Share

Ke Kampung Halaman

Penulis: madehilda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

*Ajeng POV*

Bram sampai di rumah tepat pukul sembilan malam setelah dia pamit pada bundanya di Rumah sakit serta pada Dina di rumah ibunda.

Setelah berkemas membawa masing-masing satu koper, mereka pun memesan taxi untuk membawa mereka pergi Ke Bandara. Aku merasa gelisah, ketika menuju ke Bandara. Aku sangat kuatir dengan kondisi kesehatan paman yang telah menjadi Ayah bagi diriku.

Ketika aku berpamitan kepada paman satu bulan lalu, kondisi paman baik-baik saja, tidak terlihat ada suatu penyakti yang diderita oleh paman. Tak terasa bulir air mataku jatuh membasahi pipi. Sesekali aku menyeka air mata yang jatuh membasahi pipiku.

"Ajeng sayang, sudah tenangkan dirimu," Bram mencoba menghiburku, dengan mengenggam tanganku, lalu merebahkan kepalaku pada bahu bram.

"Aku sangat takut terjadi sesuatu hal dengan paman mas,"sahutku dengan isak tanggis yang tertahan.

"Semua akan baik-baik saja, saat ini kita hanya bisa mendoakannya,"Bram kembali menguatkan kegelisahan hatiku.

Tiba di Bandara kami memasuki pos pengecekan tiket pesawat. Setelah itu kami masuk kedalam untuk mengikuti prosedur pemeriksaan / scanning  barang bawaan dan prosedur pemeriksaan / scanning  tubuh.

Selesai pada pos pemeriksaan, kami berjalan menuju tempat pemeriksaan tiket. Disana kami menyerahkan kartu tanda pengenal untuk mendapatkan nomor pada kursi penumpang serta menyerahkan koper yang mereka bawa untuk bisa di registrasi dan di bawa ke bagasi kabin pesawat.

Setelah semuanya selesai kami menuju di ruang tunggu. Karena pesawat yang membawa kami, ketujuan baru akan terbang dua jam. kemudian Bram mengajak ku untuk mencari restoran. Karena, kami belum makan malam.

Lalu kami menuju sebuah restoran yang menyediakan nasi campur. Kami memesan makanan dan duduk saling berhadapan satu sama lain. Saat ini kami masing-masing sibuk dengan handphone dan tentunya mempunyai berbagai hal yang dipikirkan saat ini.

Aku terkenang pada masa kecil, masa remaja hingga masa dewasa ketika aku hidup bersama paman, bibi dan kedua saudara sepupu lelakiku. Sedangkan Bram, aku lihat sedang memejamkan matanya. Aku berpikir,' Mungkin saja ia sedang memikirkan bunda yang harusnya ia temani di Rumah Sakit.'

Kenanganku, atas paman yang sangat indah terus bergelayut dalam benakku. Paman lah yang membuat aku, tidak merasa kehilangan ayah. Aku teringat ketika baru pertama kali memakai sepeda yang dibelikan oleh paman.

"Ajeng...mari paman ajarkan cara mengendarai sepeda, ingat kamu hanya perlu keseimbangan."

Masih terdengar jelas kata-kata paman didalam pikiranku.

Saat aku terjatuh, membuat paman sangat panik melihat luka pada bagian jempol kakiku yang mengeluarkan darah karena sepeda yang dikayuh mengenai batu sehingga aku terjatuh.

"Yaaa...Tuhan, putriku terjatuh, mana yang sakit sayang, mana lagi yang sakit?" tanya paman berulang kali dengan kecemasannya. Dan aku masih mengingat detail masalah itu.

Sejak saat itu paman tidak mengizinkan aku untuk mengendarai sepeda hingga saat dewasa. Aku juga teringat ketika, remaja dan sudah diperbolehkan untuk ikut ke kota dan tinggal bersama paman,bibi dan kedua saudara sepupuku.

Aku ingat, setiap paman menerima gaji, ia selalu saja membawakan makanan kesukaanku. Teringat olehku, ketika paman membawakan cake coklat kesukaanku, dan akulah yang pertama kali diminta memilih jenis cake coklat itu.

"Biar putri ayah tercinta dulu yang pilih, nanti jagoan-jagoan ayah sisanya," ucapan paman masih saja terdengar, ketika aku merindukannya.

Setelah itu baru kedua saudara lelaki sepupunya. Sungguh kenangan yang tidak bisa dilupakan oleh ku. Begitupun dengan kedua saudara lelaki sepupuku yang sangat menyayangiku.

Aku merasa terlindungi, ketika bermain bersama teman sebaya. Karena kedua saudara sepupuku, selalu menunggu digerbang sekolah ketika jam pulang sekolah telah selesai.

Sedangkan saat ini, pikiran Bram masih teringat dengan kejadian petang tadi di rumah bundanya. Ia  sungguh tidak menyangka, Dina akan melakukan hal seperti itu, selama ini Bram berpikir, Dina sebagai seseorang yang pernah sekolah dan tinggal di luar negeri.

Pastinya mempunyai seseorang yang bisa diajak berbicara dan melampiaskan hasrat dan kebutuhan batinnya selama mereka menjalani pernikahan semu.

Ternyata, Dina tetap mempertahankan status istri yang tidak mencari kenikmatan di luar. Dan pemikiran ini pulalah, yang buat Bram merasa sangat bersalah pada Dina.

Masih sangat jelas terlihat  oleh mata kepalanya sendiri, bentuk diri Dina ketika tanpa busana. Untung saja saat itu, Dina sedang memejamkan matanya, karena sensasi yang dia rasakan waktu itu.

Hingga ia tidak tahu, kalau Bram dengan rasa penasaran yang teramat sangat telah masuk kedalam tirai yang tertutup itu, dan melihat seluruh kejadian yang tidak diduganya.

Setiap mengingat hal itu serasa jantung Bram terdetak lebih kencang dan begitupun ketika dirinya bernapas, seolah-olah ia merasa oksigen disekitarnya berkurang, dan ia pun tidak tahu kenapa hal ini terjadi padanya.

Mungkin saja dikarenakan sifat kelelakian, peningkatan hormon, atau karena rasa bersalahnya. Padahal selama ini dirinya tidak pernah memberikan sedikitpun perhatian atas Dina.

Atau mungkin, karena saat ini Bram telah tahu seutuhnya tentang Dina, baik kebaikan hati dan perhatian pada bunda, maka pikiran ini selalu mengganggu dirinya.

"Mas Bram, koq melamun?" tanyaku pada Bram, karena dari tadi aku mengamati wajahnya yang sedikit tegang.

Kembali aku menanyakan Bram, karena ia tidak menjawab pertanyaanku. Dan tidak memperhatikan sekelilingnya. Yang aku rasa, ia seperti berada di tempat lain.

"Apa mas kepikiran bunda?" tanyaku kembali pada bram yang terlihat tidak memperhatikan apa yang ada di mejanya, ketika makanan yang kami pesan telah datang.

"Ooh tidak...hmmm yaaa,"  jawab Bram seperti kebingungan akan akan jawabannya.

Lalu aku lihat, ia mengambil makanan yang ada hadapannya, dan langsung menyantap, tanpa berkata sepatah kata pun. Aku pun menikmati makanan ku tanpa bertanya lagi padanya. 

Setelah tiga puluh menit kemudian, kami pun selesai dengan santapan makanan malam yang mereka pesan. Lalu kami beranjak ke ruangan lain yang telah disediakan untuk  menunggu jadwal keberangkatan pesawat.

Kurang dari tiga puluh menit lagi kami akan memasuki pesawat yang akan membawa kami ke kampung halamanku dan bertemu dengan paman yang sangat aku kasihi.

Setelah menunggu selama tiga puluh menit, kami pun mendengar panggilan kru maskapai untuk bersiap-siap menyiapkan tiket pesawat dan kartu tanda pengenal sebelum memasuki pesawat.

Kami antre untuk memasuki area lapangan landasan Bandara. Setelah kami melalui pemeriksaan tiket dan kartu identitas, kami pun berjalan memasuki lapangan landasan untuk menuju ke pesawat terbang yang telah terparkir disana.

Kami masuk ke dalam pesawat lalu mencari kursi sesuai dengan nomor yang kami dapatkan ketika melakukan boarding. Tidak lama kemudian, pramugari dari maskapai tersebutmemberikan instruksi-instruksi standar keselamatan internasional kepada para penumpang pesawat.

Setelah melakukan stimulasi tentang instruksi standar  keselamatan kepada para penumpang, maka pesawat pun mulai lepas landas secara perlahan dan akhirnya sampai pada ketinggian yang telah ditentukan.

Di dalam pesawat itu, aku dan Bram hanya terdiam satu sama lain. Tangan Bram tetap memegang tanganku dan kepalaku pun bersandar pada pundak Bram. Aku yang takut ketinggian, memejamkan mata.

Sedangkan pikiran Bram, terus melayang pada sosok Dina yang dilihat dalam keadaan tanpa busana. Walaupun Bram terus menghalau pikiran itu, tetapi bayangan tubuh Dina bertambah jelas terlihat.

Bram tidak tahu apa yang dipikirkannya. Yang pasti saat ini, ia memikirkan bentuk lekuk dari tubuh dan area sensitif Dina yang terlihat putih bersih tanpa tumbuh rambut sedikitpun.

Terlihat sekali Dina sangat menjaga kebersihan area sensitifnya. Dan yang  sangat di ingatnya adalah sebuah  daging kecil berwarna kemerahan yang menyembul dibagian tengah area sensitif milik Dina. Hasratnya, ingin sekali melumat daging kecil kemerahan itu. Seketika ia tersadar.

"Pikiran gila apa ini?" kutuk batin Bram.

Satu jam setelah perjalanan, pramugari maskapai pesawat yang kami tumpangi, meminta kami untuk memasang sabuk pengaman dengan menegakkan kursi. Karena pesawat akan melakukan pendaratan.

Dalam beberapa menit kemudian, pesawat mulai melakukan pendaratan dengan menurunan ketinggian pesawat secara bertahap. Hingga ketinggianpun dapat diturunkan sesuai prosedur pendaratan yang berlaku.

Terasa sekali roda kaki dari pesawat tersebut menyentuh landasan dengan getaran yang hampir terasa sama ketika kami naik roller coaster.

Akhirnya kami pun telah mendarat dengan selamat. Dan kami boleh membuka sabuk pengaman, ketika pesawat berhenti dan parkir dengan sempurna.

Setelah itu kamipun mulai bangun dari kursi dan mengantri untuk mengambil barang di kabin pesawat, setelah itu kami mengantri untuk keluar dari pesawat satu persatu.

Lalu kami pun keluar dari pesawat dan berjalan menuju tempat pengambilan koper. Kami mengambil koper dan menuju keluar area dari bandar udara tersebut. Sesampai di luar, kami mencari taxi untuk menuju kampung halamanku yang berjarak sekitar dua puluh lima kilo dari bandara.

Setelah itu kami mendapatkan taxi yang membawa kami menuju ke kampung halamanku. Dalam perjalanan yang akan memakan waktu sekitar dua jam itu, Bram tertidur pulas dikarenakan memang saat ini waktu telah menunjukan pukul satu dini hari.

Sedangkan aku tidak bisa memejamkan mata sedikit pun, karena ketika berada di dalam pesawat, tertidur pulas dengan rasa takutku.

Akhirnya kami sampai di rumah paman. Ketika mobil taxi yang membawa kami masuk ke halaman pekarangan rumah paman. Aku lihat bibi dan salah seorang dari saudara lelaki sepupuku, telah berada didepan teras rumah paman.

Setelah supir taxi menurunkan barang-barang kami, salah seorang saudara lelaki sepupuku membantu menurunkan koper serta tas ku. Sedangkan, aku memeluk bibi dengan perasaan sedih.

"Bagimana kabar mu?" tanya bibi sambil mencium kedua pipi ku.

"Baik-baik saja Bi.’’ Sahutku sambil mencium kedua tangan bibi, dan menyalami saudara lelaki sepupuku.

"Bagaimana kabar mu dan keluarga disana Bram?" tanya bibi Ajeng pada Bram.

"Semua baik-baik bi," jawab Bram sambil mencium kedua tangan bibi Ajeng. serta menyalami saudara lelaki sepupu Ajeng yang saat itu berada disamping bibinya Ajeng.

Mereka pun masuk kedalam rumah. Bram membawa satu koper sedangkan saudara lelaki sepupu Ajeng membawakan satu koper lagi. Mengingat kami sampai ke rumah dini hari, maka bibinya Ajeng meminta kami untuk beristirahat.

Kami pun masuk ke kamar yang telah disiapkan untuk kami, lalu aku masuk ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan mengganti pakaian. Begitupun dengan Bram, ia mencuci muka dan mengganti pakaian.

Lalu kami beranjak ke tempat tidur kami. ketika berada di tempat tidur, Bram mencoba mencium bibir ku. Tetapi aku menolak, karena rasa lelahku dalam perjalanan tadi.

Tetapi Bram terus mencoba merajuk dan mengoda aku, agar ia bisa menikmati hasrat cintanya bersamaku.

"Sayang, Aku ingin sekali bercinta dini hari," rayu bram dengan mencoba memegang area sensitif ku. 

Tetapi aku tetap menolak. Dan langsung mengingatkan kondisiku.

"Maaf mas Bram, aku benar-benar tidak mood dan lagi pula kita seharusnya mendengarkan saran dokter, untuk tidak melakukan hubungan suami istri."

"Mas kan tahu, itu akan menjadi masalah besar dengan kandunganku," ujar ku panjang lebar menjelaskan hal itu sebagai penolakanku sambil membelakangi Bram, dan beristirahat.

Akhirnya Bram pun tidak bisa memaksakan hasratnya padaku, lalu ia pun mencoba untuk memejamkan matanya. Karena besok kami semua akan menjenguk pamanku yang berada di Rumah Sakit.

Tetapi hasrat Bram yang menggebu-gebu sejak melihat Dina dirumah bunda. Dan masuk dalam pikirannya, ketika berada di Bandara, hingga saat berada di dalam pesawat.

Membuat dirinya tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya masih saja teringat akan pemandangan indah yang dilihat. Karena tidak kuatnya hasrat itu, Bram memutuskan untuk melakukan melakukan hasratnya, yang dia lakukan dengan tangannya sendiri sambil mengingat kembali lekuk tubuh Dina yang dilihatnya.

Tanpa sadar, dirinya telah merasakan sensasi yang sangat mendalam pada hasratnya, dia pun memanggil lirih nama Dina hingga mencapai klimaks.

Terasa melegakan bagi hati Bram, ketika batinnya telah terpuaskan. Ia telah menumpahkan segala hasrat yang sejak kemarin sore telah ditahannya hingga dini hari baru tertuntaskan.

Setelah itu Bram pun beranjak ke tempat tidur karena rasa kantuk yang telah dirasakannya.

Aku bangun sekitar pukul enam langsung menuju dapur. Dilihat bibiku sedang menanak nasi dan sedang mempersiapkan makanan pagi untuk kami.

"Selamat pagi Bi," ujarku pada bibi, dan bibi  menoleh ke arahku.

"Pagi Nak, gimana tidurmu bisa nyenyak?" jawab bibi dan menanyakan kondisiku.

Lalu aku membantu bibi menyiapkan makanan untuk sarapan kami dan memasak beberapa makanan kesukaan paman yang akan mereka bawa ketika membesuk nanti.

sambil memasak, aku membicarakan perihal sakit pamanku. Karena selama ini, aku melihat paman baik-baik saja. aku berpikir, kenapa sampai tidak mengetahui kondisi paman sebenarnya.

Menurut bibiku, paman selama ini menyembunyikan perihal penyakitnya agar kami semua tidak was-was terhadap dirinya. Sungguh suatu hal yang menyedihkan ketika hal itu ku dengar.

Menurut bibinya saat ini paman menderita penyakit ginjal. Tetapi paman telah ditangani oleh Dokter spesialis penyakit dalam dan menurut cerita dari bibi, kondisi paman saat ini sudah agak membaik setelah di bawa ke Rumah Sakit.

Rencananya pagi ini, setelah mereka sarapan pagi, kami akan membesuk paman di Rumah Sakit. Setelah dua jam berlalu, makanan yang dimasak oleh aku dan bibi pun selesai.

Dan aku menyajikan sarapan tersebut di meja makan. Sedangkan bibi sedang menaruh beberapa makanan pada rantang yang akan dibawanya ke Rumah Sakit. Setelah itu, aku  membangunkan Bram dan saudara lelaki sepupuku untuk sarapan pagi.

Mereka pun akhirnya sarapan bersama di meja makan sambil sesekali bercerita tentang banyak hal. Terasa keakraban diantara Bram dan saudara sepupuku. Dan itu membuat aku bahagia.

Bab terkait

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Keputusan Ajeng

    *Ajeng POV* Setelah kami selesai sarapan pagi, saudara lelaki sepupu ku menyiapkan mobil yg akan digunakan ke Rumah Sakit untuk menjenguk Paman. Kami masuk ke dalam mobil, perjalanan menuju Rumah Sakit pun di mulai. Sekitar satu jam dalam perjalanan, kami sampai di Rumah sakit. Pada umumnya Rumah Sakit, bentuk dan struktur bangunannya hampir sama antara Rumah Sakit yang satu dengan Rumah Sakiy yang lain. Bagian depan dari rumah sakit tersebut ada sebuah taman. Di samping sisi kiri dan kanan adalah tempat parkir kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Ada pula supermarket mini, dan beberapa tempat Anjungan tunai mandiri. Di bagian depan Rumah sakit, ada bangunan besar yang di gunakan untuk bagian Unit Gawat Darurat, dimana setiap pertolongan pertama yang bersifat darurat akan merujuk pada bagian gedung ini. Lalu sisi gedung dari UGD ada sebuah bangunan lain, yang digunakan sebagai poliklinik, dari beberapa Do

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Benih Cinta Kedua

    *Bram POV* Setelah keluar dari kamar itu perasaan ku sungguh sangat kacau. Jantung ku masih berdetak sangat kencang. Bagaimana tidak, untuk kedua kali, aku melihat Dina keluar dari kamar mandi hanya dengan mengunakan selembar handuk yang melingkari ditubuhnya. Memang tidak ada yang salah dengan semua itu apalagi kami adalah pasangan suami istri. Hanya saja selama ini, komitmen yang sudah kamk ikrarkan menjadi penyebab jantung ku berdetak kencang. Ditambah kejadian tempo hari yang sungguh menyita sebagian pikiranku, tentang rasa bersalah ku pada Dina. Sampai-sampai aku berpikir, apa rasa bersalah ku pada Dina, yang membuat perubahan pada hati dan pikiranku. Sedangkan hasrat yang aku rasakan saat ini, menurut ku, hanyalah dari rasa kasian ku pada diri Dina, yang melampiaskan kebutuhan batinnya dengan caranya sendiri.M "Mas Bram sudah kembali dari kampung halaman Ajeng?" tanya Dina yang tiba-tiba sudah berada di belakang ku.

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Hasrat Terpendam

    Beberapa saat mereka kembali pada tempat tidur masing-masing. Disofa itu Bram masih saja tidak bisa memejamkan matanya walaupun dirinya telah berupaya untuk memejamkan matanya tetapi bayangan kemolekan tubuh Dina membuat jantungnya masih saja berdetak kencang. Sedangkan Dina yang berada ditempat tidurnya juga merasakan hal yang sama. Dirinya tidak bisa memejamkan matanya, dirinya tidak menyangka sama sekali Bram melakukan hal ini kepadanya. Dalam sepuluh tahun ini Bram sangat dingin dan selalu menghindari dirinya. Dina sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi pada Bram dan Dina masih merasakan saat-saat bibir Bram melumat bibirnya, karena Bram tidak pernah sekalipun melakukan hal itu padanya selama masa pernikahan mereka. Dina juga masih memikirkan, kira-kira hal apakah yang membuat perubahan drastis pada diri Bram. Ketika Dina masih terus memikirkan hal itu, tiba-tiba Bram telah duduk di pinggir tempat tidurnya dan Dina terkejut den

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Bagian Favorit Bram

    “ Pak bram...pak bram...,” ucap asisten rumah tangga di rumahnya memanggil bram sambil mengetuk pintu kamar Bram. “ Bu Dina...bu dina...,” ucap asisten rumah tangga mereka lagi sambil mengetuk pintu kamar mereka dan memanggil nama Dina. Setelah merasa tidak ada jawaban dari dalam kamar, asisten rumah tangga itu pun pergi menemui ibunda bram. “Maaf buu...Pak Bram dan Bu Dina belum bangun juga,” ucap asisten rumah tangga itu melaporkan hal yang telah dilihatnya. “Yaa sudah biarkan saja dulu,” ucap ibunda bram sambil berharap dalam hati agar mereka bisa mendapatkan keturunan. Sekitar Jam sebelas mereka pun terbangun dari tidurnya dalam keadaan masih telanjang bulat. Dilihat Bram, Dina masih tertidur disampingnya. Lalu Bram mencium kening Dina dan menutupi seluruh tubuh Dina dengan selimut tebal. Setelah Bram pergi ke kamar mandi dan berpakaian rapih ia pun langsung menemui ibundanya. “Siang bunda...,” sapa Bram pada bunda nya.

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Kerinduan Ajeng

    Sejak kepergian Bram ke kota lebih dari dua minggu lalu , Ajeng merasakan kesepian. Sebenarnya dia menyesali atas segala keputusan yang telah dia ambil. Padahal waktu itu Bram meminta padanya untuk berpikir sekali lagi untuk kembali bersama Bram ke rumah mungil mereka. Masih terbayang dibenaknya ketika saat bahagia mereka sejak kereta terakhir yang Ajeng tumpangi berhenti di perhentian terakhir di pagi subuh itu. terlihat sekali kalau Ajeng hari ini sedang merindukan Bram suaminya. “Ajeng apa yang sedang dipikirkan nak?” tanya bibiknya membuyarkan lamunan Ajeng. “Ooh...bibik, tidak mikir apa-apa koq bik,” jawab Ajeng. “Nak... apa dirimu ingin bertemu dengan suamimu?” tanya bibiknya lagi. Ajeng terdiam lalu tiba-tiba dilihat oleh bibiknya air mata Ajeng menetes membasahi pipinya. Lalu dalam dekapan bibiknya dirinya menumpahkan segala kegundahan hatinya. Diceritkan pada bibiknya kalau seharusnya Bram sudah mengunjungi dirinya di tanggal kemarin. D

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Terlukanya Hati Istri

    Setelah dirinya masuk ke rumah munggil yang telah ditinggalkan selama hampir tiga bulan serasa hatinya miris melihat keadaan rumah yang kotor dan tidak terawat. Padahal ketika dirinya meninggalkan rumah ini semua masih terlihat rapih dan terawat. Kini Ajeng membuka kamarnya untuk menaruh koper dan tasnya. Dia melihat kamar tidurnya masih rapih tetapi terasa berdebu pada seprainya. Ajeng pun menganti seprei tempat tidur itu serta membuka jendela yang ada dikamar agar sirkulasi udara didalamnya berganti dengan yang baru. Dilihat olehnya jam baru menunjukan hampir pukul empat sore. Karena dirasakan perutnya lapar maka setelah mengganti sprei tempat tidurnya Ajeng beranjak menuju ke dapur dan melihat isi kulkas yang ada disana. Mungkin saja ada makanan yang bisa dimakannya pikir Ajeng. Sesampai di dapur dia membuka kulkas dan melihat isinya. Ternyata disana masih ada beberapa telur, buah-buahan, sosis, nugged dan susu coklat cair. Ajeng teringat karena ketika dia

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Ke Puncak Asmara

    “Bram....Bram,” ucap bunda memanggil namanya. “Iyaa, Bunda sebentar,” jawab Bram sambil berjalan menuju ruang keluarga. “Bram, ini ada hadiah dari bunda untuk kamu dan Dina untuk pergi ke tempat wisata,” ucap ibundanya sambil menyodorkan satu amplop. Bram membuka amplop yang diberikan bundanya, melihat isi dari amplop tersebut. Ternyata ibundanya memberikan voucher menginap di sebuah hotel berbintang. Berwisata pada sebuah pulau selama lima malam enam hari serta tiket pesawat pulang pergi untuk mereka. Tetapi sebelum Bram bisa mengatakan apapun ibundanya melanjutakan kata-katanya. “Karena kamu menghabiskan sisa cuti akhir tahun mu selama tujuh hari, maka menurut ibunda ini lah saat yang terbaik bagi kamu dan dina untuk bisa berlibur. Apalagi ibunda sudah bisa mengurus diri sendiri,” ucap ibunda menyampaikan keinginannya. Tidak ada perkataaan dari ibundanya yang mampu ia tolak, apalagi saat ini Bram tidak ingin merusak kebahagiaan dari keluarga

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Hati Yang Kuat

    Setelah taxi yang membawa Ajeng sampai di rumah, Ia langsung membuka pintu pagar dan pintu rumahnya untuk menuju kamarnya. Disana ia menangis sekeras-kerasnya, setelah menahan perasaaan pedihnya selama dalam perjalan pulang. Ajeng melempar semua bantal dan barang yang ada di tempat tidurnya sambil menangis histeris. Ingin rasanya hari itu ia memecahkan seluruh kaca yang ada di rumah itu dan membakar seluruh photo dirinya dan Bram yang terpajang di kamarnya, tapi sampai saat ini Ajeng masih bisa menahan dirinya. Karena ia adalah seorang pribadi yang kuat menahan segala kemarahan. Selama ini Ajeng tidak pernah sekalipun merasakan amarah yang sedemikan dasyatnya. Setelah kurang lebih satu jam, Ajeng pun sudah semakin bisa mengontrol emosinya. Ia beranjak ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dan mengganti pakaian. Sejenak ia berpikir tentang bayi yang telah di kandungnya. Ia lalu memperingati dirinya untuk selalu kuat dan bertahan untuk bayi yang sedang dikandungnya. Sam

Bab terbaru

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Akhir Pertemuan Dua Hati

    *AJENG POV* Pagi hari ini aku terbangun lebih awal karena aku akan melakukan pengecekan pada beberapa barang bawaan kami yang telah kami cek semalam, hanya saja aku ingin memastikan semuanya telah masuk dalam cek list ku. keberangkatan kami ke kota dengan menggunakan pesawat pada keberangkatan pertama membuat aku sangat sibuk di pagi ini. Saat ini kehamilanku telah memasuki usia lima bulan, dan itu dapat terlihat dari perut buncitku. Begitu pun dengan putri kami Angel telah mulai bisa memanggil kami dengan sebutan mama dan papa. Oleh karena itu, sekarang aku memanggil Teguh dengan sebutan papa begitu pun dengan Teguh memanggilku dengan sebutan mama. Semua itu atas nasehat dari bibiku, yang biasanya aku memanggil dengan sebutan namanya pada Teguh, kini kami membiasakan diri dengan sebutan mama, papa, agar Angel biasa lebih mengetahui keberadaan kami sebagai orang tuanya. Dan syukurnya setelah kehamilan kedua sejak pertama kali aku hamil dulu, membuat d

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Akhir Sebuah Rahasia Kehidupan

    *BRAM POV* Kondisi Dina yang telah melakukan pengobatan selama tiga bulan ini tidak membuahkan hasil seperti yang di harapkan. Dan hal ini semakin membuat keputusasaanku berakhir dengan sikapku yang mudah emosional. Seperti pagi ini ketika aku mendapatkan hubungan telepon dari suami Ajeng, yang menanyakan kepindahanku dari rumahnya, semakin membuat suasanya tidak menyenangkan bagi seluruh pihak. Aku seharusnya tidak berkata kasar padanya, karena mereka memang tidak mengetahui kondisiku saat ini. Saat ini aku sedang menunggu Dina yang sedang menjalani kemoterapi untuk ke sekian kalinya. Dina kini bukanlah seperti yang dulu, ia kini kurus kering, tidak ada lagi keseksian dalam tubuhnya. Pada bagian rambutnya pun telah habis berjatuhan, sehingga ia sudah tidak ingin melihat wajahnya. Cermin di dalam kamar, telah aku singkirkan. Aku sangat terharu ketika ia mengatakan dirinya telah berubah menjadi seorang yang sangat jelek dan menakutkan, dan ia mer

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Gelombang Bahagia Dalam Cinta

    *AJENG POV* Sesampai di rumah kami langsung beristirahat karena terlalu lelah liburan yang kami lakukan dua hari ini. Aku lihat Teguh telah tertidur sangat nyenyak. Kulihat dirinya yang begitu menyayangiku, membuat diriku merasa, dialah seseorang lelaki pilihan yang memang dipersiapkan untuk diriku. Setelah segala kehancuran yang telah aku jalani, dalam berumah tangga bersama Bram. Tuhan menggantikannya dengan seorang lelaki yang membahagiakan diriku lahir dan batin. Suara ketukan pintu membuat rasa kantukku hilang, aku lalu beranjak ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. “Permisi ibu Teguh, perkenalkan saya bapak Paimin, yang mengurusi tambak bapak,” sapa bapak itu dengan memperkenalkan dirinya. “Silakan masuk pak, bisa saya bantu ya pak, karena pak Teguh baru saja beristirahat,” jawabku untuk memberitahukannya kalau suamiku sedang tidur. “Ibu, kapan hari bapak berbicara pada saya, kalau dirinya mau mengambil cucu saya yang tidak memp

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Asa Yang Usai

    *BRAM POV* Hari ini aku ke Rumah Sakit bersama Dina, untuk mengambil hasil dari biopsi. Kami menunggu dengan cemas begitu pun dengan Dina. Ia sangat gelisah sekali atas hasil yang akan diterimanya. Sekitar setengah jam kemudian nama Dina di panggil oleh perawat. Aku menggandeng tangan Dina yang terasa Dingin. Aku mengusapnya agar ia merasa tenang. Sesampai di meja, Dokter membuka hasilnya lalu mengatakan pada kami, “Ibu Dina, hasil yang didapat dari hasil biopsi, “menyatakan kalau ibu positif kanker serviks.” Seketika aku melihat Dina yang lunglai seperti tak berdaya, langsung menangis dengan pilu, ia menutupi mulutnya untuk menahan ledakan tangisnya. Melihat hal itu, hatiku serasa hancur, dan tidak ada kata yang bisa aku ucapkan. Aku hanya memeluk bahunya. “Din, kita pasti bisa melalui ini, kita harus yakin, aku mohon kuatkan diri mu,” ucapku dengan menahan isak tangisku. Aku melihat Dokter memberikan waktu bagi Dina untuk meluapkan seg

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Bercinta Dalam Cinta

    *AJENG POV* Kami terbangun pada pukul sepuluh pagi, Aku melihat di sampingku, seorang suami yang penuh tanggung jawab. Bukan hanya tetapi bertanggung jawab pada kehidupanku saja, ia selalu berupaya untuk kebahagiaan ku dalam segala hal. Teguh tidak melihat sedikit pun celah cacat pada dirinya. Pendidikannya, bidang pekerjaannya, jiwa sosialnya, tutur, hubungan sosialnya, dan secara fisik Teguh adalah lelaki dengan postur tubuh yang tinggi, dengan bentuk dada yang, berkulit coklat muda, wajah yang manis, walaupun tidak setampan Bram, dan yang pasti memiliki keistimewaan pada alat vitalnya yang mampu membuat wanita mana p

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Kenikmatan Cinta Teguh

    *AJENG POV* Masa-masa bahagia yang dilalui oleh Aku dan Teguh, membuat kehidupan di lingkungan desa kami terasa lebih bahagia. Aku yang kini telah menjadi seorang istri dari seorang Teguh Pratama, sering ikut membantu suamiku dalam penyuluhan yang dilakukan di desa-desa. Aku juga sangat aktif di dalam pemberdayaan wanita di desa kami. Selain itu karena suamiku seorang ASN maka aku juga aktif dalam kegiatan Dharma wanita, yang biasanya kami lakukan setiap satu bulan sekali mewakili dari dinas pertanian tempat dari Teguh bekerja. Aku sungguh sangat beruntung bertemu dengan Teguh, banyak sekali pembelajaran yang aku dapatkan dari dirinya tentang hidup ini. “Sayang... lihat, aku bawakan bunga anggrek dari kota,” ucap Teguh yang telah dua hari mengikuti seminar kedinasan di kantor pusat. “Aah...cantiknya, tetapi aku kangen sama yang bawa anggreknya,” ucapku bahagia melihat dirinya sudah di rumah dengan memeluk erat tubuhnya. Melihat kerindu

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Duka Di Atas Luka

    *BRAM POV* Kepulangan Dina dan Bayi perempuanku yang cantik membawa kebahagiaan bagiku dan Dina. Walaupun saat ini keadaan ekonomi ku tidak dalam keadaan membaik, aku berharap bayi perempuanku yang cantik ini kelak dapat mendatangkan Rizky bagi keluarga kami. Hanya saja beberapa tetangga di lingkungan kami yang memang tidak menyukai Dina, tidak ada yang menjenguk atau sekedar menanyakan tentang Dina sudah melahirkan atau belum. Stigma pandangan pada masyarakat yang selalu melekat pada diri Dina, yang di anggap sebagai penghancur dari hubungan rumah tangga orang lain membuat dirinya tidak disukai dalam masyarakat. Dan itu sudah risiko dari hidup bermasyarakat yang harus di tanggung oleh kita semua termasuk Dina. “Sayang, anak cantik...tante dini akan pulang dulu ya, sehat-sehat ya..,” ujar Dini ketika melihat putriku di kamar kami. “Kak Dina, aku akan balik ke kost, karena besok ada jadwal ke kampus,” Dini izin pada Dina untuk kembali ke kost n

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Kebahagianku dan Jalan Gelap Dini

    *BRAM POV* Kelahiran seorang bayi cantik yang selama ini telah aku tunggu telah membawa kebahagiaan yang tiada taranya. Aku merasa sangat berbahagia melihat persalinan Dina, yang aku lihat secara langsung. Aku melihat bagaimana Dina berjuang antara hidup dan mati, ketika melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan dengan panjang 49centimeter dan berat 3kilogram. Aku berterima kasih pada Dina yang sudah tetap menemani diriku disaat aku terpuruk. Malah dirinya memberikan kebahagiaan dengan melengkapi statusku dari hanya sebagai seorang suami kini menjadi seorang ayah. Aku berjanji akan menjadi seorang Ayah yang baik dan bertanggung jawab serta sangat mencintai dirinya melebihi aku mencintai diriku sendiri. “Terima kasih sayang, untuk perjuangan dirimu bagi kebahagiaan kita,” ujarku sambil mengelus-ngelus kepala Dina. “Bagaimana kondisi anak kita, mas?” tanya Dina dengan suara yang lemah. “Apakah mas sudah menghubungi Dini, unt

  • Istriku Bukan Selingkuhanku   Cinta & Kenikmatan Dalam Lembaranku

    *AJENG POV* Sidang gugatan perceraian yang seharusnya di hadiri oleh Bram, sudah kedua kalinya tidak di hadiri oleh Bram. Dan saat ini adalah sidang yang ketiga untuk mendengarkan keputusan hakim atas gugatan perceraian antara aku dan Bram. Aku yang selalu di dampingi oleh Teguh, dan berharap Bram secara jantan menghadiri sidang gugatan atas perceraian ini. Tetapi tidak sekali pun Bram menghadiri persidangan tersebut. Dan pada kali ini Bram justru mengirimkan sebuah surat pernyataan yang ditujukan pada majelis hakim, pada lanjutan sidang gugatan perceraian ketiga. Dimana hari ini rencananya akan diputuskan gugatan perceraian ini dengan membacakan surat yang diterima oleh majelis hakim dari Bram. Pada surat ini, Bram menerima semua keputusan dari hakim sidang dan mengabulkan seluruh gugatan perceraian dariku, termasuk gugatan tambahan atas kepemilikan sebuah rumah yang memang sudah atas nama diriku sendiri. Dan semua itu telah diputuskan oleh hak

DMCA.com Protection Status