Rama adalah salah satu orang yang paling berharga di dalam hidup Zoya, pria yang membantunya berhasil hingga seperti ini. Apa yang dia dapatkan sekarang jauh lebih baik ketimbang jadi istri seorang pria konglomerat. Zoya bisa berdiri di kakinya sendiri, tak ada yang menatapnya dengan remeh seperti dulu."Austin, biarkan om Rama makan dulu, makanannya sudah siap," ucap Zoya, dia datang ke ruang tengah dan melihat kedua orang itu masih sibuk bermain, Austin terus bicara membanggakan tentang robot mainannya. "Baik Ma, aku akan masuk ke kamar, bermain sebentar lagi lalu tidur," jawab Austin."Tidak ingin menemani Om makan?" tanya Rama pula. Dan Austin langsung menggeleng, "Besok kita bermain di pantai saja, malam ini aku akan bermain dengan Robot ku dulu," tawar bocah itu hingga membuat Rama tertawa. Austin yang sangat menyukai robot itu sampai telah menceritakan asal usulnya pula, tentang Oma Emma, nenek baik yang telah memberikannya robot."Oke, kalau begitu masuk lah ke kamar mu.
"Sudahlah, tidak usah lagi bicarakan tentang mereka. Terserah mereka mau melakukan apa, itu bukan urusan kita," ucap Zoya, yang tidak ingin pembicaraan ini jadi menjalar ke mana-mana.Kebenaran tentang Aland sudah dia kubur dalam-dalam, Zoya tidak ada niat sedikitpun untuk mengungkapkannya. Apalagi berbagi pada orang lain, termasuk Rama."Kamu benar, itu bukan urusan kita," balas Rama, bibirnya tersenyum saat mengucapkan kalimat tersebut. Tadi memang begitu antusias untuk membahas tentang keluarga Floyd tersebut, tapi setelah mendengar ucapan Zoya, kini rasa penasarannya pun seketika menghilang.Rama kemudian mengambil gelas minumnya berisi teh hangat, dia seduh itu untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa dingin. "Kamu juga harus minum," kata Rama, dia memberikan gelasnya untuk Zoya karena tadi Zoya tidak membuat minum untuknya sendiri.Kata Zoya dia tak suka minuman hangat, tapi sekarang Rama justru memaksanya."Aku tidak mau," tolak Zoya."Sedikit saja," balas Rama.Zoya mendengus,
"Cukup Ma," kata Aland."Percaya pada mama Al, tiap kali Zara memasak makanan seafood pasti seperti ini rasanya," tagas mama Emma, bicaranya pelan namun penuh dengan penekanan. Sungguh, dia ingin kali ini Aland mendengarkan apa yang dia utarakan.Rasa makanan ini tak bisa mereka abaikan begitu saja, pasti ada hubungannya dengan Zara.Sementara Aland justru menghembuskan nafasnya kasar, sebuah tanggapan yang justru seolah kecewa, tanggapan yang seolah justru meminta mama Emma diam."Pelayan!" panggil mama Emma, kini tak ada yang bisa menghentikan dia. Karena mama Emma memiliki keyakinannya sendiri."Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu ketika dia sudah berdiri di hadapan dua pelanggan."Siapa yang memasak makanan ini? rasanya sangat enak," tanya mama Emma."Yang memasak adalah koki restoran ini Nyonya, tapi resepnya dari Nyonya Zoya, pemilik restoran ini," jelas sang pelayan apa adanya.Membuat mama Emma mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham. "Baiklah, terima
Zoya sontak tertawa hambar saat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Mama Emma. Meski dalam hatinya bergemuruh merasa takut. Dengan gamblangnya mama Emma mempertanyakan tentang Austin.Sedangkan Aland sudah menatap sang mama dengan mata yang mendelik."Kenapa Oma bertanya seperti itu pada mamaku?" tanya Austin, suaranya yang kecil mampu menggetarkan hati semua orang dewasa di sana. Zoya bahkan langsung berjongkok untuk memeluk sang anak.Tapi belum sempat Zoya bicara sepatah katapun, Aland sudah lebih dulu berucap. "Maaf Austin, Oma Emma tidak bermaksud apapun menanyakan tentang hal itu. dia hanya salah bicara," ucap Aland. Mama Emma sendiri mulai menyadari bahwa dia salah, ego di dalam hatinya membuat dia menyakiti perasaan Austin."Maafkan aku Zoya, aku tidak bermaksud seperti itu," kilah mama Emma, tapi kini Zoya bukanlah wanita yang mudah untuk diajak bernegosiasi. Dengan menggendong sang anak, Zoya kembali bangkit berdiri. Dia sedikitpun tidak menatap ke arah mama Emma, nam
Aland masih berdiri di posisi yang sama sampai Zoya tak terlihat lagi di matanya. Sebenarnya Aland pun seringkali menebak apakah Zoya adalah Zara, berulang kali dia temukan kesamaan di antara mereka berdua.Tapi wajah yang berbeda dan identitas yang tak sama membuatnya sulit untuk mengidentifikasi. Aland masih butuh waktu untuk mengurai semua teka-teki ini. Dan kedatangan Mama Emma membuat rencananya jadi buyar."Pak Aland, ayo masuk!" teriak seorang guru dari arah dalam sekolah. Aland pun sontak menoleh dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban iya.Jam 7 lewat 15 menit, pintu gerbang telah di tutup. Anak-anak sudah dipastikan datang semua. Sekolah taman kanak-kanak ini tidak terlalu besar, mereka bahkan hanya mampu menerima murid sebanyak 30 murid saja.Sebenarnya jasa guru juga tidak banyak, Aland diterima karena dia tidak dibayar sedikitpun dari sekolah. Hanya sebagai pembantu pengajar. Itulah kenapa Aland diberi keleluasaan, boleh masuk atau tidak.Kegiatan belajar mengajar pun
"Permisi Tuan, aku harus menjawab panggilan ini.""Ya ya ya, pergilah," balas Peter, dia masih saja tersenyum melihat Aland. Diantara dia dan Aland hanya selisih umur 5 tahun, Aland lebih muda darinya. Aland seusia dengan sang istri- Ressa.Peter lihat dengan jelas saat Aland berlari masuk ke dalam rumah, dia geleng-geleng kepala sendiri. "Sepertinya itu panggilan telepon dari kekasihnya," gumam Peter, sok tau.Tiba di dalam kamarnya, Aland langsung menjawab panggilan telepon dari Erile. "Bagaimana? kamu sudah mendapatkan data pria itu?" tanya Aland bertubi, bicara menggebu tidak sabar."Sudah Tuan, tidak ada pria bernama Roland Lewis. Seluruh keluarga Lewis pun tak memiliki keturunan bernama Roland. Sepertinya nyonya Zoya hanya mengarang saja," jelas Erile, telah banyak orang yang dia pekerjakan untuk mencari data tersebut. Erile yakin 100 persen dengan laporannya ini.Dan mendengar laporan itu bibir Aland pun tersenyum, entah rahasia apa yang menunggunya di depan sana. Tapi tiap keb
Pulang sekolah Aland mendekati Austin yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah, dia bahkan langsung mengelus puncak kepala anak itu dengan lembut. Austin yang sedikit terkejut langsung menoleh ke atas, lalu tersenyum lebar ketika melihat Daddy barunya yang datang. "Daddy, siang nanti datang ke restoran tidak?" bisik Austin, panggilan Daddy memang masih rahasia untuk mereka berdua saja. "Hem, Daddy akan datang untuk bertemu dengan mu."Austin sontak berjingkrak kegirangan. Mereka terus berjalan bersama hingga tiba di luar sekolah."Austin!" panggil om Rama di ujung sana. Senyum Aland jadi surut saat melihat pria itu, ada sedikit rasa tidak terima ketika melihat pria itu memiliki hubungan yang dekat dengan Austin."Daddy, aku pulang dulu ya? itu adalah Om Rama," kata Austin pula. Aland mengangguk, nanti saat dia datang ke restoran Aland akan meminta penjelasan tentang hal ini. sebenarnya Apa hubungan Austin dan Zoya dengan pria itu. Setelah melihat sang Daddy mengangguk, Au
"Austin, apa kamu tau om Rama dan mama Zoya sebenarnya memiliki hubungan seperti apa?" tanya Aland.Dia lihat dengan jelas di ujung sana Rama dan Zoya yang saling memeluk erat, Aland melihat sekilas dan langsung bertanya seperti itu kepada Austin."Om Rama adalah temannya Mama," jawab Austin sesuai yang dia tau."Apa mereka sering peluk-pelukan seperti itu?""Iya, sering, aku sampai tidak bisa menghitung berapa kali.""Apa kalau teman boleh saling memeluk?""Boleh, aku dan Elea juga sering berpelukan.""Berarti Daddy dan mama boleh berpelukan juga?""Iya, boleh," jawab Austin.Aland lantas tertawa sendiri, entah apa yang sebenarnya dia bicarakan dengan sang anak. Namun kini saat Aland kembali melihat ke arah Zoya, wanita itu sudah melepaskan pelukannya.Tidak mungkin Jika mereka hanya berteman. Batin Aland.Aland kemudian menatap lagi ke arah Austin, "Apa Austin juga pernah memanggil Daddy pada om Rama?" tanya Aland.Seketika dia merasa cemburu tentang hal itu. Rasanya tidak terima