"Daniel, bagaimana? Apa ada hasil dari pekerjaan kita itu?"Samuel, di depan mendekat pada Daniel dan menyapa pria itu saat dia sudah keluar dari rumah keluarga Anderson."Kau habis menelepon seseorang?"Tapi Daniel tidak langsung menjawabnya, karena tadi memang dia melihat Samuel seperti menghubungi seseorang dan langsung mendekat pada Daniel dan mematikan teleponnya.Ini yang membuat Daniel sedikit curiga."Oh ya, aku tadi memang menelepon Casey.""Casey Brown, istrimu?""Hmm.” Jelas sudah dari senyum Samuel, dia memang tidak menyembunyikan apa-apa."Dia khawatir dan dia masih memiliki pikiran buruk tentang Rafael. Tapi kan Alan sudah menjelaskan semuanya dan sudah memperbaiki misunderstanding di keluarga Brown sendiri." "Ya, kau benar. Oh ya, sebentar. Aku mau menelepon Reizo dulu, tolong sampaikan pada mereka untuk mempersiapkan penguburan Tuan dan Nyonya Anderson di taman belakang. Itu permintaan dari putranya, sisanya untuk bekerja lainnya mereka bisa memodifikasi menjelaskan p
Tapi, masalahnya sekarang, ingatan yang kuingat masih acak-acakan. Aku belum bisa mengingat detail.Reiko berbisik lagi dalam hatinya, karena memang Reiko sudah ingat semua yang sudah dia ceritakan pada Tuan dan Nyonya Anderson. Hanya saja, ingatan itu masih serpihan-serpihan dan belum disatukan. Ini yang membuatnya bingung.Mungkinkah yang diberikan oleh anak mereka ini, ada hubungannya dengan ingatanku?Tapi Reiko memang masih menyimpan sesuatu di sakunya yang belum dibuka olehnya.Hanya saja, sepanjang perjalanan ke Indonesia, dia juga tidak membuka itu. Yang dilakukan oleh Reiko hanya memberitahukan kalau dia akan kembali ke Indonesia, karena kondisi di Maroko tidak stabil.Dia tidak bertingkah aneh selama di perjalanan, hingga Reiko sudah ada di apartemennya.Tidak ada CCTV di apartemen ini. Semuanya clean. Dan Ai juga belum pulang.Reiko berbisik begini setelah mengecek berapa orang yang ada di dalam apartemen itu dan di dalam ruang kerjanya, barulah Reiko bisa bernapas agak leg
"Miniatur?""Hmm, tempo hari pas aku masuk ke dalam kamarmu, aku lihat kau punya banyak miniatur. Jadi mau kutambahkan itu. Kau belum punya piramid."Kau sudah ke-gr-an, Aida. Dia tidak mengingat tentang masa lalu kalian, tapi ini karena dia masuk diam-diam ke kamar itu. Dan dia juga lupa kalau aku sudah punya piramid di rumah Ibu.Hati Aida tadi sudah cemas kalau Reiko mengingat tentang masa lalunya, apa dia akan membahas tentang Irsyad?Tapi ternyata, dugaannya salah. Ingin rasanya Aida menertawai dirinya sendiri. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ingin menggerakkan tangannya mengambil miniatur itu.Mas Reiko memang tidak mengingat kalau dia pernah berjanji dia akan membawakan itu untukku. Tapi justru di saat dia tidak mengingat segalanya, dia kembali ke sini memenuhi janjinya.Dan ini yang membuat hati Aida menghangat. Pria yang tidak mengingat tentang dirinya, tapi mengingat tentang keinginannya membelikan miniatur piramid untuk Aida.APA KAMU PIKIR SUAMIMU TIDAK MAMPU UNTUK MEMBE
Sssh, apa yang sekarang harus kukatakan padanya? Dia pasti membenciku. Akan memukulku, kah? Itu lebih baik, asal Ai tidak minta berpisah dariku.Reiko selepas Brigita melangkah ke kamar dengan sikapnya yang tidak menunjukkan kemarahan, membuat hati Reiko makin bingung.Dia tahu kalau Brigita tidak bodoh. Dan dia juga tahu kalau Aida sudah mendengar semuanya dan sekarang dirinya kelimpungan karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dua orang itu. Apakah mereka semua akan marah padanya?Reiko seharusnya memikirkan mereka berdua, tapi memang yang ada di dalam benaknya adalah kekhawatiran lebih,Aida akan pergi dari hidupnya."Sini, terima kasih ya, untuk piramida." Tapi sikap Aida tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.Seharusnya Aida marah dan dia tidak akan pernah mau menerima benda itu, tapi kini dia malah ingin mengambil oleh-oleh yang tadi dibawa oleh Reiko itu."Loh, katanya ini untukku, kan? Kenapa malah dipegang lagi, toh? Lepaskan dong, Pak."Dan kenapa menyakitkan sa
Aku jadi menyesal memberikan piramid itu. Tapi ....Reiko tak tahu dia harus merespon apa dengan sikap Aida yang sekarang, tapi memang dia merasa kasihan pada istrinya, sehingga ikutan membantu membuka tepat di dekat corongnya."Ai … ehm, Aida, ini. Aku sudah temu ….""Punyaku. Berikan padaku."Dasar bodoh. Hanya karena benda ini saja dia menyakiti tangan dan kakinya. Tangannya sampai berdarah-darah begitu?Reiko tidak membuka banyak plastik karena dia coba memperhatikan dari plastik-plastik tersebut. Dia yang memegang plastik sampah tadi dan Reiko juga yang membuangnya. Pria itu juga yang mengikatnya. Jadi dia bisa membayangkan mana plastik yang tadi dibuangnya itu.Reiko menemukan lebih cepat, tapi tidak membuat hatinya merasa lebih baik karena melihat kondisi istrinya."Berikan itu padaku.""TIDAK MAU!"Tapi Aida yang masih takut kalau suaminya akan membuangnya lagi, memberontak dan tidak ingin memberikannya."Ya sudah kalau begitu, pegang itu dan biar aku membawamu. Kaki dan tanga
"Minggir."Aida malas menjawab pertanyaan suaminya dan saat ini dia juga masih belum bisa mengendalikan emosinya, maka lebih memilih untuk mengusir pria itu sebetulnya."Minggir, pergi! Aku bisa mengurus diriku sendiri."Aida memberontak dan dia ingin sekali Reiko menyingkir dan tidak berada bersama dengannya di kamar mandi itu."Minggir, aku mohon! Heuuheuuu."Bahkan Aida sudah mengeluarkan semua tenaganya untuk mengusir suaminya sejak beberapa menit yang lalu, tapi tetap saja sulit."Pergi! Aku tidak ingin kau kembali ke sini. Pergi!"Aku tidak peduli berapa kali kau mau mengusirku, tapi aku akan tetap di sini. Dan aku juga tidak tahu kenapa aku memilih untuk tetap di sini. Tapi yang pasti aku tidak bisa membiarkannya sendirian dan menangis seperti ini dengan semua lukanya gini, seru suami Aida yang justru melakukan yang berlawanan dengan keinginan Aida."Lepaskan aku dan pergi!" Aida tetap memekik seperti itu, tapi tetap tidak didengarkan.Pria itu justru makin mendekat dan membuat
"Ya ampun, apa Bapak punya masalah dengan indra pengecap Bapak? Masa makanan yang seperti itu dibilang enak, sih, Pak?"Dih, bukannya langsung ngejawab, kenapa malah mukanya kayak bikin aku jadi ngerasa bersalah begitu? Dia lagi isengin aku, kan?Aida sebetulnya bingung kenapa Reiko diam saja, tapi karena tahu bagaimana isengnya pria itu dulu, dia tak mau termakan oleh jebakan yang akan dilakukan oleh suaminya."Kalau makanan seperti itu dijual, saya yakin pasti Bapak langsung dimarahin sama orang yang beli. Soalnya kalau dikasih gratis juga ndak akan ada yang mau. Kalau pun mereka mau beli, itu pun karena penampilannya bagus. Cuma rasanya ampun,” seru Aida lagi, makin berani."Ya sudah kalau begitu. Aku bawa ini turun dulu, ya. Nanti aku coba pesan makanan online."Dih, jadi dia beneran nggak ngerjain aku dan dia masak seancur itu rasanya?Aida jadi merasa bersalah sendiri. Tapi apakah dia harus memanggil pria itu?Pintunya sudah ditutup. Biar saja, lah. Mungkin saja dia memang menge
"Sebaiknya tak perlu lagi kupikirkan tentang masalahku dengannya. Lebih baik aku siapkan makanan ini untuknya."Reiko mencoba untuk rasional dulu karena dia ingin menemui Aida, makanya dia tidak mau terlihat galau dengan pikirannya yang sangat mengganggu hatinya itu.Masalah cinta memang membuat hidupnya beratz tapi lebih berat lagi kalau dia harus ribut malam ini dengan Aida."Nah, sudah dipindahkan ke piring dan mangkuk, tinggal aku bawa ke ruang kerjaku," seru Reiko dengan senyum di bibirnya juga karena dia mengingat sesuatu lagi di ruang kerjanya.Apa mungkin semua yang membuatku senyum-senyum setiap kali aku tiduran di sofa itu adalah kenanganku yang bersama dengannya? Baru ada siluet bayangan masa lalu saat Reiko menghabiskan waktunya memeluk Aida di sofa tersebut berjam-jam.Tapi, itu juga menyedihkan untukku karena aku tidak bisa melakukannya lagi, bukan? Ini yang membuatnya sadar apa arti senyum dan tawa itu.Reiko ingin sekali mengingat lebih jauh, tapi memang terbatas sampa