Beberapa saat mereka kembali pada tempat tidur masing-masing. Disofa itu Bram masih saja tidak bisa memejamkan matanya walaupun dirinya telah berupaya untuk memejamkan matanya tetapi bayangan kemolekan tubuh Dina membuat jantungnya masih saja berdetak kencang.
Sedangkan Dina yang berada ditempat tidurnya juga merasakan hal yang sama. Dirinya tidak bisa memejamkan matanya, dirinya tidak menyangka sama sekali Bram melakukan hal ini kepadanya. Dalam sepuluh tahun ini Bram sangat dingin dan selalu menghindari dirinya.
Dina sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Bram dan Dina masih merasakan saat-saat bibir Bram melumat bibirnya, karena Bram tidak pernah sekalipun melakukan hal itu padanya selama masa pernikahan mereka.
Dina juga masih memikirkan, kira-kira hal apakah yang membuat perubahan drastis pada diri Bram. Ketika Dina masih terus memikirkan hal itu, tiba-tiba Bram telah duduk di pinggir tempat tidurnya dan Dina terkejut dengan apa yang dilihatnya.
“Din... maafkan atas segala kesalahanku pada mu,” Bram mengatakan pada Dina dengan posisi duduk persis disamping tempat tidurnya.
Dimana posisi Dina saat itu tidur menyamping ke arah Bram duduk dan tidak bergeming sama sekali dari posisi tidurnya. Dirinya hanya mendengarkan apa yang di ucapkan Bram.
“Aku tidak seharusnya menyiksa batin mu dan berlaku tidak adil pada mu,” kembali Bram berkata dan masih dengan posisi duduk disisi tempat tidur Dina.
Saat itu Dina tidak tahu harus berbuat apa. Dan Dina tidak tahu apa yang sebenarnya Bram maksudkan. Karena bagi Dina selama ini tidak ada kesalahan Bram padanya. Saat ini detak jantung Dina berdetak lebih kencang, ketika tangan Bram mengambil tangannya.
Hal itu yang membuat Dina akhirnya duduk di atas tempat tidurnya dan saling berhadapan satu sama lain. Dina melihat kearah mata Bram, dilihat matanya Bram mengatakan hal itu dengan tulus padanya. Hingga membuat hatinya berdebar. Terlebih ketika tangan Bram mulai membelai lembut rambut dan wajah Dina. Detak jantung Dina pun semakin kencang.
Tiba-tiba Bram memeluk tubuh Dina dengan sangat erat. Dalam pelukan itu Bram mengatakan, kalau dirinya pernah melihat Dina melepaskan hasratnya sendirian di kamar mandi sehingga hal itu yang membuat Bram merasa bersalah dan terpukul hatinya. Kembali Bram mengatakan kata maaf di telinga Dina dengan masih memeluk erat tubuh Dina.
Seketika merah padam wajah Dina menahan malu. Dirinya tidak bisa mengatakan apapun. Ingin rasanya Dina berlari dari sana untuk menutupi rasa malunya. Karena dirinya tidak pernah menyangka, kalau Bram melihat kegilaannya di kamar mandi kala itu.
Dalam pelukan Bram saat itu, Dina hanya mendengar kata-kata Bram yang dibisikkan ke telinganya hingga membuat hasrat kesendiriannya selama ini kembali bergelora mengalahkan rasa malu dihatinya.
“Dina izinkan aku memberikan kepuasan hasrat itu malam ini,” Bram membisikkan kata-kata itu di telinga Dina.
“Mas Bram ,” sahut Dina lirih sambil melepaskan pelukan Bram.
Belum sempat Dina mengatakan sesuatu pada Bram. Bram telah mencium bibir Dina dengan lembut, serta telah menanggalkan pakaian tidur Dina yang tipis sambil sesekali menciumi setiap bagian tubuh Dina. Yang dirasakan Dina saat itu adalah kepasrahan dirinya untuk menerima kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Bram malam ini.
Akhirnya merekapun telah melepaskan seluruh pakaian yang telah menutupi tubuh mereka. Dengan kondisi kamar yang masih terang , jelas terlihat bentuk tubuh Dina yang putih mulus dengan area sensitifnya terlihat mulus tanpa ada rambut pada area itu. jelas sekali Dina sangat menjaga kebersihan area sensitifnya, pikir Bram ketika melihat pemandangan yang mengiurkan itu.
Dengan lembut Bram menciumi seluruh lekuk tubuh Dina hingga Akhirnya Bram melihat dengan jelas daging kecil kemerahan yang berada di tengah area sensitif Dina. Daging kecil kemerahan itulah yang dilihatnya waktu Dina melakukan hasratnya dikamar mandi.
Saat ini Bram dengan jelas dapat melihat daging kecil yang tumbuh di tengah area sensitif itu berwarna agak kemerahan, dan hal itu yang membuat dirinya tidak bisa menghalau pikirannya pada Dina beberapa hari lalu.
Diawali dengan lumatan lembut pada daerah sensitif itu hingga hasrat yang sudah lama dipendamnya untuk melumat seluruh daging kecil kemerahan di area senstif itu. Bram membuka area sensistif itu dengan jemarinya, agar Bram bisa melihat dengan jelas area yang akan menjadi sesarannya.
Hisapan hasratnya yang kuat pada daging kecil kemerahan yang ada di tengah area sensitif itu membuat Dina semakin membuka belahan lebar kakinya untuk bisa memberikan keleluasaan pada Bram dalam melakukan hasratnya.
Sesaat Dina seakan terbang melayang di angkasa. Sesekali terdengar desahan dan kata-kata Dina yang di dengar Bram, hingga membuat Bram semakin menggila. Dan kata-kata inilah yang membuat hasrat Bram semakin menggila.
“Mas Bram, terusss jangan dilepas,” kata Dina sambil mengoyangkan bokongnya kekanan, kekiri dan terkadang dengan mengangkat dan menurunkan bokongnya.
Semakin lama Dina merasakan kenikmatan yang teramat sangat, hingga tanpa disadarinya dalam desahannya dia meminta Bram melakukan kenikmatan itu untuk terus berlanjut.
“Eeenak Mas... Eeenaak sekali itu mas... ,” sesekali Dina menekan dengan lembut kepala Bram untuk masuk lebih dalam lagi ke area sensitifnya.
Beberapa kali Dina melakukan gerakan pada bokongnya ke atas dan ke bawah karena rasa nikmat yang luar biasa. Kepala Bram pun mengikuti arah dari bokong Dina yang naik dan turun. Sampai akhirnya, Bram memeluk dan membalikkan posisi tubuh Dina, yang awalnya berada dibawahnya sekarang telah berada diatas tubuhnya.
Dengan lembut Bram memegang bokong Dina dan mengarahkan bokong Dina untuk lebih dekat mengarah ke bibir Bram yang telah menunggu untuk melumat kembali area sensiif Dina dengan posisi yang berbeda.
Kali ini Dina dengan kaki bersimpuh tengah menjejali bibir dan mulut Bram dengan daging kecil kemerahan yang berada di tengah area sensitif miliknya. Saat ini yang dilakukan Dina atas kenikmatan yang dirasakannya hanya dengan mengoyangkan bokongnya.
Sesekali Dina mengangkat dan menurunkan bokongnya, agar seluruh area sesitifnya mengenai mulut dan lidah Bram yang selalu melakukan jilatan serta hisapan yang terus menerus. Dan tidak henti-hentinya daging kemerahan itu terus berada dalam lumatan Bram. Hingga membuat Dina meronta-ronta akan kenikmatannya.
Akhirnya cairan kenikmatan Dina membasahi mulut Bram. Baru kali ini Bram merasakan rasa cairan kenikmatan itu yang terasa agak asin. Karena belum pernah sekalipun Bram merasakan hal itu.
Dina merasakan malu yang teramat sangat ketika cairan itu lepas seketika tanpa bisa ditahannya dan dalam keadaan daging kemerahan miliknya masih berada dalam mulut Bram. Hingga Dina pun berkata pada Bram.
“Maafkan aku mas.... aku tidak bisa menahan rasa enak dan nikmat itu,” dengan polosnya Dina mengatakan hal itu.
Hal itu adalah suatu kepuasan bagi seorang lelaki manapun ketika seorang wanita tidak bisa menahan cairan kepuasan hasratnya terlebih dulu keluar disaat permainan belum selesai. Hingga hal itu membuat hasrat Bram menjadi-jadi.
Pikir Bram saat itu adalah menuntaskan rasa bersalahnya selama sepuluh tahun pada Dina yang selama ini tidak pernah merasakan sensasi sesungguhnya dengan memberikan kepuasaan yang berulang-ulang.
Itulah yang dipikirkan oleh Bram dan hasratnya memuncak ketika memikirkan hal ini. Bram pun meminta Dina agar tetap berada di atas kepalanya.
“Dina.... aku ingin menikmati cairan kepuasan mu sekali lagi,” ujar Bram sambil menjilati dinding area sensitifnya.
“Ououuh... Mas Bram ini masih terasa enaak sekalii,” liriih suara Dina menjelaskan rasa nikmat yang belum hilang dari area sensitifnya.
kemudian Bram kembali mengecup berulang kali pada daging kemerahan yang berada di tengah area sensitif Dina. Belum tuntas sensasi kenikmatan yang Dina rasakan pada saat mengeluarkan cairan itu kini Bram kembali menghisap daging kemerahan itu hingga membuat ukuran yang berbeda dari daging kemerahan yang berukuran kecil berubah menjadi dua kali lebih besar dari biasanya dan warnanya pun semakin bertambah merah.
Kali ini Dina sudah tidak bisa menahan hasrat nya yang kedua. Dina pun semakin histeris dan terus mengoyang-goyangkan bokongnya sambil kedua tangan Bram memegang bokong Dina dengan mengikuti arah bokong yang terus bergoyang naik turun.
Cukup lama keduanya berpacu dalam hasrat yang melambung, sampai jeritan histeris Dina untuk kedua kalinya membuat cairan kenikmatannya keluar. Goyangannya yang naik turun dan tekanan bokongnya yang lebih mendalam agar area sensitifnya tetap terus terhisap oleh Bram membuat cairan itu memenuhi bibir, mulut Bram. Cairan kenikmatan Dina untuk yang kedua kali ini lebih banyak dari yang pertama dikeluarkan. Dan Bram bangga bisa memuaskan hasrat Dina.
“Ououh Mas.... nikmat sekali rasanya,” Dina mengatakan hal ini sambil mendesah dan merasa detak jantungnya lebih keras dari yang pertama dan terasa denyutan keras ada area sensitifnya pula.
Karena rasa sensasinya melebihi rasa pertamanya membuat Dina sesekali tetap menempelkan bagian area sensitifnya dengan posisi bokong turun naik ke arah mulut Bram. Kenikmatan yang dirasakan oleh Dina pada hasrat yang pertama dan kedua pasti berbeda.
Dan Bram sebagai lelaki merasa sangat bangga dengan apa yang telah di lakukan pada Dina. Dirinya sudah tidak merasa bersalah atas kesepian Dina selama sepuluh tahun ini. Dalam hati Bram, dirinya akan membayar lunas penderitaan batin Dina selama ini dengan memberikan kenikmatan padanya.
Setelah kenikmatan Dina yang kedua telah keluar, Bram mengarahkan bokong Dina mundur hingga Area sensitifnya mengenai Alat vital Bram yang telah lama berdiri tegang untuk bisa merasakan gesekan dari daging kecil kemerahan milik Dina.
Dina pun atas permintaan Bram kembali duduk diatas tubuhnya. Sebelum area sensitifnya bertemu dengan alat vital Bram, yang dilakukan oleh Dina adalah mencium dan menjilati area vital Bram hingga Bram merasakan sensasi mendalam dan tidak kuat lagi menahannya dan meminta Dina untuk memasukan alat vitalnya ke area sensitif Dina.
Dan Dina pun mengesek-gesekan area sensitifnya ketubuh Bram, mulai dada, hingga turun kebawah mendekati kedua pangkal paha Bram. Terdengar desahan Bram ketika meminta hal itu pada Dina.
“Ououh Dina.... Enaaak sekali, masukan Din,” erang Bram ketika Dina memberikan rangsangan pada area vital dan tubuh Bram.
Setelah mengikuti keinginan Bram, seketika Dina pun merasakan sesuatu yang keras dan nikmat menjalari seluruh bagian sensitifnya. Dina merasa Seperti sedang menunggangi kuda liar, dirinya memacu dengan hentakan-hentakan yang cukup dalam pada area sensitifnya.
Setelah terasa cukup dalam hingga tidak terlihat alat vital Bram, maka dirinya mulai menggoyangkan bokongnya dengan menekan area sensitifnya, tidak sedikitpun area vital Bram yang tidak dirasakan oleh area sensitifnya. Diawali dengan menggoyangkan bokongnya secara perlahan hingga akhirnya Dina menggoyangkan bokongnya dengan kecepatan yang luar biasa sambil menekannya lebih dalam.
Terasa hangat dan panas diarea sensitif mereka. Sensasi yang dirasakan kini jelas berbeda. Ada rasa geli dan nikmat yang luar biasa. Ditambah sisa-sisa denyutan pada area sensitifnya yang seolah-olah memijat alat vital Bram. Demikian pun dengan Bram yang sesekali meminta pada Dina untuk melakukan sesuatu karena rasa kenikmatan yang sedang dirasanya.
“ Ouuoh terus tekan dan goyang lebih keras Din.... ,” permintaan Bram terdengar di tengah helaan napasnya sambil terus melumat buah dada dihadapannya.
Setelah setengah jam mereka berpacu dalam kenikmatan yang semakin menjalar pada setiap jengkal tubuh mereka. Bram yang saat itu masih berada dibawah Dina, mencoba bangun dan duduk bersandar pada sandaran tempat tidur mereka untuk saling berhadapan satu sama lain.
Saat ini Dina semakin menggila karena merasakan alat vital Bram semakin lama semakin menegang dan membesar hingga Dina sangat merasakan sekali perubahan yang terjadi pada alat vital Bram ketika berada didalam area sensitifnya.
Bokong Dina terus bergoyang kekanan ataupun kekiri dan menekan sedalam mungkin. Setika rasa kenikmatan memuncak hingga hampir mencapai klimaks, mereka pun saling bergoyang dan menekan area sensitif mereka masing-masing.
Bram terus menekan bokong Dina untuk menekannya lebih dalam lagi hingga sensasi yang mereka rasakan semakin bertambah. Sampai akhirnya mereka bersamaan melepaskan cairan kenikmatan mereka dengan posisi berhadapan dan saling berpelukan.
Setelah sama-sama terduduk lemas atas kepuasaan hasrat yang telah mereka lepaskan, Bram dengan kasih sayangnya mencium kening Dina dan mengelus rambut dina sambil mengatakan.
“Terimakasih sayang untuk sensasi yang luar biasa.”
Lalu dina pun membalas dengan kecupan di bibir Bram dengan mengatakan.
“Mas, akulah yang harusnya berterima kasih atas kenikmatan yang berulang kali aku rasakan.”
Mereka pun berpelukan dan sama-sama menuju kamar mandi untuk membersihkan diri mereka. Akhirnya untuk pertama kalinya mereka tidur bersama setelah sepuluh tahun mereka menikah. Dalam hati Bram saat ini, memberikan kebahagiaan batin untuk Dina adalah tugasnya.
Hari ini dirinya telah memberikan kepuasan pada hasrat Dina hingga berulang kali. Dirinya pun berjanji dalam hati untuk tidak membiarkan Dina dalam kesepian atas pilihan dirinya. Bram merasa egois dengan ikrar yang waktu itu agak dipaksakan pada Dina. Karena tidak ada seorang pun yang ingin mengalami hal seperti yang di alami Dina saat itu.
Bram saat ini hanya ingin memulai dengan bertindak adil pada diri Dina. Walaupun terbesit di dalam hati Bram mengapa baru kali ini terpikir olehnya untuk bisa membahagiakan batin Dina. Hingga akhirnya mereka pun tertidur saling berpelukan.
Pagi hari mereka terbangun dengan posisi tanpa sehelai kain pun menutupi tubuh mereka. Bram melihat Dina masih tertidur lalu mengecup kening Dina.
“ Selamat pagi sayang...,” ucap Bram.
Dina membuka matanya. Dalam hatinya ini seperti sebuah mimpi, karena kata-kata sayang Bram yang tidak pernah di dengarnya. Dina takut ini hanya mimpi, maka Dina mencubit bagian dari tangannya.
“ Ini bukan mimpikan Mas...,” ujar Dina seolah tidak percaya dengan yang dilihatnya.
Dina mengingat-ingat kembali kejadian semalam yang telah mereka lakukan. Terasa hatinya di penuhi dengan rasa bahagia yang teramat sangat.
“ Ini bukan mimpi sayang...,” Bram mengatakan hal ini sambil memeluk Dina.
Bram akhirnya menarik Dina untuk turun dari tempat tidur mereka menuju sofa yang ada disebelah tempat tidur mereka. Bram duduk di sofa itu dan meminta Dina untuk duduk dipangkuannya.
Mereka pun kembali terpancing dengan hasrat di pagi ini. Bram melumat buah dada Dina dengan lembut lalu Bram meminta Dina untuk berdiri diatas sofa itu, sedangkan Bram masih dalam keadaan duduk.
Setelah Dina telah berdiri dihadapan Bram, kini bibir Bram kembali melumat perlahan daging kemerahan yang terlihat kecil dibandingkan semalam dengan memegang bokong Dina. Lalu satu dari kaki Dina ditaruh persis di bagian atas sofa, membuat terlihat jelas area sensitifnya.
Dengan satu kaki di sofa dan satu kaki lainnya berada di atas sofa itu membuat Dina lebih mudah melakukan gerakan memutar dan menekan ke arah mulut Bram yang terus saja menghisap daging kemerahan miliknya. Sesekali desahan Dina terdengar oleh Bram.
“ Aduhhh mas enak sekali, terusss hisapp mas... ,” Jerit Dina hingga membuat Bram lebih kuat menghisap area sensitifnya.
Akhirnya Dina pun tidak sanggup menahan hasratnya ketika Bram terus menerus menghisap dan sesekali lidahnya masuk kedalam area sensitifnya, Dina langsung turun menduduki alat vital Bram yang telah menunggunya untuk turun.
Bokong Dina pun mengoyangkan alat vital milik Bram ke kanan, ke kiri, naik dan turun hingga menekan lebih kencang. Dengan posisi ini terasa sekali alat vital Bram masuk secara utuh ke dalam area sensitif Dina. Sedangkan Bram saat ini sedang melumat buah dada Dina dengan sesekali menekan bokong Dina dan meminta Dina untuk lebih kencang lagi bergoyang.
“ Auauhh... Din nikmat sekali milikmu, terus bergoyang lebih dalam sudah semakin enaakkk ,” desah Bram sambil memegang dan menekan bokong Dina ke alat vitalnya.
Setelah hampir satu jam mereka melakukan hasrat mereka dengan jeritan Dina dan desahan Bram, akhirnya kenikmatan yang mereka lalui mencapai klimaks bersama. Terlihat kecupan merah yang membekas di bagian dada Dina tanda kenikmatan atas hasrat mereka berdua. Akhirnya mereka pun terkulai lemas di serangan fajar Bram pagi ini.
“ Pak bram...pak bram...,” ucap asisten rumah tangga di rumahnya memanggil bram sambil mengetuk pintu kamar Bram. “ Bu Dina...bu dina...,” ucap asisten rumah tangga mereka lagi sambil mengetuk pintu kamar mereka dan memanggil nama Dina. Setelah merasa tidak ada jawaban dari dalam kamar, asisten rumah tangga itu pun pergi menemui ibunda bram. “Maaf buu...Pak Bram dan Bu Dina belum bangun juga,” ucap asisten rumah tangga itu melaporkan hal yang telah dilihatnya. “Yaa sudah biarkan saja dulu,” ucap ibunda bram sambil berharap dalam hati agar mereka bisa mendapatkan keturunan. Sekitar Jam sebelas mereka pun terbangun dari tidurnya dalam keadaan masih telanjang bulat. Dilihat Bram, Dina masih tertidur disampingnya. Lalu Bram mencium kening Dina dan menutupi seluruh tubuh Dina dengan selimut tebal. Setelah Bram pergi ke kamar mandi dan berpakaian rapih ia pun langsung menemui ibundanya. “Siang bunda...,” sapa Bram pada bunda nya.
Sejak kepergian Bram ke kota lebih dari dua minggu lalu , Ajeng merasakan kesepian. Sebenarnya dia menyesali atas segala keputusan yang telah dia ambil. Padahal waktu itu Bram meminta padanya untuk berpikir sekali lagi untuk kembali bersama Bram ke rumah mungil mereka. Masih terbayang dibenaknya ketika saat bahagia mereka sejak kereta terakhir yang Ajeng tumpangi berhenti di perhentian terakhir di pagi subuh itu. terlihat sekali kalau Ajeng hari ini sedang merindukan Bram suaminya. “Ajeng apa yang sedang dipikirkan nak?” tanya bibiknya membuyarkan lamunan Ajeng. “Ooh...bibik, tidak mikir apa-apa koq bik,” jawab Ajeng. “Nak... apa dirimu ingin bertemu dengan suamimu?” tanya bibiknya lagi. Ajeng terdiam lalu tiba-tiba dilihat oleh bibiknya air mata Ajeng menetes membasahi pipinya. Lalu dalam dekapan bibiknya dirinya menumpahkan segala kegundahan hatinya. Diceritkan pada bibiknya kalau seharusnya Bram sudah mengunjungi dirinya di tanggal kemarin. D
Setelah dirinya masuk ke rumah munggil yang telah ditinggalkan selama hampir tiga bulan serasa hatinya miris melihat keadaan rumah yang kotor dan tidak terawat. Padahal ketika dirinya meninggalkan rumah ini semua masih terlihat rapih dan terawat. Kini Ajeng membuka kamarnya untuk menaruh koper dan tasnya. Dia melihat kamar tidurnya masih rapih tetapi terasa berdebu pada seprainya. Ajeng pun menganti seprei tempat tidur itu serta membuka jendela yang ada dikamar agar sirkulasi udara didalamnya berganti dengan yang baru. Dilihat olehnya jam baru menunjukan hampir pukul empat sore. Karena dirasakan perutnya lapar maka setelah mengganti sprei tempat tidurnya Ajeng beranjak menuju ke dapur dan melihat isi kulkas yang ada disana. Mungkin saja ada makanan yang bisa dimakannya pikir Ajeng. Sesampai di dapur dia membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata disana masih ada beberapa telur, buah-buahan, sosis, nugged dan susu coklat cair. Ajeng teringat karena ketika dia
“Bram....Bram,” ucap bunda memanggil namanya. “Iyaa, Bunda sebentar,” jawab Bram sambil berjalan menuju ruang keluarga. “Bram, ini ada hadiah dari bunda untuk kamu dan Dina untuk pergi ke tempat wisata,” ucap ibundanya sambil menyodorkan satu amplop. Bram membuka amplop yang diberikan bundanya, melihat isi dari amplop tersebut. Ternyata ibundanya memberikan voucher menginap di sebuah hotel berbintang. Berwisata pada sebuah pulau selama lima malam enam hari serta tiket pesawat pulang pergi untuk mereka. Tetapi sebelum Bram bisa mengatakan apapun ibundanya melanjutakan kata-katanya. “Karena kamu menghabiskan sisa cuti akhir tahun mu selama tujuh hari, maka menurut ibunda ini lah saat yang terbaik bagi kamu dan dina untuk bisa berlibur. Apalagi ibunda sudah bisa mengurus diri sendiri,” ucap ibunda menyampaikan keinginannya. Tidak ada perkataaan dari ibundanya yang mampu ia tolak, apalagi saat ini Bram tidak ingin merusak kebahagiaan dari keluarga
Setelah taxi yang membawa Ajeng sampai di rumah, Ia langsung membuka pintu pagar dan pintu rumahnya untuk menuju kamarnya. Disana ia menangis sekeras-kerasnya, setelah menahan perasaaan pedihnya selama dalam perjalan pulang. Ajeng melempar semua bantal dan barang yang ada di tempat tidurnya sambil menangis histeris. Ingin rasanya hari itu ia memecahkan seluruh kaca yang ada di rumah itu dan membakar seluruh photo dirinya dan Bram yang terpajang di kamarnya, tapi sampai saat ini Ajeng masih bisa menahan dirinya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat menahan segala kemarahan. Selama ini Ajeng tidak pernah sekalipun merasakan amarah yang sedemikan dasyatnya. Setelah kurang lebih satu jam, Ajeng pun sudah semakin bisa mengontrol emosinya. Ia beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengganti pakaian. Sejenak ia berpikir tentang bayi yang telah di kandungnya. Ia lalu memperingati dirinya untuk selalu kuat dan bertahan untuk bayi yang sedang dikandungnya. Sam
Tujuh hari sudah Ajeng menjalani hidup dengan kesendirian dan dalam rentang waktu itu, banyak kesedihan yang telah ia tumpahkan.dalam kesendiriannya. Entah sudah berapa air mata yang telah ia tumpahkan demi sebuah kepastian kabar dari suaminya Bram. Kekecewaannya atas ketidakpastian membuat dirinya tidak merasakan adanya kerinduan seperti waktu pertama dirinya merindu. Kini yang ada adalah rasa kebenciannya pada sosok yang dulu ia sangat cintai dengan segenap jiwa dan raganya. Rasa kerinduannya kini telah menjadi kebencian. “Ajeng...kamu dimana sekarang?” tanya Bram dalam sambungan telpon genggamnya. “Ajeng...tolong jawab,” ucap Bram lagi dalam sambungan telponnya. Merasa terganggu dengan telpon Bram yang terus menghubunginya. Ajeng pun memblokir nomor telpon Bram. Setidaknya kalau memang Bram berkepentingan dengannya pasti ia akan ke rumah lagi pula, diakan masih istrinya, jadi sudah kewajiban bagi Bram untuk mencari dirinya pikir Ajeng. Pagi
Sekitar pukul enam pagi Bram terbangun masih dengan kondisi tidak mengunakan sehelai benang pun, begitu juga dengan Dina yang dilihatnya masih dalam pelukannya. Bram segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dua puluh menit kemudian ia telah keluar dari kamar mandi dan memakai pakain. Bram lalu menutupi tubuh indah Dina dengan selimut dan membiarkannya tetap terlelap. Bram duduk disofa sambil berpikir tentang hal yang telah terjadi padanya. Ia berharap Ajeng mau mengerti dengan keadaannya saat ini. Terlihat beberapa kali Bram menghela napas panjangnya mengingat hal yang terjadi antara dirinya, Ajeng dan Dina. “Oooh....bagaimana aku harus bersikap atas diri Dina?” ucap Bram mempertanyakan pertanyaan untuk dirinya sendiri. Bram tidak akan mampu menghindari diri Dina. Bukan karena kecantikan dirinya, kemolekan tubuhnya atau karena area yang di favoritkan dalam tubuh Dina tetapi bagi Bram selain Dina adalah istrinya yang harus ia nafkahi batin
Sudah lebih dari dua hari sejak pertengkaran antara dirinya dan Bram terjadi membuat perasaan hatinya menjadi kacau. Dua hari ini dirinya kurang tidur. Banyak hal yang di pikirkan saat ini. Bukan hanya soal perasaan benci dan cintanya, tapi persoalan keputusan yang akan dirinya ambil. Ada kalanya dirinya berpikir ‘jika saja dirinya tidak hamil mungkin akan lebih mudah untuk mengambil sikap dan keputusan atas segala yang telah terjadi’ atau ‘kalau saja sejak pernikahan mereka yang baru beberapa pekan ia dapat mengambil keputusan yang bijak’, karena saat itu Bram telah mengatakan padanya tentang pernikahan perjodohannya dengan Dina. Helaan napas Ajeng sudah terjadi berulang kali, dan dia tidak menemukan jalan keluar atas problem yang telah dihadapinya. Dan dirinya menyalahkan rasa cinta yang begitu diagungkan kepada suaminya. Hingga saat ini dirinya merasa membenci rasa cinta itu. karena bagi dirinya cinta itu telah ternodai karena kebohongan Bram yang te
*AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d
*BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer
*AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp
*BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg
*AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p
*AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu
*BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n
*BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt
*AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak