Haduh, kenapa aku jadi deg-degan?
Jujur saja Aida yang tadi berlari meninggalkan kamar apartemen Seno menuju ke arah lift sampai di depan pintu kamar apartemennya sendiri, dia gugup.
Tangannya bergetar dan masih belum yakin untuk masuk dan menemui seseorang yang sudah menunggunya lima jam lebih.
TIIIIT.
Tapi tidak mungkin juga kan Aida hanya berdiam di luar saja?
"Assalamualaikum Mas."
Makanya dia menyapa gugup seorang pria yang tidak biasanya duduk di ruang tamu,
"Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu? Aku emang beneran belum makan. Males aku makan sendirian. Lagian biasanya kan aku makannya bareng kamu."Melihat Aida yang justru terlihat gamang mendengar penjelasan Reiko, pria itu kembali menggoda sambil mencubit hidungnya.Tapi memang benar yang dikatakan Reiko. Setiap hari memang Aida selalu menyiapkan makan untuknya tiga kali sehari. Makan pagi mereka makan bersama, kalau tidak ada yang sedang puasa. Tapi kalaupun Aida mau puasa, dia biasanya menyiapkan makanan untuk suaminya.Makan siang karena mereka sama-sama di luar kecuali weekend, Aida membawakan suaminya makan siang. Dan makan malam setiap kali suaminya baru pulang, dia pasti sudah menyiapkannya. Makanya bukannya memikirkan tentang yang ada di Mall dan kecurig
"Ai, Kamu kenapa sih akhir-akhir ini sering bengong? Aku baru pulang juga kamu malah bengong. Padahal tadi aku ngajak ngomong kamu loh, Ai"Harusnya kau pikirkan sendiri apa yang membuatku diam begini. Idungnya mampet atau hidungku yang masalah sih?Yah, Aida memang gamang sendiri karena dia mencium lagi aroma strawberry. Walaupun sudah tersamarkan dengan wangi-wangi lainnya di tubuh suaminya, entah sejak kapan hidungnya jadi sangat sensitif.Inilah kenapa Aida tidak bisa berhenti merutuki dirinya sendiri yang memang seharusnya bicara dan menanyakan tentang asal usul aroma pengganggu hidungnya termasuk menanyakan tentang kebersamaan Reiko dengan wanita itu untuk apa d Aurora Mall."Kamu masih kepikiran soal terrarium itu?""Eh, enggak kok Mas!"
"Idih! gombal terus sih!""Ai, mo ke mana?""Masak Mas!"Tak ada pembicaraan lagi ke arah sana karena Aida memilih kabur ke dapur.Tak tahan dengan godaan suaminya yang malah cekikikan makin intens menggodanya sambil sesekali menyeruput tehnya.Melihatnya begitu kadang gak habis pikir kalau dia selingkuh. Gak ada habisnya juga dia minta jatah. Duh, sebenernya mana yang bener? Haruskah aku bertanya? debat di pikiran Aida sendiri.Ah, udahlah, gengsi aku! dan membuatnya malas sendiri memikirkan ini berkepanjangan."Ai, sini dong. Masa aku ditinggal minum teh sendirian?"Untung saja, kalau gak berdarah jariku!
"Mbak Aida, kita sudah sampai di parkiran rektorat.""Oh. Ehm iya makasih Mbak Fitri."Aida larut dalam lamunan hingga tak konsen mobil yang membawanya ke kampus sudah berhenti."Aku masuk dulu ke rektorat!" Aida bicara sambil mengambil tasnya."Mbak Fitri kalau mau istirahat dulu juga ndak apa-apa kok. Aku cuman ke sana paling sebentar aja kali ya?""Bukannya biasa ribet dikit Mbak soal beasiswa?""Nggak tahu deh. Kayanya sih enggak. Jadi Mbak Fitri istirahat aja dulu, gapapa kok, paling di sana aku duduk doangan."Aida tahulah kalau menyetir mobil itu sangat melelahkan. Justru kalau Fitri ikut dengan dirinya dan harus menemani mengantri artinya Fitri harus ngobrol dengannya. Mungkin Fitri juga bosa
Aida: Nggak Mas, nggak ada siapa-siapa!Sangking gemasnya Aida yang sudah mengepalkan tangan kesal dia pun menyingkir dulu dari kursi yang ada di depan ruangan.Kalau gak diselesein terus aja gak akan berenti dia ngomong. Ke pojokan situ dulu aja, kan di situ kosong ga da orang, bisik hati Aida sambil jalan sambil bibirnya juga baru mau melanjutkan bicara pada orang di ujung line teleponnya.Aida: Lagian aku emang mau ngapain di sini Mas?Toh Aida juga masih menyimpan bom amarah di hatinya, tapi dia masih setia pada suaminya. Bahkan masih melayani suaminya dan segala keanehan keinginan Reiko yang membuatnya kadang ngejelimet.Kenapa juga masih dicurigai?Reiko: Kok suaranya bisik-bisik?Aida
"Kau pikir aku tuli suara sekencang itu aku gak denger?" Didi masih menjaga intonasi suaranya supaya hanya bisa di dengar oleh Aida.Jelas mendengar ucapannya Aida jadi lemas.Padahal Aida sudah berusaha untuk menjauh dari kursi tempat duduknya tadi karena dia tidak mau pembicaraannya didengar oleh orang di kanan kirinya yang juga sedang mengantri. Tapi apa boleh di kata kalau orang sudah kelepasan bicara?Memalukan kau Aida! Duuuuh, kenapa manusia seperti dia harus mendengar obrolan kami? bisik hati AidaDia juga tak sadar volume suaranya bertambah selama bicara dengan suaminya."Apa sekarang kau ingin menunjukkan pada se-isi kampus ini kalau ternyata wanita dengan semua atribut muslimahnya ternyata ayam kampus?" bisik Didi dengan suara penekanannya yang agak ber
Duh, tapi kalau banyak orang begini bagaimana cara menegurnya? Dan kenapa sih dia bisa datang ke sini sekarang? Harusnya tunggu aku masuk dulu!Kesal dalam hati Aida yang tidak berani untuk menyapa Irsyad. Tapi tetap masih ada bayangan bagaimana Irsyad menolongnya.Saat dirinya keguguran kalau tidak ada Irsyad bagaimana dia bisa sampai ke rumah sakit? Mungkin nyawa dirinya dengan anaknya tidak akan tertolong.Dilema dalam hati Aida yang terjadi dalam beberapa detik saja.Yah, tanpa Aida sadari memang orang yang ingin dihindarinya itu sudah ada di sana dan dia datang beberapa saat setelah Didi berjalan ke arah koridor itu menghampiri Aida. Dan setelah di mulai sedikit pembicaraan diantara mereka namun suara Didi dan Aida memang tidak terdengar sampai ke orang-orang yang menunggu di ruang terbuka itu.
"Waalaikumsalam."Makhraj hurufnya aja masih sangat jelas dan tepat sekali. Suaranya lembut menggetarkan. Bikin aku deg-degan. Allahu Robbi!Irsyad itu memang kalau melafadzkan bahasa Arab bagus sekali suaranya. Menyebut Allahu akbar saja sudah bisa membuat orang yang mendengarnya suka dan adem hati dan telinganya.Tadi juga waktu Aida salat, dia tahu kalau yang meng-imam-kannya itu adalah Irsyad.Aida bisa mengingat selentingan suaranya meski tak melihat sosoknya. Apalagi tadi ditutup dengan begitu menenangkan saat terakhir Irsyad membaca doa selesai salat. Suaranya berbeda! Suara yang melembutkan dan suara yang sangat dirindukan bagi mereka yang memang sangat merindukan Tuhannya.Termasuk Aida yang selalu saja terpesona dan kagum dengan suara Irsyad. Jelas saja
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku