"Ehm i-itu."
"Bagaimana kabar Anti? Apa baik-baik saja di sana? Cukup makan? Cukup istirahat? Tidak ada yang sakit itu bu Anti?"
"Ma-mas Irsyad, aku--"
Aida tak bisa berkata-kata tapi dia sangat bersyukur sekali saat ini suaminya sedang inspeksi ke salah satu gudang yang berada di kota yang mereka tinggali sekarang! Kalau tidak dia tidak tahu bagaimana harus menutupi kegalauannya sekarang bicara dengan seseorang dari masa lalunya yang membuat dirinya kebingungan harus merespon bagaimana karena biasanya Irsyad tidak seperti ini.
Tapi saat ini pertanyaannya membingungkan untuk Aida.
"Eh, eng-enggak Mas."Aida gelagapan sendiri. Saat itu dia juga memaki dirinya sendiri karena terus-terusan memikirkan tentang seseorang yang tadi bicara di layar monitor laptopnya itu."Aku lagi mikirin tugas skripsiku Mas. Maksudku kan sekarang aku sudah mulai persiapan soalnya aku sudah habis mata kuliahku udah selesai semua di semester ini. Semester depan aku mulai persiapannya.""Oh… Tapi kan nggak ada penelitian. Kamu kan jurusannya manajemen ekonomi. Ada praktek kerja lapangnya kan?"Biasa sebelum lulus mereka memang harus mengikuti latihan dulu di luar. Ada yang ikut praktek lapang dan sebagainya. Tapi kalau Aida tidak pe
"Wa’alaikumussalam, ukhti. Kaifa haluki ukhti?""Ehm, baik-baik saja Mas. Alhamdulillah."Duh, maafkan aku Tuhan. Aku juga nggak nyata kalau aku bakalan ngumpet-umpetan kayak gini sama Mas Reiko. Tapi, aku pengen tahu semua kejadiannya. Dan lagi ya ampun aku harusnya tidak berfokus pada wajahnya dan menjauhi untuk tidak menatapnya seperti ini tapi aku benar-benar deg-degan.Aida masih sulit kalau bertemu dengan Irsyad. Entahlah dia juga tidak mengerti kenapa bisa begitu, padahal mereka sudah lama tak bertemu. Seharusnya getaran itu sudah tidak ada apalagi suaminya juga sudah baik dengannya. Tapi memang pria itu selalu saja membuat dirinya tidak bisa tenang.
"Oh iya soal itu...""Tanya saja ukh apa yang mengganggu. Ana disini mendengarkan."Sudah dipersilakan bertanya tapi hati Aida malah deg-degan sendiri dan tak yakin apakah dia akan mengajukan pertanyaan itu?"Mungkin lebih tepatnya aku ingin tahu semua ceritanya?"Ya, yang dibutuhkan oleh Aida memang bukan menanyakan satu demi satu peristiwa. Dia ingin sesuatu yang lengkap. Semuanya secara detail."Dimulai dari mana?"Irsyad kembali memberikan pertanyaan.
"Ana berjanji menunggu sampai saat itu, ukh. Sampai benar-benar ana bisa melihat ukhti bahagia bersama dengannya."Mas Irsyad, harusnya aku mengatakan tidak. Harusnya aku menolaknya. Harusnya aku tidak membiarkan dia melakukan itu semua.Sambil mengamati data-data yang sedang dirangkumnya untuk menyusun tugas akhirnya Aida terus menyalahkan dirinya sendiri tentang sesuatu yang dia sembunyikan di belakang suaminya.Sungguh ini ngejeliwet banget dan Aida juga pening sendiri. Dia tidak tahu sampai kapan dia harus menyembunyikan hubungan itu.Aku memang takut kalau suatu saat
Iya sebaiknya kita pulang Mas. Dan aku bisa kuliah offline lagi karena sekarang Mas Reiko masih lupa. Aku ingin bertemu dengan Mas Irsyad dan aku ingin bicara dengannya.Itu niatan sebetulnya di dalam hati Aida yang ingin dikatakannya pada suaminya.Tapi"Mas Reiko mau aku ceritain apa yang Mas Reiko pikirkan sampai mungkin pikiran Mas Reiko berpikir tidak mau bertemu dengan kakek?"Sesuatu yang diharapkan dikatakannya memang tidak pernah terucap dari bibir Aida karena dia masih ingat betul dan masih menggunakan otak warasnya untuk tidak menghianati suaminya.
"Hmm. Kenapa aku harus tidak mengizinkanmu pergi ke kampus Ai?"Reiko memberikan senyumnya sambil mengelus rambut Aida.Mereka hanya berdua di apartemen itu tentu saja Aida tidak menggunakan kerudungnya ataupun cadar."Daripada kamu di apartemen kamu nggak ada inspirasi buat ngerjain skripsi kamu terus kamu kayak kebingungan sendiri bukannya lebih baik kalau kamu ke tempat kuliahmu terus kamu ketemu temen dan bisa ngobrol bisa diskusi?"Mata itu terlihat teduh menatap istrinya dan kini Reiko juga mengelus pipi Aida."Lagi pula semakin cepat kamu menyelesaik
"Afwan kalau sudah membuat kaget dan selamat datang kembali ke kampus.""Ehm, waalaikumsalam Mas. Dari kapan ada di sini? Apa dari tadi waktu aku lagi ngobrol sama Inggrid?""Iya kebenaran lagi ada buku yang ingin dicari dan aku mendengar suaramu. Apa yang mau dikonsultasikan soal skripsimu?"Bermula dari ketidaksengajaan tapi sekarang sudah sebulanan aku dan Mas Irsyad jadi sering berkomunikasi di ruang perpustakaan. Memang yang kami bicarakan masalah pelajaran saja. Semuanya hanya tentang skripsiku. Tapi aku merasa sangat bersalah karena aku merasa seharusnya aku bisa mengerjakan skripsi ini sendiri. Dan aku yakin dia berpikir sama denganku. Apa ini sebagai alasanku saja untuk bertemu dengannya?
Gak yakin! Aida berbisik begini hatinya.Tak ingin sebetulnya Irsyad bertanya begini. Tapi kata-kata itu sudah terlontar begitu saja dan Aida sebetulnya juga tak terima kalau harus berpisah dari seseorang yang dari awal Aida melihatnya juga sudah jatuh cinta."Insya Allah Mas. Aku sangat yakin wallahi Mas. Suamiku adalah pria yang baik dan aku ingin Mas Irsyad melanjutkan hidup Mas Irsyad. Aku tahu dari Inggrid kalau banyak sekali beasiswa yang ditolak sama Mas Irsyad. Ambilah satu dan jadilah seseorang yang berguna. Seperti yang Mas Irsyad impikan akan ada wanita yang datang nanti. Bukan aku, tapi yang terbaik untuk Mas Irsyad. Karena boleh jadi kita mencintai sesuatu tapi itu tidak baik untuk kita dan boleh jadi kita membenci sesuatu tapi itu yang terbaik untuk kita karena Allah lebih
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku