"Hah?"Jawaban yang membuat Aida membuang wajahnya dan ekor matanya melirik pada Didik."Ini nilai-nilai mid semesterku!"Aida menunjukkan sesuatu padanya."Dan mana nilai-nilai yang tidak sempurna? Paling rendah itu 95. Dan sisanya semuanya 100."Ucapan Aida tapi Didi merendahkan."Apa? Aku udah ngerjain ini semuanya. Dan ini enggak ada pertolongan siapapun. Aku enggak minta contekan.""Dan ini semua nilai-nilaiku."Dengan santainya Didi mengeluarkan handphonenya juga dia menunjukkan sesuatu."Semua nilainya sempurna, tidak ada angka 90 ataupun 95."Dia lalu mengantongi handphonenya lagi membuat Aida membulatkan matanya."Hanya satu pelajaran nilaiku 95 sisanya semuanya 100!""Tetap aja enggak sempurna."Pria itu tetap tidak mau memberikan kesempatan pada Aida dan kini matanya menatap tajam."Kamu nggak mau menyingkir dari hadapanku apa karena kamu pengen aku menyentuhmu? Wanita menjijikan penjual dirinya pada laki-laki hidung belang!"Jawaban yang membuat hati Aida memanas dan wajah
(Sementara itu di tempat lain beberapa jam sebelumnya)"Pak Reiko."Panggilan yang membuat seseorang yang sudah melangkah keluar dari pintu kedatangan berhenti dan menengok ke arah sumber suara."Mas Reiko selamat datang." Berbarengan dengan arah lainnya yang menyapanya membuat dirinya juga menengok ke sumber suara."Selamat datang kembali ke Indonesia, Pak Reiko," seru orang pertama yang tadi memanggilnya yang kini sudah berada dalam jarak semeter darinya dan sudah mengulurkan tangan."Terima kasih Pak Sandi. Boleh tahu ada apa Bapak mencari saya sampai ke sini? Bahkan sampai memperhatikan penerbangan saya."Reiko bicara sambil menerima uluran tangan itu di saat seseorang yang tadi memberikan sapaan pertama mengucapkan selamat datang belum dijawab olehnya."Bagaimana perjalanan Bapak? Semua berjalan lancar?""Tidak perlu berbasa-basi Pak Sandi. Bapak bisa langsung bicara ada perlu apa mencari saya sampai menunggu di kedatangan internasional ini."Reiko tahu orang itu sangat sibuk sek
"Silakan, Pak Reiko."MeskipunSandi tahu masalah yang dihadapi oleh Reiko, dia tetap memperlakukannya seperti seorang pewaris Adiwijaya Group.Sikapnya sangat sopan dan menunjukkan kalau dia adalah seorang ajudan."Biasa saja dengan saya Pak Sandi. Tidak perlu menunjukkan sikap yang berlebihan."Makanya Reiko merasa risih.Dia tahu sih semua informasi yang diketahui oleh Raditya berawal dariSandi. Pria itu adalah pria yang berbahaya dan Reiko paham tentang ini. Tapi sikapSandi itu sangat santun sekali di hadapannya. Ini yang membuat hati R
"Hah, menyesal kau bilang? Itu tidak pernah ada di dalam kamusku. Apalagi aku harus mencarimu untuk minta maaf. Cih."Radit makin emosi. Di atas meja itu tangannya mengepal."Dan kau harus ingat apa yang kau katakan ini. Apa yang kau buat dengan Mall-mu sekarang aku bisa saja menggugatnya.""Menggugat dari segi mananya, Pak Raditya?"Senyum muncul di bibir Reiko."Anda mau menggugatsaya adalah orang yang mendesainMall milik Aurora corporation? Lalu bagaimanaAnda menjelaskan kalauMall itu sebenarnya adalah buatan Reyhan?" Kini Reiko m
"Masalah Aurora corporation dan gosip yang beredar?"Sesaat setelah Seno berpisah dari Deni dia terus saja memikirkan masalah itu di dalam benaknya. Bahkan sampai masuk ke dalam mobil dia mengulang kata-kata itu sambil menstarter mobilnya untuk menuju ke Aurora corporation."Aku bahkan tidak kepikiran sampai sejauh itu. Tapi kenapa kok Deni berpikir sampai ke sana ya? Apa aku terlalu bodoh menjadi seorang asisten?"Seno tidak seperti biasanya yang berpikir ke mana-mana.Tapi mendengar ucapan Deni dia mengerutkan dahinya saat membayar parkir dan masih terus kepikiran.
"Eh," jadi tidak enak rasanya Seno ditanya seperti itu oleh Reiko."Apa ada masalah di Mall? Atau di pabrik? Atau di kampus Ai?""Oh ndak ada masalah apa-apa Mas. Semuanya baik-baik saja."Tapi orang seperasa Reiko apa benar bisa percaya begitu saja dengan yang dikatakan Seno?"Kamu jangan bohong padaku. Ada masalah apa? Atau kamu sudah bosan kerja denganku? Apa aku menyebalkan?""Oh, ndak Mas, saya bukan begitu maksudnya. Saya senang malah kerja sama Mas Reiko dan lebih enak daripada saya di pabrik itu tuh di sana yang ada cuman orang-orang tua saja. Tapi
"Eh, ada apa tuh rame-rame? Coba liat dulu ke pinggir."Sepuluh menit sebelumnya, seseorang yang sedang duduk di kursi penumpang cerewet sekali dan menunjuk ke arah keramaian orang."Nggak tahu tapi lihat aja dulu."Mereka sempat melihat ada orang yang berlarian tapi karena tadi mereka baru belok tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya."Ada apa ini ya?""Oh, Kak Dimas kebeneran.Ini ada yang pingsan. Tapi kita belum berani ngangkat. Soalnya dia berdarah banyak banget. Kaya darah haid tapi bukan. Apa pendarahan ya, Kak?"
"Iya bentar, sabar dulu napa!"Dimas sudah membuka pintunya dan dia berjalan turun menuju ke arah dalam. Tentu saja bukan jalan hanya jalan santai. Dimas berjalan cepat dan tak lama perawat juga sudah keluar."Tolong temenin dulu Mas.Gue parkir mobil dulu."Irsyad tidak mungkin meninggalkan mobilnya di depan IGD. Itu adalah jalan umum dan dia harus mencari parkiran.Bisa saja sih Irsyad menyuruh Dimas memarkirkannya, lalu dia bisa ke dalam menemani seseorang yang dikhawatirkannya itu.Tapi
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku