Hari ini aku akan mengantarkan Dina ke Dokter kandungan seperti yang ibunda sampaikan pada kami tadi pagi. Setelah bersiap-siap kami pun menemui ibunda untuk pamit.“Bunda, kami berangkat dulu yaa,” ucap ku kepada bunda.
“Iyaa Bram, Ingat nanti sampaikan hasilnya pada bunda,” ucap bunda.
Kami pun akhirnya berangkat menuju Dokter kandungan. Sepanjang jalan menuju Dokter kandungan aku melihat Dina sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Karena dia saat ini terlihat tidak banyak bicara.
Apalagi sekarang ini aku memutar lagu favorit nya, biasanya dia akan menyanyi mengikuti alunan musik.
Akhirnya kami pun sampai di Dokter kandungan yang di rekomendasi oleh ibunda, yang sangat berharap mantunya agar Dina bisa segera hamil. Kami menuju asisten dokter dengan mengkonfirmasi ulang untuk mendaftar.“Ibu Dina Bramastio silakan masuk,” ucap asisten dokter memanggil nama Dina.
Kami pun masuk kedalam dan duduk di hadapan Dokter Spesialis kandungan itu.
Sejak Kejadian semalam aku kembali berpikir tentang yang harus di alami oleh Dina, sekarang ini aku harus menutupi rahasia dari Dina kepada bundaku. Terkadang aku berpikir bagaimana caranya aku akan tetap mempertahankan rahasia ini pada bunda. Rahasia tentang Ajeng terungkap kini rahasia tentang masa lalu Dina yang harus kututupi. Untuk saat ini yang bisa aku lakukan hanyalah mengikuti arus saja. Aku lihat Dina masih tidur disamping ku dengan pakaian tidur yang tipis tanpa mengunakan bra. Dina adalah seorang wanita maniak yang selalu mempunyai banyak cara untuk membuatku setiap saat ingin menjamahnya. Aku akui dirinya sangat mahir dalam urusan ranjang hingga membuat aku tidak berkutik sedikitpun. Sama seperti kemarin, seharusnya aku ke rumah Ajeng tetapi aku habiskan waktuku bersamanya. Dan pagi ini aku akan ke rumah Ajeng untuk menjenguknya dan yang pasti memberikan cinta dan kasih sayang padanya.Segera aku beranjak dari tempat tidurku untuk membersihkan
Aku berusaha memejamkan mataku, tetapi semakin aku memejamkan mataku semakin hilang rasa kantukku. Sesaat aku membayangkan Dina yang mungkin saat ini sedang menikmati dirinya sendiri. Belum sempat khayalanku tentang dirinya berlanjut, tiba-tiba ponselku bergetar. Aku lihat Dina mengirimkan pesan untukku. "Mas, kalau Ajeng telah tertidur...bisa aku vidio call?" Itu isi dari pesan yang aku baca. Lalu aku pun membalasnya dan langsung memakai earphoneku setelah membalas pesannya. Dan benar saja Dina langsung Melakukan panggilan vidio call padaku. Aku langsung pergi dari kamarku menuju ruang tamu, karena jarak antara kamarku dan ruang tamu cukup lumayan. Lalu kami pun melakukan vidio call. “Mas...aku kangen,” ucap Dina dalam sambungan ponsel vidio call. Aku melihat jelas saat ini dia mengunakan baju tidur berwarna merah tipis tanpa mengunakan bra dan kata kangen yang ia katakan sudah dapat ku tafsirkan maksudnya. “Mas...aku ingin melakukan
Hari ini kehamilan ku memasuki usia tujuh bulan. Seperti tradisi yang di biasa dilakukan beberapa masyarakat di kampungku, kalau hari ini aku akan melakukan selamatan atas tujuh bulan kehamilan diriku dan aku sudah meminta paman, bibiku untuk ke rumahku sebagai perwakilan dari kedua orang tuaku yang lama sudah tiada. Segala persiapan telah dilakukan. Acara siraman serta doa akan dipimpin dari wakil orangtua Ajeng. Untuk acara tujuh bulanan ini, kemarin Bram sudah membujuk ibundanya untuk datang pada acara tujuh bulanan kehamilan Ajeng. Menurut Bram ibundanya akan datang, karena hatinya telah luluh ketika ayahnya Bram juga membujuk ibundanya untuk hadir dalam acara tujuh bulanan cucu pertamanya. Tetangga di lingkungan rumah mereka pun telah di undang. Dan untuk konsumsi makanan mereka mengunakan jasa catering. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil masuk ke parkir rumah Bram. Dan itu adalah ibunda Bram yang dari awal sedang ditunggu oleh wakil dari orang tua
Sejak kepulangan aku bersama ibunda yang telah menghadiri acara tujuh bulanan Ajeng, membuat Dina menjadi uring-uringan sejak kemarin malam. Aku mengerti sepertinya dia cemburu karena saat ini cinta ibunda telah terbagi untuk Ajeng dan itu penyebab dari dirinya yang uring-uringan dari semalam.Seperti kejadian kemarin malam ketika baru saja aku masuk ke kamar. “Mas Bram, aku ingin cepat hamil...,” ucap Dina merajuk pada diriku ketika baru saja aku memasuki kamar kami. Aku sangat memaklumi kondisinya saat ini. Dina telah mengikuti serangkaian pemeriksaan Dokter yang menyatakan kista didalam rahimnya telah hilang, dan sampai saat ini ia masih meminum obat penyubur yang diberikan oleh Dokter. “Kitakan sudah berusaha sayang jadi kamu harus lebih bersabar,” ucapku sambil memeluk dirinya. “Mas, aku ingin hari ini kita melakukannya berkali-kali agar cairan itu bisa membuahkan hasil,” ucap Dina dengan meraba alat vitalku. Kami pun akhirnya mela
Setelah Bram dan bunda pulang ke rumahnya, Aku kini sedang termenung dalam kesendirianku. Bram yang seharusnya saat ini bersama ku, akhirnya kini bersama Dina. Dikarenakan janji Bram padanya dan aku pun mengalah untuk hal ini, Juga sudah beberapa hari Bram menemani aku pada acara kemarin dan hari ini makan malam yang sungguh membahagiakan untuk diriku. “Belum tidur Jeng?” tanya bibi menghampiri diriku yang saat ini sedang rebahan di tempat tidur. “Belum bi, sini bi kita cerita-cerita,” jawabku sambil mengajak bibi beranjak ke tempat tidurku. Kami pun akhirnya bercerita banyak hal. Terutama wejangan bibi tentang bagaimana cara merawat bayi ketika baru lahir. Dan menurut bibi yang perlu diperhatikan adalah ketika kita merasakan fase baby Blues dimana kita mengalami fase yang tiba-tiba sedih, takut atapun perasaan tidak nyaman dengan diri kita sendiri. Aku mendengar perkataan bibi dengan seksama, karena bagiku bibi adalah penganti ibuku yang tela
Setelah aku melihat vidio yang telah dikirimkan Dina kepada Ajeng, rasanya darahku mendidih dan tidak bisa menahan amarahku padanya. Aku yang kala itu sedang duduk santai menonton televisi di ruang keluarga...berteriak keras memanggil namanya. “Dina...!!!!,” teriakku memanggil namanya.Ibunda yang saat itu ada di ruang keluarga bersamaku sangat terkejut dengan kemarahanku yang tiba-tiba dan sangat keras. Bahkan asisten rumah tangga kami pun sampai berlari kearah suaraku. Aku lihat Dina pun secepatnya berlari kearah ku. “Ada apa mas koq teriak-teriak seperti ini?” tanya Dina bingung melihat aku marah demikian kerasnya. “Ada apa lagi Bram?” tanya bunda melihat kearahku. “Mana ponsel mu!” ucapku pada Dina menahan amarah tanpa mendengarkan ucapan bunda. Dina dengan tenang dan tidak merasa ada masalah langsung menyerahkan ponselnya padaku, dan aku yang masih emosi langsung mencoba melihat di galery atas vidio yang telah dikirim Dina dari
Selama tujuh hari Dina berada di rumah almarhum mamanya bersama Dini adiknya. Mereka kini tinggal berdua karena, ayah mereka telah menikah dengan wanita lain. Aku yang saat itu ikut mengantar jenasah hanyut kedalam kesedihan pula, karena aku melihat mereka seakan-akan sudah tidak punya siapapun. Sewaktu aku dan ibunda berada disana untuk mengantar jenasah, aku melihat Dina dalam kondisi yang sangat terpukul dengan kepergian mamanya, ia bolak-balik pingsan karena tidak bisa menerima kenyataan pahit itu. Bagi Dina orang yang selama ini mengasihinya hanyalah mamanya. Tadi pagi ibunda menghubungi Dini adik dari Dina, dan Dini mengatakan kalau hari ini Dina akan pulang ke rumah bunda. Saat ini kami sedang menunggu kedatangannya, dan untuk keputusanku yang akan menceraikan dirinya belum pernah aku pikirkan kembali sejak kejadian tujuh hari lalu. Ajeng pun telah aku beritahukan masalah itu dan bagi Ajeng itu bukan masalah buat dirinya karena semua keputusan diserahk
Malam ini hasratku akhirnya tersampaikan. Dari kemarin kepalaku terasa sakit sekali tetapi setelah hasrat itu telah ku keluarkan, aku merasa sakit kepalaku sudah lebih membaik. Aku sempat berpikir, apakah memang ada hubungannya dengan hasratku yang tidak tersalurkan dengan sakit kepala yang aku rasakan. Aku masih memeluk Dina sejak keluarnya cairan nikmatku yang tertunda, saat ini aku merasa Dina lebih santai dan tidak terlihat seperti hari-hari lalu ketika kami sama-sama meraih kenikmatan bersama. “Mas, aku ingin membersihkan diri,” ucap Dina sambil melepaskan diri dari pelukanku berjalan kekamar mandi tanpa busana. Setelah selesai, ia lalu beranjak ke tempat tidur kami dan memakai baju tidurnya kembali. “Din, aku ingin kamu tidur tanpa mengunakan baju tidurmu” bisikku pada telinganya, ketika beranjak keatas tempat tidur kami. Lalu aku pun kekamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu aku merasa air yang aku gunakan untuk membersihkan di
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak