"Pacarmu?""Iya ratu lebah. Eh, maksudku nyonya Brigita."Dan tentu saja kata-kata Aida ini hampir saja memicu emosi BrigitaTapi"Kalau kalian masih mau berantem lanjutin aja. Tapi saya permisi dulu ya, nggak enak sama Mas Waluyo kalo Dia nunggu kelamaan. Soalnya di pabrik itu kan jamnya shift-shiftan istirahatnya."Aida memilih pamit. Dirinya juga sudah menurunkan tangannya yang tadi menunjukkan layar handphonenya itu.Tanpa Aida sadari seseorang tadi memperhatikan tangan kanannya sebelum dia pergi beranjak."Dia sudah punya pacar? Apa kamu tahu itu?" tanya yang membuat Reiko hanya menggelengkan kepalanya."Itu bukan urusanku," ucap Reiko kemudian, dengan perasaan gamang di hatinya.'Benarkah dia sudah punya pacar?' Reiko malah bisik-bisik begini di hatinya.Ada rasa percaya tidak percaya juga saat Reiko memikirkan ini dan tadi ada sesuatu yang mengganjal juga ketika Aida menunjukkan handphone yang sempat dilihatnya.'Dia masih memakai cincin pernikahannya denganku tapi dia sudah pu
"Aku yang memintanya." Reiko menjawab tanpa ekspresi."Kepalaku pusing sekali setelah menyaksikan dia tadi membersihkan nature space-ku. Mungkin karena kecapean juga dan tadi pagi cuman sarapan roti, tambah angin di proyek terlalu kencang," jawab di bibir Reiko.Meski ...'Ssh, harusnya aku menyuruhnya untuk duduk di sofa saja tadi,' bisik hati Reiko.Dia tadi lupa mendudukkan Brigita di kursi yang tadi di dudukinya. Jelas aja masih ada cangkir tehnya di sana."Maafkan aku Brigita, teh ini murni aku yang minta," sungguh ini adalah kebohongan Reiko yang kedua kali soal Aida, setelah sebelumnya dia mengatakan bahwa roti selai kacang itu buatannya."Aku tidak sama sekali ingin mempermainkan perasaanmu, tapi aku tadi hanya memikirkan tentang nature spaceku. Kamu tahu kamu betapa pentingnya tempat itu untukku?""Iya, sudahlah. Aku tahu," respon Brigita lebih kalem."Aku juga minta maaf karena tadi aku terlanjur emosi pas dateng. Aku beneran ga bisa mengendalikan diriku kalau sudah melihatm
"Oh nggak ada kok," jawab Reiko cepat."Aku cuma diam supaya kamu istirahat dan bisa tenang, aku nggak mau ngeganggu kamu, sayang," tambah Reiko lagi, yang kini memberikan senyumnya kepada wanita yang menatap wajahnya."Beneran?""Hmm."Melihat Brigita yang tidak yakin Reiko pun menjawab cepat."Apa sekarang kondisimu sudah lebih baik?"'Sepertinya dia benar-benar kepikiran tentang obat-obatku ya? Hahaha. Dia saja yang tidak tahu kalau aku depresi bukan karena wanita itu. Bukan karena pernikahannya dengan wanita itu juga. Tapi karena aku khawatir aku tidak punya kesempatan untuk mengikuti tender itu dan aku tidak bisa bertemu dengan Gerald Peterson,' bisik dalam hati Brigita karena memang ini adalah sesuatu yang sangat mengganggunya.'Tapi tentu saja dia tidak boleh tahu soal ini. Hahaha, selama aku tidak bisa mendapatkan Gerald dia akan menjadi serepnya,' bisik hati brigitaKarena itulah"Aku nggak apa-apa kok, sayang. Kondisiku sudah lebih baik jadi kamu nggak usah khawatir berlebih
"Eh."Reiko sampai kaget ketika dia mendengar sentakan tadi dan jawaban inilah yang muncul pertama kali."Maaf sayang, ehm, Bee, tadi aku tuh kepikiran keluargaku.""Keluarga?"Brigita langsung mengerutkan dahinya dengan mata membulat"Hubunganmu dengan wanita itu?""Ya ampun, pikiranmu kenapa malah ke sana lagi ke sana lagi sih? Mana pernah aku berpikir dia keluargaku, siih?"Lagi-lagi Reiko menggelengkan kepalanya pelan dan terlihat cemas, tapi senyum tak hilang dari wajahnya."Aku kepikiran urusan keluargaku, apa yang harus aku lakukan, hmm ... maksudku --""Maksudnya bagaimana?" bingung Brigita"Kamu dengar kan tadi dia bilang kalau dia sudah punya pacar?""Loh, bagus dong kalau dia sudah punya pacar. Kamu tinggal cari fotonya sama pacarnya dan saat mereka jalan berdua, kamu bisa kasih ke kakekmu dan tunjukkan kalau dia berselingkuh di belakangmu, ya kan?" saran Brigita yang sebenarnya adalah sebuah ide brilian.Bukankah Reiko memang ingin menyingkirkan Aida? "Biarkanlah dia bers
Aida: Assalamu'alaikum, pakde Waluyo.Kejadian beberapa saat yang lalu ketika Aida sudah pamitan masuk ke dalam kamar, dia menguncinya rapat-rapat dan sambil berbisik menjauh menuju ke arah tempat tidurnya Aida menjawab teleponnya dengan kalimat tadiWaluyo: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, nduk. Piye kabarmu? Kok nikah gak bilang-bilang karo pakde to? Hihi, untung saja aku memberikan nama pakde ku hanya Waluyo saja. Waktu itu aku mau tulis pakde tapi kata pakde tak perlu ditulis biar terlihat muda. Malah pakde minta harusnya disebut di sana Mas Waluyo biar laki-laki semua takut kalau mendekat padaku dan mau macam-macam.Aida senyum-senyum di dalam hatinya ketika dia mendengar ucapan dari pakde-nya, kakak dari ibunya Ratna di saat yang berbarengan dia juga mendengar tanya yang diberikan oleh Waluyo. Sengaja waktu itu pakdenya menyuruh Aida menyimpan namanya begitu karena dia khawatir dan memang ingin menjaga Aida. Saat itu adalah saat di mana Ayah Aida baru saja divonis m
Waluyo: Hehehe, betul tu yang di bilang Aida. Piye to Romo, moso--"Sopo sing nyuruh koe njawab?" "Ehem ... ehem... seret tenggorokanku, tak ngombe dulu, Romo." Waluyo kena semprot lagi dan berdehem sambil mengambil air minumnya saat Adiwijaya sudah memelototinya. Tentu saja dia tidak marah betulan dan mereka memang biasa menggunakan bahasa yang tidak terlalu lembut, karena kedekatan satu sama lain.Adiwijaya: Yah, mungkin kamu mau simpan kalau suatu saat perlu nduk?Dan setelah Waluyo diam Adiwijaya pun bicara lagi pada Aida, menawarkan hal yang sama seperti yang dia juga tawarkan pada Ratna dulu.Aida: Buat apa kakek?Tanya Aida yang memanggil sama seperti cara Reiko memanggil Adiwijaya, kakeknya.Adiwijaya: Ya, kalau Reiko melakukan sesuatu yang macam-macam kamu bisa menghubunginya karena dia dekat dengan posisimu. Sama-sama di Jakarta.Aida: Hihihi. Kakek nih. Sebenarnya Mas Reiko enggak pernah ngapa-ngapain aku kok.Adiwijaya: Hah? kalian berdua pisah ranjang?Aida: Eeh, bukan
Aida: Hehehe, kakek maaf tolong sembunyikan ini ya. Karena Mas Reiko nggak mau kalau ini sampai kesebar ke siapapun. Bahkan dia nggak cerita sama papa dan mamanya. Ibu juga gak aku ceritain. Aduh, kenapa ya aku malah keceplosan begini? Cari mati aku ini, bisa kena omel mas Reiko.'Semoga saja mereka kasihan setelah aku memelas seperti tadi. Semoga mereka kasihan padaku dan tak akan membesar-besarkan masalah ini. Ya Tuhan, kenapa aku bisa semudah ini berbohong dan membawa masalah baru begini? Aida, apa kamu enggak bisa ngeluarin alasan lain dalam pikiranmu sih?'Aida bicara di dalam hatinya ketika dia memang agak cemas menunggu jawaban dari kakeknya ReikoAdiwijaya: Jadi ini rencana diam-diam kamu dan suamimu?Aida: Iya kakek. Maaf ya, aku nggak bisa cerita banyakWaluyo: Yowes kalau begitu. Biarkan saja Aida tenang dulu, Romo. Tak perlu ditanya macam-macam putumu. Biar nanti kalau sudah berhasil mungkin Reiko sendiri yang mau cerita pada keluarga besarnya.Adiwijaya: Menurutmu bagaima
"Hehehe." Pertanyaan yang membuat Waluyo kembali senyum-senyum."Waluyo Arjuna. Isomu saiki gur guyu wae padahal hatimu sakit kehilangan Lastri," sindir Adiwijaya lagi."Haaah, mau gimana lagi, Romo, sudah begini suratan takdirku dan aku juga gak mungkin kan menyesalinya karena kalau disesali berarti aku menyesali pernikahanku juga dengan Marni, termasuk menyesali adanya dua putriku Mutia dan Inggrid.""Kamu tuh, harusnya jangan setengah-setengah. Kalau kamu mencintainya dulu harusnya kamu menikahinya sebelum kembali ke Mesir.""Berapa kali aku ulang cerita ini Romo?" Dua duda ini pun melanjutkan percakapan mereka."Kalau dia bilang padaku tentang kesalahan yang kami buat dulu itu meninggalkan bayi di rahimnya, aku tentu tak akan kembali ke Mesir tanpanya, Romo," keluh Waluyo."Dan saat itu sebenarnya aku berangkat lagi ke Mesir untuk mengurus izin tinggal dan izin untuk membawa istri. Aku sudah berencana untuk menikahinya dan membawanya pergi ke Mesir."Kini Waluyo menatap serius pad