"Hihihi, Mas Reiko itu lucu kayak anak kecil. Dimanjain. Hihihi.""Ya iyalah. Kan yang perlu dimanjain bukan cuman anak kecil tapi suami juga, Ai."Reiko bicara sambil menyodorkan piringnya."Suapin dong. Nanti aku di Mesir siapa yang nyuapin? Aku di sana kan cuma sama Deni."Yah, hitung-hitung untuk melepas rasa rinduku juga. Aku juga pasti akan merindukannya. Walaupun nanti aku ada teman di sini bersama dengan Inggrid tapi tetap beda kalau ada Mas Reiko yang di sini. Haish, aku sudah harus memikirkan mid semester kenapa juga aku malah galau sendiri begini?Aida berusaha untuk tetap positif dan tidak membuat suaminya galau. Dia mencoba untuk menunjukkan sikap dewasanya dan tidak manja. Ya meskipun hatinya tidak tenang ketika Reiko sudah berpamitan untuk berangkat ke Abu Dhabi."Aku akan sangat merindukanmu. Jangan pulang malam-malam ya. Jangan melakukan apapun di kampus yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran, pokoknya langsung pulang ke rumah dan ingat satu hal lagi yang penting
"Ish, Mbak Aida nih!""Ish apa? Bener kan kamu lagi mikirin cowok? Teman di kampus kita bukan? Se-angkatan atau Kakak tingkat?"Untuk anak seumuran Aida melihat temannya bersemu merah seperti itu wajahnya tentu saja rasa penasarannya makin meningkat."Ndak, bukan. Aku ndak lagi mikirin kayak gitu."Lagi-lagi jawaban yang membuat Aida mencebik.TING TONG"Nah, itu kayaknya makanan pesanan kita sudah datang Mbak.""Oh iya. Tadi kita sudah pesan makan pakai handphone-mu ya? Nanti aku ganti uangnya ya.""Wes, gampang. Tapi tolong ambilin dong Mbak, aku masih nanggung nih."Inggrid sedang melepaskan bawang dari kulitnya.Makanya Aida bergegas ke arah pintu untuk mengambil pesanan tersebut.Nah, sudah lama aku tidak melihat yang mengantar makanan ternyata dia masih melakukannya? Aku pikir dia sudah tidak lagi bekerja jadi ojek online.Aida berpikir seperti itu setelah dia menatap orang di hadapannya yang sebetulnya tidak kalah kaget juga melihat wajahnya.Aku sudah sangat berhati-hati sekal
Mau menjelaskan dengan cara apapun juga sulit. Karena awalnya akulah yang berbohong lebih dulu dan inilah petakanya kalau sudah berbohong sekali maka sulit lagi orang akan mempercayaiku walaupun sebetulnya aku sudah berkata yang benar saat ini.Ada gelisah dalam hati Aida ketika dia melihat Didi pergi meninggalkan rumahnya.Dia tak tahu apakah dia adalah bom waktu yang suatu saat akan meleduk dan akan membuat dirinya dalam kondisi sulit atau tidak.Tapi suasananya sekarang memang tidak terlalu menyenangkan untuknya."Mbak Aida ngapain di sana? Sudah mau Maghrib juga. Cepat masuk. Dan tadi kenapa kok kayaknya aku dengar ada ribut-ribut gitu cuman tadi nggak jelas suaranya."Rumah yang disewa oleh Reiko ukurannya sangat besar. Lokasi dapurnya juga tidak terlihat dari pintu luar.Inggrid yang ada di dalam hanya tahu kalau Aida bicara dengan seseorang tapi suaranya memang samardan tak terdengar jelas. Lagi pula Aida juga sudah berjalan menjauhi pintu rumah tersebut sehingga dia bicara seb
"Eh, iya."Lagi-lagi Aida tidak fokus. Untung saja Inggrid mengingatkannya sehingga dia segera mungkin menuju ke anggota kelompoknya sama dengan Inggrid."Aku ketua kelompoknya. Jadi kalian semua tinggal mengikuti apa yang nanti aku tetapkan aja.""Loh Reti bukannya di sini kita sistemnya kelompok ya? Bukannya kalau kelompok itu ngelakuin segala sesuatunya bukan berdasarkan ketua kelompok yang menetapkan tapi kan berdasarkan musyawarah anggota kelompoknya. Kan ini namanya kerjasama toh?""Inggrid yang namanya ketua itu yang nentuin. Kamu nih gimana sih?"Reti tetap pada pendiriannya."Jadi semua yang sudah aku tentukan kalian harus ngikutin. Ngerti? Dan nanti untuk pembagian tugasnya juga sama. Aku yang akan japri pada kalian. Kita bikin grup dulu di WhatsApp, pokoknya nanti aku yang kabarin kalian. Sekarang aku mau maju dulu karena aku harus ngambil kocokannya. Tugasnya apa nanti aku yang bagi-bagi pokoknya intinya kayak gitu."Reti pergi meninggalkan kelompoknya di saat Inggrid seju
"Hmm. Nih, kerjaanku cuman kayak gini doang."Aida menyerahkan handphonenya dan menunjukkan sesuatu pada Inggrid."Mbak kamu ini kan uangnya banyak kenapa sih nggak ganti handphone aja? Layarnya udah pecah juga. Udah retak kayak gini.""Heish, emangnya aku nyuruh kamu ngomentarin handphone aku? Aku tuh nyuruh kamu buat baca kerjaan aku di situ.""Hehehe. Ya habisnya. Mbak Aida ini kan juga orang kaya. Harusnya sudah bisa ganti handphone keluaran terbaru. Nah, ini kenapa pakai handphone kayak begini coba? Mana handphonenya udah jadul lagi."Kata-kata yang membuat Aida sebenarnya ingin berkomentar.Tapi"Ya ampun kerjaannya kayak gini doang? Ini mah sama aja kayak nggak ngerjain apa-apa, gampang banget kerjaannya. Apa anak-anak di grupnya Mbak Aida itu nggak ada yang komplain?""Kata dia, dia udah bagi dengan seadil mungkin kok."Aida diajak bicara seperti ini oleh Inggrid justru malah merasa semakin kesal di dalam hatinya.Teringatlah dia dengan semua obrolan yang terjadi di kelas itu.
"Hah?"Jawaban yang membuat Aida membuang wajahnya dan ekor matanya melirik pada Didik."Ini nilai-nilai mid semesterku!"Aida menunjukkan sesuatu padanya."Dan mana nilai-nilai yang tidak sempurna? Paling rendah itu 95. Dan sisanya semuanya 100."Ucapan Aida tapi Didi merendahkan."Apa? Aku udah ngerjain ini semuanya. Dan ini enggak ada pertolongan siapapun. Aku enggak minta contekan.""Dan ini semua nilai-nilaiku."Dengan santainya Didi mengeluarkan handphonenya juga dia menunjukkan sesuatu."Semua nilainya sempurna, tidak ada angka 90 ataupun 95."Dia lalu mengantongi handphonenya lagi membuat Aida membulatkan matanya."Hanya satu pelajaran nilaiku 95 sisanya semuanya 100!""Tetap aja enggak sempurna."Pria itu tetap tidak mau memberikan kesempatan pada Aida dan kini matanya menatap tajam."Kamu nggak mau menyingkir dari hadapanku apa karena kamu pengen aku menyentuhmu? Wanita menjijikan penjual dirinya pada laki-laki hidung belang!"Jawaban yang membuat hati Aida memanas dan wajah
(Sementara itu di tempat lain beberapa jam sebelumnya)"Pak Reiko."Panggilan yang membuat seseorang yang sudah melangkah keluar dari pintu kedatangan berhenti dan menengok ke arah sumber suara."Mas Reiko selamat datang." Berbarengan dengan arah lainnya yang menyapanya membuat dirinya juga menengok ke sumber suara."Selamat datang kembali ke Indonesia, Pak Reiko," seru orang pertama yang tadi memanggilnya yang kini sudah berada dalam jarak semeter darinya dan sudah mengulurkan tangan."Terima kasih Pak Sandi. Boleh tahu ada apa Bapak mencari saya sampai ke sini? Bahkan sampai memperhatikan penerbangan saya."Reiko bicara sambil menerima uluran tangan itu di saat seseorang yang tadi memberikan sapaan pertama mengucapkan selamat datang belum dijawab olehnya."Bagaimana perjalanan Bapak? Semua berjalan lancar?""Tidak perlu berbasa-basi Pak Sandi. Bapak bisa langsung bicara ada perlu apa mencari saya sampai menunggu di kedatangan internasional ini."Reiko tahu orang itu sangat sibuk sek
"Silakan, Pak Reiko."MeskipunSandi tahu masalah yang dihadapi oleh Reiko, dia tetap memperlakukannya seperti seorang pewaris Adiwijaya Group.Sikapnya sangat sopan dan menunjukkan kalau dia adalah seorang ajudan."Biasa saja dengan saya Pak Sandi. Tidak perlu menunjukkan sikap yang berlebihan."Makanya Reiko merasa risih.Dia tahu sih semua informasi yang diketahui oleh Raditya berawal dariSandi. Pria itu adalah pria yang berbahaya dan Reiko paham tentang ini. Tapi sikapSandi itu sangat santun sekali di hadapannya. Ini yang membuat hati R
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku