"Eeh, bukan begitu maksudku …."
"Sudahlah! Nafsu makanku jadi hilang karena melihatmu dan kebodohanmu macam ini!"
Brigita tadinya ingin membalikan badan dan pergi namun ketika dia melihat seorang pria bule mendekat pada wanita yang ada di hadapannya dan membuat wanita itu terlihat mungil sekali di sisinya saat pria itu merangkulnya.
"Sayang, ada apa?"
Apalagi saat pria itu menanyakan pertanyaan begini, senyum Brigita kembali terurai, tapi bukan sebuah senyum yang menenangkan.
"Kalau asalnya dari kampung tetep aja dari kampung. Tetap aja kampungan. Wa
"Fuuuh! Semoga saja Bee benar-benar percaya dan semoga saja sahabat kesayangannya itu tidak membuat masalah baru denganku! Eish!"Reiko kesal sendiri pada dirinya."Aku melindungi diriku supaya bisa menjaga janjiku pada Ai, tapi malahan sekarang aku jadi membohongi Bee!"Reiko memang masih ingat kalau dia tidak akan membocorkan hubungannya dengan Aida. Janji yang sudah dibuat olehnya. Janji yang sebenarnya tidak ingin lama-lama diembannya."Tapi aku memang belum bisa banyak bicara dengannya. Lagi pula kalau aku bicara lewat telepon seperti ini nantinya akan membuat Bee jadi salah paham. Lagian dia sekarang ada di London juga untuk mengikuti beberapa kelas desain!"
"Selamat pagi dokter!"Dan bukan Aida yang menjawabnya, tapi Inggrid."Halo Mbak Aida, gimana nih kondisinya? Bisa ceritakan dulu, tadi bisa pingsannya kenapa? Atau mbaknya yang nemenin bisa cerita?" Dokter membuka percakapan, sekedar basa-basi sekaligus membuat Aida meresponnya karena sebetulnya dia juga sudah tahu dari catatan medis yang berasal dari IGD."Ehm …." Aida berdehem pelan dan mengangguk menyanggupi dan berusaha untuk fokus. Dia tak menegur Irsyad karena bingung juga harus bicara apa dengan pria itu."Kurang tahu ya Dokter tadi tiba-tiba saja gelap dan pusing terus hilang aja begitu."
"Dimas sebaiknya kau pergi dan bawa temanmu juga pergi sekarang. Di sini bukan tempat untuk bermain-main karena ada orang yang sakit!"Ruangan itu hening sesaat sebelum Nada menyentak mencoba untuk mengusir para pria yang tidak berkepentingan menurutnya.Apalagi dia memang masih belum memaafkan Radit dan belum tertarik untuk memulai pembicaraan dengan suaminya itu."Nada jangan terlalu sinis lah. Kamu bisa pergi dulu bersama dengan Radit bicaralah soal permasalahan pribadimu di luar ruangan sana. Aku biar bicara di sini bersama dengan Aida dan menemaninya. Ada beberapa hal juga yang ingin aku tanyakan padanya. Lagi pula suamimu juga sudah melakukan sesuatu yang benar. Jangan gunakan emosimu!"
"Kenapa kau tidak bilang dari tadi?"Setelah tercengang beberapa detik tak bicara, akhirnya Reiko menimpali dan dia sudah gemas sendiri."Cepat-cepat! Sssh, pantas Pak Raditya membebaskanku. Ternyata istriku dalam bahaya?""Belum Mas Reiko. Tadi itu pas selesai bicara dengan Pak Raditya, Mbak Aida belum pingsan. Saya rasa Pak Raditya juga belum tahu karena waktu itu Mbak Aida cuma mimisan saja.""Mi-misan?" Deru napas Reiko sudah bergemuruh di dalam dadanya ketika mendengar ini."Dan kamu baru bilang padaku Seno? Berita sepenting ini kamu baru sampaikan pad
"Ayo Seno, tunjukkan dimana ruangannya!"Buru-buru, Reiko yang sudah memasukkan handphonenya ke dalam tas, sudah bergegas menuju ke arah lobi.Begitupun juga dengan Seno yang tak ingin buang waktu."Pak Reiko!"Sapaan yang membuat Reiko mengarahkan matanya pada bagian administrasi."Mas Reiko, kebeneran! Bisa tanda tangan tidak? Ini yang diminta tanda tangan keluarganya Mbak Aida."Kebetulan sekali Sandi melihat Reiko, makanya dia menghentikannya dan membuat Inggrid juga begitu bahagia menatapnya.
Mungkin dengan aku membantu memperbaiki hubungan mereka, keduanya tidak akan lagi menyusahkan hidupku!Reiko berpikir seperti ini saat dia mendekat ke handle pintu ruangan dan telinganya juga masih bisa mendengar kalau saat ini Sandi mengajak Seno dan Inggrid.Sebagai seorang ajudan, aku rasa dia sangat peka sekali dengan yang kuinginkan hanya berdua dengan Aida. Wah, padaku saja dia begitu perhatian apalagi pada Raditya? Di mana bisa menemukan ajudan sepertinya? bisik Reiko di dalam hatinya saat dia ingin mendorong pintu.Namun saat itu …."Ya iyalah. Aku kan pelindungmu. Jadi aku harus selalu memastik
Ini yang aku khawatirkan! Kenapa dia tidak bisa menahan diri dulu, sih!Aida mengumpat di saat yang bersamaan, Reiko juga melepaskan pagutan bibirnya dan seseorang menyeletuk lagi …."Maaf, aku ndak liat Mbak Aida, Mas Reiko!"Seorang wanita bicara begitu sambil mengumpat dirinya sendiri dan ingin keluar dari ruangan Aida.Tapi …."Eish, kau seperti melihat hantu saja. Tak apalah cepat sana masuk, Inggrid!"Dimas yang ada di belakangnya malah mem
"Ehm, Mas Reiko, bagaimana kalau Mas tunggu di luar dulu? Aku biar masuk ke dalam sama perawatnya."Saat melihat pintu ruangan yang dituju didorong perawat supaya kursi roda Aida bisa masuk, istri Reiko bicara sambil berbisik."Apa? Memangnya kamu pikir aku siapa? Aku ini suamimu dan aku tidak ada larangan untuk melihat tubuhmu. Bahkan aku sudah hapal sekali semua tanda di tubuhmu, ukurannya, seperti apa bagian kewanitaanmu aku juga tahu. Sempitnya kayak gimana juga sudah terbayang."Tapi yang menjawab malah dengan suara cukup nyaring mengomentarinya."Eeh, ndak gitu. Aku …."