Reiko: Baiklah aku akan keluar sekarang Richard.
Richard: Reiko, Excel bersama putriku. Maafkan aku merepotkanmu. Dan ucapkan juga terima kasihku pada istrimu.
Reiko: Tidak apa-apa Richard. Tidak perlu merasa tidak enak padaku karena istriku juga sangat senang sekali bisa mengurus mereka. Semoga semua baik-baik saja. Ehm, aku akan bicara lagi nanti padamu dan sekarang aku akan membukakan pintu dulu untuk mereka.
Richard: Terima kasih.
Sebetulnya masih banyak yang mau ditanyakan oleh Reiko. Tapi di waktu pagi ini membiarkan dua anak kembar berada di luar apartemen apalagi usia mereka masih sangat kecil ini membuatnya memilih mematikan te
"Maaf ya, kamarnya sedikit berantakan tadi kami belum sempat rapi-rapi."Sesaat sebelumnya, ketika Aida dan Ellen membawa dua kembar ke kamar Aida dan Reiko."Hmm, tak masalah. Kurasa untuk pasangan yang belum punya anak kamar sedikit berantakan tak ada masalah.""Hehehe."Aida tahu apa maksud dari ucapan Ellen. Cuma dia tidak menimpalinya dan memilih mempersilakan Ellen masuk lebih dulu."Mereka masih tidur. Mereka berdua bayi yang tidak rewel dan kurasa aku akan menidurkannya di tempat tidurmu dulu tidak masalah, kan?"
"Ai, kamu kok ngomongnya kayak gitu sih?""Ya gimana Mas? Ini kan memang titipan bayi-bayi ini bukan milik kita. Sama seperti nyawa kita yang suatu saat nanti pasti akan diminta sama yang punya. Yang bisa kita lakuin kalau udah kayak gini ya udah serahkan sama yang punya dan kita harus punya mental seperti mentalnya tukang parkir!"Selesai bicara Aida mengecup kedua anak Tasya dan duduk di sisi mereka sambil merapikan mainannya.Ini sudah waktunya untuk mereka berkemas dan bersiap untuk mengantarkan keduanya bertemu dengan Richard."Maksudnya kayak gimana, Ai?"
"Oh, iya Mas!"Aida tidak keberatan dan dia merasa lega karena suaminya sudah mau memikirkan hal ini.Kebersamaan mereka dengan anak-anak Richard dan Tasya membuat Reiko lebih terbuka lagi dan mulai mencintai anak kecil. Ada keinginan dalam hatinya ingin memiliki anak yang semakin besar."Kalau gitu aku nanti akan coba hubungi dokternya dan kita akan buat janji ya!"Itulah yang diucapkan Reiko sambil dia merangkul istrinya masuk ke dalam apartemennya."Iya Mas. Siang ini kita mau makan apa, Mas?"
"Irsyad, Udah sabar. Inggrid nggak tau apa-apa kok lo malah nyolot ama dia sih?"Seseorang yang ada di samping Irsyad mencoba mengingatkannya karena saat ini Irsyad sudah kebawa emosinya.Beberapa saat lalu sepulang kuliah Inggrid yang mengikuti kegiatan english club di kampusnya, seperti biasa mendatangi tempat itu tanpa ada kepikiran macam-macam tapi ternyata setelah sampai di sana ada sesuatu yang mengagetkan untuk inggrid.Dia dihampiri oleh dua orang kakak tingkatnya dan memintanya untuk bicara sebentar.Biasanya tidak pernah seperti ini. Dan mereka meminta sesuatu yang membuat Inggrid juga agak kaget.
"Mas, lo apa-apaan sih?"Setelah mereka berada cukup jauh di dekat tempat parkir, Irsyad menghempaskan tangan Dimas dan wajahnya terlihat sangat kesal sekali."Lo tahu kan tadi dia tuh hampir cerita banyak kejadian di apartemennya. Dia hampir ngebuka semuanya, harusnya lo nggak ngalangin gue buat bicara sama dia!""Sabar Syad. Lo lupa kalau lagi marah gini harusnya lo istighfar. Astaghfirullahaladzim! Lo yang ngajarin gue kalau kita itu nggak boleh marah-marah kayak gini!"Irsyad menutup matanya sambil mengalihkan pandangannya dariDimas.Ya dia tahu kalau dia memang yang mengajarkan Dimas untuk terus beristighfar dan menahan rasa marahnya. Dalam teori ilmu Irsyad, soal marah dia bisa dibilang sudah khatam. Selama ini kalau ad
"Maaf ya Mas. Aku salah soalnya aku angkat telepon dari Inggrid. Aku cuman takut tadi ada apa-apa, jadi aku angkat dan aku minta maaf Mas. lain kali aku nggak akan ngangkat telepon itu lagi."Wajah Aida terlihat ketakutan ketika dia mengutarakan kalimat itu dan memang sudah tidak lagi memegang handphonenya kini dia sudah berada di hadapan suaminya."Ai, aku nggak marah kok sama kamu. Aku bertanya kayak tadi itu karena aku nungguin kamu kelamaan dan sedikit kesal. Tapi aku nggak ngelarang kamu buat nelepon Inggrid.""Huh?"Aida bingung. Bukankah suaminya saja sempat marah waktu adiknya Lingga menghubunginya?
"Ai, kamu nih gimana sih? Katanya mau punya anak?""Ehehhe, iya mau Mas! Yang lucu kaya Anna dan Tasya.""Ya udah, ayok!"Tangan suaminya menggandeng Aida yang tak lagi bisa menolaknya.Selangkah demi selangkah gerakan kaki mereka mulai mendekati ruangan tempat di mana dokter Elly praktek.Dan meskipun Aida sudah tidak mengatakan penolakan tetap saja hatinya merasa gundah.Mas Reiko sangat mencintaiku. Dulu dia tidak mau punya anak bahkan sampai meminta aku di kuret gara-ga
"Kau sudah terburu-buru sekali untuk punya anak bukan?"Malu-malu tapi Aida tersenyum simpul dan mengangguk pelan."Aku ingin sekali punya anak. Mungkin sangat menyenangkan kalau bisa punya anak!""Ai, tapi aku nggak mau kamu memaksakan diri. Kita harus tanya dulu sama dokter Elly bagaimana kondisimu. Karena percuma kalau sampai hamil terus kondisinya nggak kuat kan bayinya di dalam sana?""Iya Mas. Aku ngerti kok, udah nggak usah cemas ya."Reiko dan Aida memang sudah bolak-balik mengecek kondisinya selama setahun lebih.