"Rest in peace for a while for all of you!"
BRAAAK!
"Mom! What the hell you've done?"
Brigita yang sudah melihat tubuh beberapa orang yang bersama dengan ibu dan dirinya baru saja terjatuh dia kaget dan langsung berteriak memekik macam itu ketika melihat Alina memencet sesuatu di alat yang terpasang di lengannya.
Alat seperti jam tangan tapi besar. Itu berisi tombol-tombol dengan ukuran seperti remote dan ada tali yang terikat di lengannya.
"Kita bicara nanti! Cepat kita keluar dari ruangan ini dulu."
"Mom, are they zombie?"
Brigita bergidik geli dan dia segera mungkin berjalan cepat meninggalkan ruangan itu. Dia berhati-hati sekali dengan langkahnya mengikuti wanita yang kini berjalan menuju ke arah
Reiko: Bee? Halo, Bee?"Ssssh!" Reiko memijat dahinya pening sudah, karena tiba-tiba teleponnya diputus begitu saja dan wanita itu tampak tak ingin bicara dengannya.Kalau responnya seperti ini dia pasti tidak mau ikut denganku bertemu dengan Gerald Peterson!Reiko mengambil kesimpulan lagi sambil dia menyandarkan tubuh jadi sofa dan memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan kepenatan.Pening sudah kepalanya apalagi dia juga kini mengingat tentang hubungannya bersama dengan Brigita.Segala hal yang sudah mereka lakukan kini terlintas lagi dalam lamunan Reiko."Ssssh!"Dan kembali rasa bersalah membuat dirinya menghempaskan napas lagi namun kini sudah mengubah posisinya jadi duduk tegak.
"Ehm--" Aida tak bisa menjawab.Tapi lagi-lagi jawaban yang membuat hati Reiko memanas padahal di sana udara cukup dingin karena ini menjelang musim dingin.Tau begini, aku tidak menyuruhnya untuk menghapus make up! kesal Reiko dan merasa menyesal setengah mati.Terbayanglah dia kisah Dewi Athena yang membuatnya makin mangkel.Tak tahulah bagaimana hatinya. Tapi untuk merespon Richard, Reiko juga tidak tahu bagaimana harus menjawabnya di saat Richard menatapnya dan tersenyum setelah tadi memuji Aida.Dan bukan hanya Reiko yang merasa tak enak. Jujur hati Aida juga deg-degan ngeri sangat.Haduh, dia kenapa memujiku? Bisa-bisa Mas Reiko nanti akan mengomel padaku lagi! Padahal aku kan sudah gak pake make up!
"Ish, Richard. Apa kau tidak tahu jika aku tidak memakan itu maka anakmu ini akan ileran nanti saat lahir?""Tasya--""Ssst, Richard sudah jangan berisik."Wah, andai aku bisa menyuruh Mas Reiko diam seperti dia meminta suaminya pasti sangat menyenangkan sekali. Cuma melihat wajah Mas Reiko kalau sudah mau marah rasanya aku jadi takut.Tak peduli dengan drama rumah tangga itu tapi yang ditekankan dalam hati Aida adalah sesuatu yang lain.Sebuah hubungan sehat antara seorang pria dan wanita yang sudah menikah yang dirindukan olehnya.Hubungan tanpa ada wanita lain yang menjadi pengganjal di antara mereka dan keduanya memang saling mencintai sehingga bisa memiliki satu sama lain dan bahkan tidak masalah jika mereka memulai sediki
"Tasya kurasa suamimu pasti akan sangat marah sekali kalau kita mau masak seblak. Bagaimana kalau aku menggantinya dengan mie goreng? Atau nasi goreng?""Aish, biarlah. Aku sudah lama meninggalkan indonesia dan aku liat di tiktok dan ramai beberapa bulan lalu orang-orang buat seblak Rafael. Kita coba buat yuk!" Tasya tak gentar."Tapi--""Aish. Tak apa sekali-kali Richard marah padaku. Tak apa juga kalau dia marah padaku lalu lebih bagus kalau dia menyuruhku untuk pergi dari sisinya. Memang itu yang kuinginkan!""Hah?"Aida tak paham apakah Tasya memang salah bicara atau tidak, tapi memang kata-kata itulah yang terlontar dari bibir wanita yang kini menggandeng tangannya."Kau tahu? Menikah dengan orang kaya itu berarti kau berada di dal
"Hmm. Kau pasti juga dari Indonesia dan ingin mencoba makan seblak juga? Kami ingin membuat seblak yang lagi viral itu loh. Seblak Rafael! Kau tahu?""Wah, iya aku tahu. Nama suamiku ini juga Rafael!" wanita itu merangkul tangan pria yang kini melirik padanya tak suka.Siapa yang menjadikan namaku viral dengan sebutan seblak Rafael? Orang itu cari mati dan ingin ku gantung?Sejujurnya Rafael kesal dan marah mendengar ucapan dari Tasya. Harga dirinya rasa diinjak-injak ketika namanya menjadi nama makanan.Tapi saat ini banyak orang dan tentu saja dia tidak bisa memaki wanita yang tak bersalah dan tak tahu apa-apa tentang harga dirinya itu."Adikku Sabrina juga pernah menunjukkannya di tik tok soal seblak Rafael itu. Boleh aku cicipi? Satu suap saja. Aku ingin sekal
"Ahahaha, anakmu lucu sekali. Dan bahasa Indonesianya cukup lancar untuk ukuran bule."Tak tahu lagi bagaimana cara meresponnya akhirnya Aida menjawab garing macam itu."Hey Rafael, aku sepertinya pernah melihat gadis itu. Di mana ya aku pernah melihatnya? Sssh."Bisik-bisik Rafael mendengar suara Alan yang ada di sampingnya menyikut lengannya sambil memperhatikanAida.Saat ini Clarissa sedang mencoba menjelaskan pada putranya bahwa pemikirannya salah. Sebuah penjelasan yang juga malas didengar oleh Rafael makanya dia melirik Alan."Kau pernah tinggal
"Tidak, supirku bahkan sudah mengakui kalau kami yang menabrak rumah. Maaf kami ada di blind spot dan kami tidak melihatmu!"Beberapa saat sebelumnya saat Richard masih bicara dengan Felix Garcia dengan Conor dan Reiko berada bersamanya juga."Ada yang ingin kubicarakan dulu dengannya kalau kalian tidak keberatan menunggu di ruang kerjaku dan Brice akan mengantar kalian dulu.""Baiklah, tak masalah Tuan Peterson!" Connor Meyer yang menjawab lalu dia dan Reiko bersama Brice pergi meninggalkan Richard yang kini hanya tinggal bertiga bersama dengan Felix dan Excel."Tuan Peterson sebenarnya tidak perlu merasa khawatir dengan kondisi saya. Saya baik-baik saja. Anda sudah memperhatikan saya dengan sangat baik. Tak perlu lagi merasa bersalah.""Philippe Garcia, dia adalah ayahmu. Dan aku
"Waaaaah, enak banget rasanya!""Iya bener Clarissa. Ini beneran sumpah enak banget. Ya ampun aku rasa ini udah kayak rasa masakan yang ada di Indonesia. Kangen banget loh aku. Kita kapan sih Clarissa bisa pulang ke Indonesia?""Taulah Sabrina, pokoknya, yang penting seblaknya enaaaaaak. Bagaimana menurutmu Tasya? Apa enak juga?""Hmmm!" Tasya manggut sambil agak kesulitan menjawab karena dia harus menelan makanannya yang membuat pipinya menggembung dan kini, rasa pedas itu sudah menjalar ke tenggorokan yang membuat dirinya sebetulnya lumayan terganggu."Enaaaaak! Sumpah enaknya pol banget. Ni beneran deh, sssh. Mantul. Cobain Aida, enak banget!"'Yah, enaklah, kalian semua tinggal makan. Yang capek-capek ngulek dan yang capek-capek ngurusin semuanya itu aku send
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku