Kalau Gerald adalah Richard Peterson ini akan jadi masalah. Aku sudah terlalu banyak menyinggungnya dan kurasa akan sulit untukku berkompetisi di pemilihan kepala negara.
Ambisi dari Nicholas Lambert adalah menjadi seorang pemimpin negara. Dia tidak puas hanya menjadi seorang gubernur dari Marseille.
Tentu dia memiliki impian yang besar. Menjadi bagian dari salah satu leader penting di dunia. Itu tidak akan bisa dicapai olehnya kalau dia tidak menjadi kepala negara.
"Aku sudah menghubungi istriku dia nanti akan datang bersama dengan temanku juga yang ada kaitannya dengan bisnisku."
"Apakah temanmu itu menguntungkan untuk k
"Di-dia adikmu?" Brigita melirikShandra yang mengangguk sebelum matanya kembali lagi pada foto."Tunggu, di sini benar yang dibilang Shandra kalau nama yangada di sini kan akun media sosial Richard Peterson. Bukan Gerald Peterson!""Gerald itu tidak ada Brigita. Tadi aku sudah bicara dengan ibu tirinya, Ellena. Dan dia mengatakan padaku kalau kemungkinan Gerald itu hanyalah nama fiktif. Dia tidak ada!""Gubernur, aku rasa kau salah orang!" Brigita tidak mau mengakuinya.Dan ini bukan hanya semata-mata karena dia adalah suami dari adiknya Shandra.
"Hah?" Brigita bingung."Kamu bukannya nggak suka sama teh manis?""Mungkin tidak ada salahnya meminum ini asal gak sering-sering?"Tapi tidak dengan orang yang di sampingnya yang justru menikmati sekali seruputan demi seruputan yang masuk ke dalam mulutnya.Sesuatu yang memang sudah dirindukannya.Lagi-lagi kamu melanggar janjimu padaku. Aku bilang tiga jam kita pulang dari rumah keluarga Prayoga. Jangan bilang apa-apa pada mereka yang tidak masuk akal. Kau malah bergosip dengan Dimas. Apa yang kalian bahas? Kepergianku ke Kudusatau apa? Berusaha
"Aku sedang memikirkan itu jugaGrandpa, tapi aku sedang menunggu momen yang pas karena ini ada hubungannya dengan keluarga Tasya."Rasanya ingin sekali Tasya menjitak pria di sampingnya karena sudah menyerempet ke pembahasan yang membuat Philips tidak jadi pergi justru melirik padanya.Sekarang apa yang dia pikirkan tentang aku? Menjadikan cucunya sebagai alat balas dendam untuk membalas perbuatan keluargaku?Tasya tidak tahu tapi kalau sudah dihadapkan dengan kejadian seperti sekarang dia jadi selalu saja negatif.Rasanya sulit sekali untuk berpikir sedikit positif tentang seseorang.
Kabar ini adalah kabar baikkalau GeraldPeterson bukanlah pria yang tadi kutemui di bandara. Tapi bagaimana kalau dia adalah pria yang kutemui di bandara? Kurasa ini adalah kabar buruk yang berarti--Brigita tidak berani menjawab pertanyaan dari Brice yang ada dia menelan salivanya dan bingung sendiri.Kira-kira apakah benar yang dibilang Tommy kalau Gerald Peterson adalah RichardPeterson?Inginnya Brigita tidak mempercayai itu.Brice:Halo, Nona Brigita? Kenapa aku tidak mendengar suaramu?Brigita:Oh, ehm...
Reiko: Presentasi untuk MTC?Brigita:Kau tidak mau? Kau ingin aku yang melakukannya dengan semua ketidakstabilan pada diriku dan kau ingin aku menghancurkan semua impianku betul-betul?Reiko:Hei aku hanya bertanya padamu, Bee. Jelas aku mau melakukannya. Aku akan melakukannya. Kau jangan khawatir. Beritahu saja kapan tanggalnya. Aku akan mempelajari bahan-bahannya semua. Kau tidak perlu maju di sana.Brigita:Sudahlah, kalau kau memang tidak mau tidak perlu memaksakan dirimu. Lagi pula apa pentingnya impianku bagimu?Reiko:Jangan bilang begitu. Tentu saja kau sangat penting untukku. Aku akan melakukannya unt
"Fuuuh."Reiko masih di depan jendela besar di ruang kerjanya dia menghempaskan napas pelan dengan perasaan penat di kepalanya.Tak sangka dirinya kalau dia tadi berdebat lumayan denganBrigita.Mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Tapi perdebatan di antara mereka seakan-akan tidak pernah bisa dihentikan.Wajar saja aku yang sudah berjanji banyak padanya dan kini aku tidak bisa menepatinya malah aku senang-senang dengan wanita lain. Mendapatkan kebahagiaanku sendiri sedangkan dirinya hancur lebur. Bagaimana dia tidak marah padaku?Rasa bers
"Iya aku mengerti. Lagian, kalaupun aku nanti berangkat ke Eropa untuk presentasi aku nggak berangkat sendirian kok, Ai!""Eh, maksudnya Mas Reiko berangkat sama Seno? Tapi nanti apa tidak apa-apa kalau ada Seno? kan dia ndak tahu apa-apa. Seno ndak akan cerita-cerita sama Romo? Atau ndak lebih baik sama Deni saja?"Sebuah prasangka yang membuat Reiko malah tersenyum dan kini tangan kirinya menepuk-nepuk kepala istrinya yang masih tertutup kerudung."Ngapain aku pergi sama Seno?" Pria itu menatap istrinya yang belum tahu harus menjawab apa."Dan ngapain juga aku berangkat dengan Deni kalau aku bisa berangkat sama istriku sendiri?"
"Ehm, ya... Mungkin aja itu yang kamu inginkan? Kan kita berbagi sama anak-anak yatim."Reiko yang melihat senyum istrinya tak yakin juga sih dengan ucapannya.Tapi rasa-rasanya itu yang paling masuk akal karena tadi ide itu yang muncul dari benak Aida dan disampaikan kepadanya."Hihi, Mas, aku ndak sama sekali minta itu. Aku hanya kasih Mas Reiko solusi yang lebih berguna untuk uangnya Mas Reiko." Lalu Aida melangkah lebih dekat sehingga kini kedua tangannya ada di meja itu agak sedikit menekan di saat dia menatap suaminya."Ingat lima perkara Mas, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, muda sebelum tua, lalu hidup sebelum mati," setelah bicara, senyum Aida terurai ketika dia memegang satu telapak tangan suaminya, menjadikannya sandwich diantara telapak tangan kanan dan tangan kirin