Setelah dirinya masuk ke rumah munggil yang telah ditinggalkan selama hampir tiga bulan serasa hatinya miris melihat keadaan rumah yang kotor dan tidak terawat. Padahal ketika dirinya meninggalkan rumah ini semua masih terlihat rapih dan terawat. Kini Ajeng membuka kamarnya untuk menaruh koper dan tasnya.
Dia melihat kamar tidurnya masih rapih tetapi terasa berdebu pada seprainya. Ajeng pun menganti seprei tempat tidur itu serta membuka jendela yang ada dikamar agar sirkulasi udara didalamnya berganti dengan yang baru.
Dilihat olehnya jam baru menunjukan hampir pukul empat sore. Karena dirasakan perutnya lapar maka setelah mengganti sprei tempat tidurnya Ajeng beranjak menuju ke dapur dan melihat isi kulkas yang ada disana. Mungkin saja ada makanan yang bisa dimakannya pikir Ajeng.
Sesampai di dapur dia membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata disana masih ada beberapa telur, buah-buahan, sosis, nugged dan susu coklat cair. Ajeng teringat karena ketika dia
“Bram....Bram,” ucap bunda memanggil namanya. “Iyaa, Bunda sebentar,” jawab Bram sambil berjalan menuju ruang keluarga. “Bram, ini ada hadiah dari bunda untuk kamu dan Dina untuk pergi ke tempat wisata,” ucap ibundanya sambil menyodorkan satu amplop. Bram membuka amplop yang diberikan bundanya, melihat isi dari amplop tersebut. Ternyata ibundanya memberikan voucher menginap di sebuah hotel berbintang. Berwisata pada sebuah pulau selama lima malam enam hari serta tiket pesawat pulang pergi untuk mereka. Tetapi sebelum Bram bisa mengatakan apapun ibundanya melanjutakan kata-katanya. “Karena kamu menghabiskan sisa cuti akhir tahun mu selama tujuh hari, maka menurut ibunda ini lah saat yang terbaik bagi kamu dan dina untuk bisa berlibur. Apalagi ibunda sudah bisa mengurus diri sendiri,” ucap ibunda menyampaikan keinginannya. Tidak ada perkataaan dari ibundanya yang mampu ia tolak, apalagi saat ini Bram tidak ingin merusak kebahagiaan dari keluarga
Setelah taxi yang membawa Ajeng sampai di rumah, Ia langsung membuka pintu pagar dan pintu rumahnya untuk menuju kamarnya. Disana ia menangis sekeras-kerasnya, setelah menahan perasaaan pedihnya selama dalam perjalan pulang. Ajeng melempar semua bantal dan barang yang ada di tempat tidurnya sambil menangis histeris. Ingin rasanya hari itu ia memecahkan seluruh kaca yang ada di rumah itu dan membakar seluruh photo dirinya dan Bram yang terpajang di kamarnya, tapi sampai saat ini Ajeng masih bisa menahan dirinya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat menahan segala kemarahan. Selama ini Ajeng tidak pernah sekalipun merasakan amarah yang sedemikan dasyatnya. Setelah kurang lebih satu jam, Ajeng pun sudah semakin bisa mengontrol emosinya. Ia beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengganti pakaian. Sejenak ia berpikir tentang bayi yang telah di kandungnya. Ia lalu memperingati dirinya untuk selalu kuat dan bertahan untuk bayi yang sedang dikandungnya. Sam
Tujuh hari sudah Ajeng menjalani hidup dengan kesendirian dan dalam rentang waktu itu, banyak kesedihan yang telah ia tumpahkan.dalam kesendiriannya. Entah sudah berapa air mata yang telah ia tumpahkan demi sebuah kepastian kabar dari suaminya Bram. Kekecewaannya atas ketidakpastian membuat dirinya tidak merasakan adanya kerinduan seperti waktu pertama dirinya merindu. Kini yang ada adalah rasa kebenciannya pada sosok yang dulu ia sangat cintai dengan segenap jiwa dan raganya. Rasa kerinduannya kini telah menjadi kebencian. “Ajeng...kamu dimana sekarang?” tanya Bram dalam sambungan telpon genggamnya. “Ajeng...tolong jawab,” ucap Bram lagi dalam sambungan telponnya. Merasa terganggu dengan telpon Bram yang terus menghubunginya. Ajeng pun memblokir nomor telpon Bram. Setidaknya kalau memang Bram berkepentingan dengannya pasti ia akan ke rumah lagi pula, diakan masih istrinya, jadi sudah kewajiban bagi Bram untuk mencari dirinya pikir Ajeng. Pagi
Sekitar pukul enam pagi Bram terbangun masih dengan kondisi tidak mengunakan sehelai benang pun, begitu juga dengan Dina yang dilihatnya masih dalam pelukannya. Bram segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dua puluh menit kemudian ia telah keluar dari kamar mandi dan memakai pakain. Bram lalu menutupi tubuh indah Dina dengan selimut dan membiarkannya tetap terlelap. Bram duduk disofa sambil berpikir tentang hal yang telah terjadi padanya. Ia berharap Ajeng mau mengerti dengan keadaannya saat ini. Terlihat beberapa kali Bram menghela napas panjangnya mengingat hal yang terjadi antara dirinya, Ajeng dan Dina. “Oooh....bagaimana aku harus bersikap atas diri Dina?” ucap Bram mempertanyakan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Bram tidak akan mampu menghindari diri Dina. Bukan karena kecantikan dirinya, kemolekan tubuhnya atau karena area yang di favoritkan dalam tubuh Dina tetapi bagi Bram selain Dina adalah istrinya yang harus ia nafkahi batin
Sudah lebih dari dua hari sejak pertengkaran antara dirinya dan Bram terjadi membuat perasaan hatinya menjadi kacau. Dua hari ini dirinya kurang tidur. Banyak hal yang di pikirkan saat ini. Bukan hanya soal perasaan benci dan cintanya, tapi persoalan keputusan yang akan dirinya ambil. Ada kalanya dirinya berpikir ‘jika saja dirinya tidak hamil mungkin akan lebih mudah untuk mengambil sikap dan keputusan atas segala yang telah terjadi’ atau ‘kalau saja sejak pernikahan mereka yang baru beberapa pekan ia dapat mengambil keputusan yang bijak’, karena saat itu Bram telah mengatakan padanya tentang pernikahan perjodohannya dengan Dina. Helaan napas Ajeng sudah terjadi berulang kali, dan dia tidak menemukan jalan keluar atas problem yang telah dihadapinya. Dan dirinya menyalahkan rasa cinta yang begitu diagungkan kepada suaminya. Hingga saat ini dirinya merasa membenci rasa cinta itu. karena bagi dirinya cinta itu telah ternodai karena kebohongan Bram yang te
Sekitar jam sebelas malam Bram sampai di rumah Ajeng, setelah memarkir mobilnya ia pun langsung masuk ke kamar. Dilihatnya Ajeng telah terlelap dalam tidurnya. Bram tidak berani untuk membangunkan Ajeng, karena di lihat dari wajahnya ia terlihat sangat lelah. Berkali-kali Bram menatap wajah Ajeng, dan ia merasa dia bukanlah Ajeng wanita yang pernah di cintanya sepuluh tahun yang lalu. Dalam hati Bram berharap, agar Ajeng bisa merubah suasana hatinya. Bram akhirnya pun tertidur disamping Ajeng. Pagi sekali sekitar jam enam pagi Ajeng telah terbangun dari tidurnya, dan ia sangat terkejut melihat Bram telah ada disisinya. Ia melihat Bram tertidur sangat nyenyaknya. Ajeng pun akhirnya beranjak dari tempat tidurnya ke dapur untuk konsumsi susu yang menjadi minuman favoritnya saat ini. Ia pun lalu mengerjakan pekerjaan rumah, kemudian menyiram dan mengunting tanaman yang telah bercabang pada rantingnya. setelah beraktifitas selama satu jam, ia merasakan peluh
Bram sampai di rumah bundanya sekitar jam sembilan malam. Ia lalu mencari bunda di kamarnya ternyata sudah tertidur dengan lelapnya, lalu ia melangkah menuju kamarnya, dan dilihat Dina sedang menonton televisi. “Sudah makan malam Din?” tanya Bram. Dina yang Sedang focus pada televisi akhirnya pun berpaling ke arah suara Bram. "Eeeh... mas sudah datang, kita semua sudah makan malam,” ucap Dina. “Mas sudah makan malam?” tanya Dina. “Sudah... dan semua masalah antara aku dan Ajeng juga untuk sementara ini sudah terselesaikan,” jawab Bram sekalian memberitahukan Dina perihal keadaan Ajeng. Dina mematikan televisi dan menghampiri Bram yang saat ini sedang menganti pakaiannya. Dina memeluk mesra Bram sebagai rasa syukur dan lega dalam hatinya. Karena walau bagaimana pun hal itu yang selalu dipikirkan oleh Dina. Hanya saja apa yang membuat dirinya lega atas persoalan itu berakhir pun ia tidak tahu. “Mas pasti lelah sekali yaa?” tanya
Hari ini aku akan mengantarkan Dina ke Dokter kandungan seperti yang ibunda sampaikan pada kami tadi pagi. Setelah bersiap-siap kami pun menemui ibunda untuk pamit.“Bunda, kami berangkat dulu yaa,” ucap ku kepada bunda. “Iyaa Bram, Ingat nanti sampaikan hasilnya pada bunda,” ucap bunda. Kami pun akhirnya berangkat menuju Dokter kandungan. Sepanjang jalan menuju Dokter kandungan aku melihat Dina sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Karena dia saat ini terlihat tidak banyak bicara. Apalagi sekarang ini aku memutar lagu favorit nya, biasanya dia akan menyanyi mengikuti alunan musik.Akhirnya kami pun sampai di Dokter kandungan yang di rekomendasi oleh ibunda, yang sangat berharap mantunya agar Dina bisa segera hamil. Kami menuju asisten dokter dengan mengkonfirmasi ulang untuk mendaftar. “Ibu Dina Bramastio silakan masuk,” ucap asisten dokter memanggil nama Dina. Kami pun masuk kedalam dan duduk di hadapan Dokter Spesialis kandungan itu.
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak