Haduh, Apa tanggapan Mas Irsyad yang liat aku kayak gini tadi sama Mas Reiko?
Aida sekarang sedang ada di punggung Reiko tapi pikirannya tidak sedang bersama dengan Reiko. Sampai tak memikirkan kesulitan Reiko yang menggendongnya.
"Ai, kok kamu diem aja?"
"Eeeh, enggak!"
Makanya Aida sempat kaget ketika Reiko menyapanya.
"Mas Reiko, kenapa nggak nurunin aku aja? Aku kan berat Mas. Lagian kalau cuman jalan santai berdua begini aku rasa aku ndak masalah aku jalan kaki. Di sini juga ndak terlalu panas dan rindang pohonnya."
Mereka sudah berjalan lebih dari setengah kilo saat Aida bicara. Dia jadi merasa tak enak sendiri karena yakin sekali tubuhnya akan terasa berat.
"Hmm, aku tahu. Tapi aku la
"Apa kamu liatin aku kayak gitu?"Reiko bicara sambil menarik Aida mendekat dan merangkulnya."Punya minum nggak? aku aus nih! Lumayan pegal juga ya ngegendong kamu sejauh itu!"Reiko sepertinya tak berniat juga bertanya pada Aida apa yang membuat wanita itu membelalakkan matanya dan sampai sekarang masih terlihat penasaran dengan tempat yang ingin di tuju suaminya.Tapi karena permintaannya tadi Aida segera mengambil botol minumnya yang memang tinggal seperempat isinya."Makasih ya, Ai!"Reiko meminumnya satu teguk saja. Dia tentu bisa merasakan kalau botol minum itu ringan. Reiko tak mau menghabisan isinya."Sekarang kamu minum nih! Abisin!""Ndak, Mas Reiko aja
“Hmm, iya Mas.”Aida tak tahu apa rencana suaminya tapi dia sudah menyanggupi permintaan Reiko barusan.Inginnya sih dia bertanya lagi.Tapi melihat suaminya sudah memejamkan mata dan sepertinya kelelahan juga karena menggendongnya siang-siang dan lumayan jauh, Aida tak mengganggu hingga mereka sampai di apartemennya."Maaf ya Ai, aku ketiduran. Mungkin aku nyaman juga ada di sampingmu makanya aku kepulesan. Padahal aku jarang loh tidur siang.""Hehehe bagus!! malah Mas Reiko tidur. Aku seneng Mas Reiko bisa santai dan nggak harus terus-terusan mikirin kerjaan."Biasanya dia tidak bisa tidur karena harus mengurus kerjaannya satu demi satu."Hmm, kamu bener, yuk turun!"
"Romo?""Hmm." Aida mengangguk. "Mas Reiko dah ndak pake lagi nama Adiwijaya di belakang nama Mas Reiko. Apa Mas Reiko akan nyaman kalau aku panggil Kakeknya Mas Reiko dengan sebutan Kakek?"Reiko paham di sini kalau Aida memang benar-benar menjaga perasaannya."Hmm. Aku memang masih ada sedikit gak nyaman. Tapi kalau kamu nggak angkat telepon itu malah akan membuat Kakek bertanya-tanya dan berpikir kalau aku nggak profesional dengan membawa masalah pekerjaan ke masalah pribadi. Kamu angkat saja, cukup bicara seperlunya tanpa melebihkan apapun tapi gak perlu ceritain semuanya juga."Sebatas profesional. Padahal biasanya Reiko akan mendahulukan kakeknya bukan karena hal itu! Tapi karena dia sangat menyayanginya dan tidak mau kalau kakeknya sampai sakit! Cuma ini tidak disebut olehnya. Aida makin merasa sesuatu
"Kenapa kamu liatin aku? Bukannya tadi kamu bilang kamu mau masak makanya kamu matiin teleponnya?""Hmm. Iya Mas Reiko. Karena aku mau masak makanya aku matiin teleponnya."Aida tak menyanggah dia juga sudah menaruh kembali handphonenya ke dalam tasnya."Terus kamu ngapain keluar dari dapur?"Tapi wanita itu malah berjalan mendekat pada Reiko membuat pria itu mengamatinya karena Aida tak menjawab sampai dirinya sudah ada di sebelah Reiko.Mmuuuuuah!Malah justru mengecup suaminya."Bibir Mas Reiko rasanya manis kayak teh dan campuran biskuitnya ada juga! Remahannya nempel di bibirku.""Siapa suruh kamu datang-datang langsung mengecupku. Dan berani-beraninya kamu n
Ai maafkan aku, membuatmu ada dalam kondisi yang sulit.Tapi tentu saja Reiko paham apa yang dipikiran Aida sekarang. Makanya sambil menaiki tangga Reiko kembali memikirkan istrinya.'Ai memang pintar sekali menyembunyikan perasaannya. Tapi aku tahu hatinya merasa gak lega, kan? Dia pengen tahu permasalahanku, dia kepikiran juga soal Kakek. Reiko berbisik di hatinya.Rasa tak enak di dalam hatinya karena dia memikirkan tentang perasaan istrinya yang pasti kebingungan.Maaf Ai, aku berjanji tidak akan lagi terjadi seperti ini. Tak akan lagi ada orang yang mengganggu pekerjaanku dan aku tak akan menggantungkan harapan dan impianku pada orang lain. Ini semua awalnya karena ketidakberanianku dari awal! Aku tak berani memulai semuanya tanpa modal.
Dia salah minum obat atau otaknya geser ya? bisik hati Aida.Karena permintaan barusan bukan permintaan biasa dari Reiko. Biasa suaminya yang melakukan itu untuknya. Makanya Aida mendongak, memastikan suaminya tak ada masalah."Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?" Reiko bicara sambil meliriknya saat mereka sudah ada di anak tangga paling bawah."Hihihi, tumben Mas Reiko manja.""Pengen aja ada yang sayangin aku, Ai. Ada yang ngurus dan perhatian ke aku, bukan sesuatu yang palsu atau janji semu doang."Mmuuuuah!Aku tak tahan pengen nangis liat Mas Reiko melow gini. Mungkin dengan bercanda seperti ini aku jadi tidak harus menangis. Aku kepikiran sama Mas Reiko. Sama Kakek juga, tapi maaf Kakek, aku belum bisa menghubungi K
"Mas Reiko nih --""AKU APA?"Sesaat setelah terdengar suara pintu ruang kerja Reiko ditutup kembali dan artinya Seno sudah ada di dalam, Aida tadinya ingin menegur suaminya yang tadi sangat pelit sekali.Tapi malah disentak oleh Reiko."Mas Reiko tadi terlalu pelit! Ini kan makanannya banyak, porsi lima orang loh. Harusnya kita bisa berbagi." Aida ceplas ceplos seperti biasa, tak memperhatikan mood suaminya yang buruk dari tadi."PELIT KATAMU? AKU PELIT?" wajah Reiko makin tak bersahabat mendengar ucapan istrinya."KAU YANG BILANG INI UNTUKKU! KAU YANG BILANG KAU MASAK UNTUKKU! KENAPA HARUS MENAWARKAN PADA ORANG LAIN KALAU INI UNTUKKU? KENAPA HARUS MEMBERIKAN PADA ORANG LAIN KALAU INI UNTUKKU? INI UNTUK ORANG LAIN ATAU UNTUKKU
"Gak mau Mas! Hhhh!"Masih sambil sesegukan Aida berusaha mempertahankan dirinya dan tak mau melepaskan kaki Reiko."KAMU YANG MEMAKSA!"Reiko yang sudah emosi itu ingin sekali melakukan apa yang tadi diancamkannya.TapiApa yang terjadi padaku? Sampai bisa setega ini padanya!Ruangan tidur Reiko itu kan hampir semua bagiannya adalah kaca. Dari tadi yang ditatap oleh Reiko itu hanya penghubung ke wardrobe. Tapi untung saja, saat kakinya ingin meluapkan emosinya matanya tak sengaja memandang ke arah salah satu pantulan cermin di kamarnya.DAG DUG DAG DUG!"Lepaskan Ai, Masuklah ke kamarmu sana!" jantung Reiko berdetak tak wajar, tapi memang emosin