tertuju pada bokongnya yang besar.
Sesampai di meja makan, Dina menyiapkan makanan, kemudian aku langsung menyantap dengan lahap.
Selesai makan, aku dengar Angel akan keluar rumah, untuk membeli beberapa keperluan bahan pokok.
"Mas...Dina pergi dulu ke Supermarket untuk membelikan keperluan dapur," ucap Dina.
"Yaa...kamu hati-hati di jalan," aku berkata pada Dina, yang akan berbelanja ke supermarket.
Setelah kepergian Dina ke supermarket, aku kini berpikir tentang Dina yang enerjik dan seorang wanita yang santai dalam pemikirannya.
Mungkin saja, itu disebabkan gaya hidupnya ketika sekolah dan tinggal di luar negeri, jadi pemikirannya lebih simple, berbeda dengan Ajeng yang masih menganut tata krama dan segalanya masih di pikirkan.
Dalam hati aku bergumam,' kenapa aku membanding-bandingkan Ajeng dan Dina, ada apa dengan diriku saat ini?'
Kembali aku mempertanyakan perubahan yang terjadi dengan diriku, setelah sepuluh tahun hidup dengam Dina, baru kali ini, pikirannya terganggu dengan hadirnya Dina dalam setiap mimpiku, akhir-akhir ini.
Setelah Dina pergi, aku pun berjalan menuju kamarku untuk menganti pakaian. Karena aku akan ke kantor siang ini. Ada beberapa hal yang harus aku tandatangani.
Pada saat aku masuk kekamar mandi untuk sekedar mencuci wajah, tiba-tiba pandangan mataku tertuju pada pakaian dalam Dina yang tertinggal di bagian pojok tempat pakaian kotor.
Mungkin saja saat itu pakaian dalam Dina terjatuh ketika dirinya memasukan pakaian kotor lainnya kedalam tempat itu, pikir ku. Selesai aku mencuci mukanya. Aku mengambil pakaian dalam Dina yang terjatuh persis disamping tempat pakaian kotor itu.
Dan entah apa yang ada di benak aku saat itu, tanpa disadari, diriku sudah menciumi aroma yang ada di pakaian dalam Dina yang aku ambil. Dan aku sangat menikmati aroma dari pakaian dalam Dina.
Bagi aku, aroma khas pada bagian pakaian dalam Dina sangat membuat aku, kembali teringat akan hal yang dilihatnya beberapa hari lalu. Terus saja aku mencium aroma pakaian dalam itu dengan lebih lama dan lebih mendalam lagi, menghirup aroma khas pada pakaian dalam itu hingga aku berkhayal, seolah-olah diriku, bisa merasakan sensasi bagian tengah dari pakaian dalam itu. Tetapi seketika khayalan itu terhenti ketika suara ketukan pada pintu kamarku terdengar. Cepat-cepat aku menaruh pakaian dalam itu ke tempat pakaian kotor dan keluar dari kamar mandi setelah mendengar suara ketukan dari pintu kamarnya.
"Pak Bram, bunda memanggil," suara dari asisten rumah tangga terdengar memanggil aku.
"BBaik mbok sebetar lagi saya akan kesana," sahut Bram masih didalam kamar.
Selesai aku mengambil pakaian kantor dan memakainya, aku pun bergegas untuk menemui bunda. Sambil berjalan menuju kamar bunda, aku kembali teringat dengan kejadian di kamar mandi tadi dan diriku merasa, seperti orang yang tidak waras saat itu. sambil tersenyum diriku memikirkan hal itu.
"Bram... Sesekali ajaklah Dina pergi jalan-jalan, kasian bunda melihatnya di rumah saja mengurusi bunda," tutur ibunda kepadaku.
"Baik Bunda.... tapi hari ini saya akan ke kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Lagipula saat ini Dina sedang ke Supermarket untuk membeli beberapa keperluan,," jawab Bram.
"Iyaa... maksud bunda, lain kali ketika kalian tidak sibuk, sesekali ajak Dina pergi ketempat-tempat wisata di daerah yang dingin seperti ke puncak," kata ibunda ketika mengatakan keinginan nya.
"Pasti koq Bun... kami akan mengatur waktu yang tepat," jawab Bram memberikan ketenangan atas keinginan sang ibunda.
Akhirnya aku pun pamit pada bunda untuk pergi ke kantor. Aku pun berjanji untuk langsung pulang ketika telah menyelesaikan pekerjaan kantor agar bisa makan malam bersama hari ini.
Aku melangkah keluar kamar bunda menuju ke garasi mobil. Sedangkan asisten rumah tangganya dengan sigap telah membukakan pintu gerbang. Setelah aku masuk ke mobil dan berjalan keluar dari gerbang kembali asisten rumah tangga mereka menutup pintu gerbang.
Perjalanan ke kantor saat ini akan memakan waktu sekitar lima puluh menit di tengah jam sibuk seperti ini, dimana di siang hari kemacetan pasti akan terjadi. Untuk menghalau rasa stress akibat kemacetan di jam sibuk seperti ini, aku mendengarkan beberapa lagu slow rock. Dan aku pun kembali teringat dengan tindakan konyol yang mencium aroma dari pakaian dalam Dina.
‘Hmmm guman Bram dalam hatinya,” Entah kegilaan apa yang telah terjadi pada dirinya.
Mengapa dirinya terlihat begitu bodoh seperti itu. dalam hati dia mengutuk tindakan dirinya sendiri. Sempat terbersit dalam benak nya. Kalau saja Dina tahu akan kekonyolan atau kebodohan yang telah dilakukan dirinya, akan seperti apa wajahnya saat itu. senyum kecil mengingat-ingat hal itu. Aku pun tidak tahu perasaan apa yang sedang dirinya rasakan. Seakan-akan pada hari ini dirinya sangat bahagia hanya saja dirinya tidak tahu mengapa dirinya merasa bahagia.
Akhirnya aku sampai pada sebuah Gedung bertingkat di kawasan Perkantoran di kota itu. setelah dirinya memarkir kendaraannya. Dirinya bergegas menuju lantai lima, dimana disana tempat dirinya berkantor. Setelah memasuki lift dan menekan tombol angka lima pada bagian lift tersebut aku pun sampai pada sebuah kantor. Aku melewati ruangan customer service. Beberapa karyawaan disana memberikan salam padanya. Dan ada beberapa teman yang menyalaminya sambil menanyakan perihal kesehatan bunda.
Aku pun masuk ke ruangan, dan mulai duduk di kursi sambil membuat laporan. Sambil sesekali dirinya menghubungi beberapa staff disana, aku membaca beberapa surat yang harus di tanda tanganinya. Ada beberapa surat yang di ambil kembali oleh staff nya karena ada kekurangan data validasi pada surat tersebut. Beberapa staff pun ada yang menghadap dan memberikan beberapa surat di dalam map yang harus di tanda tanganinya atau sekedar melaporkan beberapa permasalahan yang sedang di tangani oleh staff tersebut guna meminta saran darinya.
Karena kesibukan ku membaca beberapa surat dan menanda tangani beberapa surat yang telah valid, tanpa terasa waktu pun bergulir dengan cepat dan saat itu telah pukul enam sore. Aku teringat akan janji pada ku, lalu aku pun menghubungi bunda dengan telpon yang ada di kantor. Setelah tersambung aku langsung mengatakan nya, untuk menunggu dirinya sekitar satu jam lagi Karena pekerjaannya baru saja selesai.s
Aku bergegas bergegas menuju lift dan turun mengambil mobil yang di parkir untuk segera meluncur ke rumah. Aku sangat tahu persis tentang karakter dari bunda.
Ketika dirinya telah berjanji untuk makan malam bersama, maka semalam apapun bunda akan menunggu dirinya. Untung saja saat ini jalan tidak seramai pada saat siang tadi hingga aku hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk sampai ke rumahnya dari waktu yang telah dikataka berkisar satu jam.
Sesampai di depan rumah, pintu gerbang telah dibukakan oleh asisten rumah tangga. Lalu aku pun memarkir kendaraan dan langsung masuk kedalam rumah. Di lihat olehnya ibunda telah menunggu di ruang makan bersama Dina. Sesaat ibunda tersenyum melihat kehadiran aku.
Kemudian aku pun pergi ke kamar untuk menganti pakaian kerjanya dengan pakaian lainnya. Saat ini aku berjalan menuju ke ruang makan. Sesampai disana kami akhirnya bisa makam malam bersama.
Terlihat kebahagiaan di mata bunda ketika dirinya bisa makan malam bersama. Saat – saat ini jarang terjadi mengingat kesibukan ku selama ini. Sebenarnya aku menghindari untuk makan malam bersama, bukan hanya kesibukannya semata tapi lebih untuk menghindari kedekatannya pada Dina.
Selesai makan malam bunda, minta di antar oleh ku ke kamarnya dengan mendorong kursi roda yang dikenakan bunda.
Selesai mengangkat bunda ketempat tidur, aku mengambil beberapa obat yang harus di minum oleh bunda. Lalu bunda menanyakan perihal pekerjaannya di kantor tadi. hingga akhirnya Obat yang diminum oleh bunda mulai bekerja dan telah membuat rasa mengantuk bbundanya. Hal itu telah mengakhiri pembicaraan antara ibunda dengan Bram. Lalu Bram pun meninggalkan ibundanya dengan memberikan ciuman pada kening nya.
Bram lalu berjalan ke teras untuk bisa menghubungi Ajeng yang ada di kampung halamannya. Untuk menanyakan perihal diri Ajeng dan keadaan pamannya saat ini. Pada sambungan telponnya dengan Ajeng saat ini, Bram mendapatkan kabar kalau saat ini paman Ajeng telah memasuki masa pemulihan. Dan Ajeng pun mengabarkan kalau dirinya baik-baik saja. Terasa lega hati Bram ketika mendengar keadaan Ajeng dan keluarga disana baik semuanya.
Setelah itu Bram bergegas ke kamarnya untuk segera pergi ke kamar mandi. Mengingat dirinya hari ini hanya mandi di pagi hari pada saat dirinya pergi ke Bandara untuk pulang menuju ke rumahnya. Dan pada saat akan kekantor tadi siang, dirinya pun tidak mandi terlebih dahulu. Hingga Bram merasa seluruh badannya terasa tidak nyaman. Setelah masuk ke kamarnya dilihat Dina sedang rebahan sambil menonton film lewat DVD.
Bram pun mengambil pakaian tidur yang akan dikenakan dan pakaian dalam tentunya. Sambil melintas dihadapan Dina yang sedang rebahan, dilihat Dina saat ini mengunakan pakaian tidur berwarna hitam dengan satu tali tetapi tertutupi dengan pakaian tidur tambahan untuk menutupi pakaian tidurnya yang telihat tipis. Dengan warna hitam yang dipakai Dina saat ini, terlihat menambah jelas warna putih mulus pada kulitnya.
Bram pun masuk kamar mandi dan mulai dengan aktifitas mandinya. Sekitar dua puluh menit Bram pun keluar dari kamar mandi. Dirinya sudah merasa lebih segar dan lebih nyaman setelah mandi. Dilihatnya Dina masih melihat film yang ada di dalam DVD tersebut. Akhirnya Bram memutuskan untuk rebahan di sofa yang biasa Bram gunakan sebagai tempat tidurnya selama sepuluh tahun ini yang berada di kamar mereka. Bram mengambil buku yang waktu itu dibeli olehnya tetapi baru saat ini baru sempat dibaca. Tanpa terasa rasa kantukpun tidak bisa dihindarinya dan akhirnya Bram pun tertidur dibarengi dengan jatuhnya buku yang dipegangnya ke lantai.
Bunyi buku yang jatuh itu menghentikan arah mata Dina yang awalnya tertuju ke film yang ditontonnya mengarah ke Bram yang telah tertidur. Dina tetap focus dengan menonton film yang tinggal beberapa menit lagi akan berakhir. Setelah sepuluh menit kemudian film yang di tontonnya pun berakhir. Dina pun sudah merasa mengantuk. Karena dirinya akan beranjak tidur, Dina pun membuka baju bagian luar dari pakaian tidurnya yang hanya satu tali itu, sambil mengambilkan selimut yang ada di lemari mereka untuk menyelimuti tubuh Bram yang sudah tertidur disofa. Pada saat Dina menyelimuti Bram, tanpa sengaja kaki Dina mengenai bagian kaki Bram yang menjulur kebawah. Karena pada saat tertidur tadi posisi kaki Bram tidak menjulur lurus pada sofa. Tetapi satu kakinya menjulur agak kebawah hingga mengenai kaki Dina. Seketika Dina pun kaget melihat Bram terbangun.
“Maaf aku tidak sengaja mengenai kaki mu padahal aku hanya ingin menyelimuti dirimu,” Dina mengatakan ini sambil menutupi bagian atas dari tubuhnya.
Aku tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya termangu melihat Dina telah berada tepat di wajahnya menghadap kearahnya dengan pakaian tidur yang transparan.
Seketika aku pun terbangun dan tanpa berkata apa-apa pun, aku langsung memeluk tubuh Dina dan mulai mencium bibir Dina dengan hasrat yang tinggi. Sesaat Dina terdiam, karena tidak menyangka dengan hal yang terjadi pada diriku saat itu.
Yang ada dalam pikiran Dina saat ini hanya menikmati apapun yang ada saat itu. Dina akhirnya membalas ciuman ku. Dan Dina mencium ku dengan hasrat yang mendalam juga.
Kami saling membalas ciuman masing-masing dan sampai akhirnya bibir ku, kini sudah berada di bagian dada Dina. Dengan penuh kelembutan aku mencium bagian dada itu dengan posisi merundukan kepala.
Akan tetapi tiba-tiba Dina pun tersadar dengan ikrar kami atas pernikahan yang terjadi antara kami, Lalu dengan lembut Dina mendorong ku, sambil membisikan kata yang mengingatkan ku pada ikrar yang telah di lakukan sepuluh tahun yang lalu.
Akhirnya aku pun melepaskan pelukanku, dan meminta maaf pada Dina atas apa yang telah terjadi. Dina pun berlalu dari hadapan ku, untuk beranjak ke tempat tidurnya sedangkan diriku, kembali ke sofa dengan pikiran dan hasrat yang masih berkecamuk dalam batinku.
Beberapa saat mereka kembali pada tempat tidur masing-masing. Disofa itu Bram masih saja tidak bisa memejamkan matanya walaupun dirinya telah berupaya untuk memejamkan matanya tetapi bayangan kemolekan tubuh Dina membuat jantungnya masih saja berdetak kencang. Sedangkan Dina yang berada ditempat tidurnya juga merasakan hal yang sama. Dirinya tidak bisa memejamkan matanya, dirinya tidak menyangka sama sekali Bram melakukan hal ini kepadanya. Dalam sepuluh tahun ini Bram sangat dingin dan selalu menghindari dirinya. Dina sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Bram dan Dina masih merasakan saat-saat bibir Bram melumat bibirnya, karena Bram tidak pernah sekalipun melakukan hal itu padanya selama masa pernikahan mereka. Dina juga masih memikirkan, kira-kira hal apakah yang membuat perubahan drastis pada diri Bram. Ketika Dina masih terus memikirkan hal itu, tiba-tiba Bram telah duduk di pinggir tempat tidurnya dan Dina terkejut den
“ Pak bram...pak bram...,” ucap asisten rumah tangga di rumahnya memanggil bram sambil mengetuk pintu kamar Bram. “ Bu Dina...bu dina...,” ucap asisten rumah tangga mereka lagi sambil mengetuk pintu kamar mereka dan memanggil nama Dina. Setelah merasa tidak ada jawaban dari dalam kamar, asisten rumah tangga itu pun pergi menemui ibunda bram. “Maaf buu...Pak Bram dan Bu Dina belum bangun juga,” ucap asisten rumah tangga itu melaporkan hal yang telah dilihatnya. “Yaa sudah biarkan saja dulu,” ucap ibunda bram sambil berharap dalam hati agar mereka bisa mendapatkan keturunan. Sekitar Jam sebelas mereka pun terbangun dari tidurnya dalam keadaan masih telanjang bulat. Dilihat Bram, Dina masih tertidur disampingnya. Lalu Bram mencium kening Dina dan menutupi seluruh tubuh Dina dengan selimut tebal. Setelah Bram pergi ke kamar mandi dan berpakaian rapih ia pun langsung menemui ibundanya. “Siang bunda...,” sapa Bram pada bunda nya.
Sejak kepergian Bram ke kota lebih dari dua minggu lalu , Ajeng merasakan kesepian. Sebenarnya dia menyesali atas segala keputusan yang telah dia ambil. Padahal waktu itu Bram meminta padanya untuk berpikir sekali lagi untuk kembali bersama Bram ke rumah mungil mereka. Masih terbayang dibenaknya ketika saat bahagia mereka sejak kereta terakhir yang Ajeng tumpangi berhenti di perhentian terakhir di pagi subuh itu. terlihat sekali kalau Ajeng hari ini sedang merindukan Bram suaminya. “Ajeng apa yang sedang dipikirkan nak?” tanya bibiknya membuyarkan lamunan Ajeng. “Ooh...bibik, tidak mikir apa-apa koq bik,” jawab Ajeng. “Nak... apa dirimu ingin bertemu dengan suamimu?” tanya bibiknya lagi. Ajeng terdiam lalu tiba-tiba dilihat oleh bibiknya air mata Ajeng menetes membasahi pipinya. Lalu dalam dekapan bibiknya dirinya menumpahkan segala kegundahan hatinya. Diceritkan pada bibiknya kalau seharusnya Bram sudah mengunjungi dirinya di tanggal kemarin. D
Setelah dirinya masuk ke rumah munggil yang telah ditinggalkan selama hampir tiga bulan serasa hatinya miris melihat keadaan rumah yang kotor dan tidak terawat. Padahal ketika dirinya meninggalkan rumah ini semua masih terlihat rapih dan terawat. Kini Ajeng membuka kamarnya untuk menaruh koper dan tasnya. Dia melihat kamar tidurnya masih rapih tetapi terasa berdebu pada seprainya. Ajeng pun menganti seprei tempat tidur itu serta membuka jendela yang ada dikamar agar sirkulasi udara didalamnya berganti dengan yang baru. Dilihat olehnya jam baru menunjukan hampir pukul empat sore. Karena dirasakan perutnya lapar maka setelah mengganti sprei tempat tidurnya Ajeng beranjak menuju ke dapur dan melihat isi kulkas yang ada disana. Mungkin saja ada makanan yang bisa dimakannya pikir Ajeng. Sesampai di dapur dia membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata disana masih ada beberapa telur, buah-buahan, sosis, nugged dan susu coklat cair. Ajeng teringat karena ketika dia
“Bram....Bram,” ucap bunda memanggil namanya. “Iyaa, Bunda sebentar,” jawab Bram sambil berjalan menuju ruang keluarga. “Bram, ini ada hadiah dari bunda untuk kamu dan Dina untuk pergi ke tempat wisata,” ucap ibundanya sambil menyodorkan satu amplop. Bram membuka amplop yang diberikan bundanya, melihat isi dari amplop tersebut. Ternyata ibundanya memberikan voucher menginap di sebuah hotel berbintang. Berwisata pada sebuah pulau selama lima malam enam hari serta tiket pesawat pulang pergi untuk mereka. Tetapi sebelum Bram bisa mengatakan apapun ibundanya melanjutakan kata-katanya. “Karena kamu menghabiskan sisa cuti akhir tahun mu selama tujuh hari, maka menurut ibunda ini lah saat yang terbaik bagi kamu dan dina untuk bisa berlibur. Apalagi ibunda sudah bisa mengurus diri sendiri,” ucap ibunda menyampaikan keinginannya. Tidak ada perkataaan dari ibundanya yang mampu ia tolak, apalagi saat ini Bram tidak ingin merusak kebahagiaan dari keluarga
Setelah taxi yang membawa Ajeng sampai di rumah, Ia langsung membuka pintu pagar dan pintu rumahnya untuk menuju kamarnya. Disana ia menangis sekeras-kerasnya, setelah menahan perasaaan pedihnya selama dalam perjalan pulang. Ajeng melempar semua bantal dan barang yang ada di tempat tidurnya sambil menangis histeris. Ingin rasanya hari itu ia memecahkan seluruh kaca yang ada di rumah itu dan membakar seluruh photo dirinya dan Bram yang terpajang di kamarnya, tapi sampai saat ini Ajeng masih bisa menahan dirinya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat menahan segala kemarahan. Selama ini Ajeng tidak pernah sekalipun merasakan amarah yang sedemikan dasyatnya. Setelah kurang lebih satu jam, Ajeng pun sudah semakin bisa mengontrol emosinya. Ia beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengganti pakaian. Sejenak ia berpikir tentang bayi yang telah di kandungnya. Ia lalu memperingati dirinya untuk selalu kuat dan bertahan untuk bayi yang sedang dikandungnya. Sam
Tujuh hari sudah Ajeng menjalani hidup dengan kesendirian dan dalam rentang waktu itu, banyak kesedihan yang telah ia tumpahkan.dalam kesendiriannya. Entah sudah berapa air mata yang telah ia tumpahkan demi sebuah kepastian kabar dari suaminya Bram. Kekecewaannya atas ketidakpastian membuat dirinya tidak merasakan adanya kerinduan seperti waktu pertama dirinya merindu. Kini yang ada adalah rasa kebenciannya pada sosok yang dulu ia sangat cintai dengan segenap jiwa dan raganya. Rasa kerinduannya kini telah menjadi kebencian. “Ajeng...kamu dimana sekarang?” tanya Bram dalam sambungan telpon genggamnya. “Ajeng...tolong jawab,” ucap Bram lagi dalam sambungan telponnya. Merasa terganggu dengan telpon Bram yang terus menghubunginya. Ajeng pun memblokir nomor telpon Bram. Setidaknya kalau memang Bram berkepentingan dengannya pasti ia akan ke rumah lagi pula, diakan masih istrinya, jadi sudah kewajiban bagi Bram untuk mencari dirinya pikir Ajeng. Pagi
Sekitar pukul enam pagi Bram terbangun masih dengan kondisi tidak mengunakan sehelai benang pun, begitu juga dengan Dina yang dilihatnya masih dalam pelukannya. Bram segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dua puluh menit kemudian ia telah keluar dari kamar mandi dan memakai pakain. Bram lalu menutupi tubuh indah Dina dengan selimut dan membiarkannya tetap terlelap. Bram duduk disofa sambil berpikir tentang hal yang telah terjadi padanya. Ia berharap Ajeng mau mengerti dengan keadaannya saat ini. Terlihat beberapa kali Bram menghela napas panjangnya mengingat hal yang terjadi antara dirinya, Ajeng dan Dina. “Oooh....bagaimana aku harus bersikap atas diri Dina?” ucap Bram mempertanyakan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Bram tidak akan mampu menghindari diri Dina. Bukan karena kecantikan dirinya, kemolekan tubuhnya atau karena area yang di favoritkan dalam tubuh Dina tetapi bagi Bram selain Dina adalah istrinya yang harus ia nafkahi batin
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak