"Ehm, maaf pak Raditya. Tapi mungkin saya harus melihat dulu villa Anda yang di puncak," seru Reiko kaget dengan temperamennya Radit, makanya dia langsung bermanuver menyelamatkan tendernya.'Aku pikir dia profesional. Tapi hanya gara-gara itu adalah kesukaan istrinya aku bisa lihat dia lebih emosional. Heish, menumbuhkan kebun bunga di tempat yang panas itu lebih sulit daripada di tempat yang dingin,' protes kesal Reiko di hatinya."Kau yakin bisa mengurusnya?""Tentu saja Pak Raditya. Hanya saja saya yakin biaya operasional untuk kebun bunga akan lebih mahal daripada tanaman biasa di taman.""Aku tidak peduli soal uang. Tapi kebun bunga itu harus ada di taman belakang itu karena itu adalah surprise untuk istriku," tegas Radit lagi yang membuat Reiko pun mengangguk tak mau lagi mendebat soal ini."Kalau Anda tidak masalah dengan biaya operasional, saya tidak masalah juga Pak Raditya. Kapan kira-kira saya bisa melihat kebun bunganya?" "Hmm. Urus soal itu bersama Sandi. Dan aku juga i
"Hmm, karena kamu, aku jadi tertarik dengan desain interior dan property?" seru Reyhan, yang memang selalu memuji lawan bicaranya apalagi rekan bisnisnya. Dia ini adalah orang yang sangat humble dan kadang orang tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hatinya melihat bagaimana wajah dan ketulusannya saat bicara itu benar-benar seperti menyihir mereka untuk percaya begitu saja padanya."Oh, sebetulnya aku ada satu project baru yang aku tidak tahu apa kamu tertarik atau tidak. Tapi project ini memang sudah kami persiapkan sejak setahun yang lalu bahkan jauh sebelum kerjasama aku dengan Raditya Prayoga tapi kami memang masih memikirkan Bagaimana mencari dananya."Sebuah ucapan yang membuat Reyhan mengerutkan dahinya."Bisa kamu jelaskan maksudnya? Apa itu project yang menguntungkan?""Sangat." Reiko makin bersemangat."Tapi memang ini masih tender, Rey. Dan kami seharusnya berusaha untuk memenangkan tender ini.""Kalau begitu ajukanlah tendernya lebih dulu, Reiko."Namun saran Reyh
"Apa dia adalah orang yang memang sangat mudah bekerjasama dengan orang lain ya?'Saat mengendarai mobilnya Reiko sempat kepikiran soal sikap Reyhan"Tidak, aku rasa dia cukup pintar. Bagaimanapun, dia meminta hak paten dan legal untuk design-ku."Saat mobilnya masuk ke area kantor BIA, Reiko menyimpulkan begini. "Reyhan juga adalah menantu pak lek. Kakek sangat senang sekali aku dekat dengan Pak lek. Jadi aku yakin sekali aku harus memberikan alarm pada diriku dan tidak boleh terlena dengan kebaikan Reyhan Dharma Aji, meski aku tahu dia sangat jujur dalam berbisnis."Reiko berpikir begini saat dirinya turun dari mobil dan sudah memarkirkan kendaraannya. Dia melangkah menuju recepsionis. "Dan aku juga harus mengingatkan Bee soal ini, karena Reyhan juga sempat menguntitku meski tak lama." Reiko berbisik saat memasuki lift. Reiko tidak memarkir kendaraannya di basement. Dia sengaja, karena Reiko tahu masih ada orang suruhan papanya yang menguntit Brigita. Reiko memang sempat menolak
'Syukurlah sekarang Bee sudah tak lagi kesal denganku.'Pikiran Reiko yang sudah tidak lagi fokus ke mana dia harus mencari modal dan bagaimana menenangkan hati Brigita membuat dirinya merasa benar-benar lega.'Hahah, aku yakin, kemarahan istri bisa membuat suami gila. Jangan-jangan, orang korupsi itu juga karena tuntutan di rumahnya yang besar kan? Aku rasa ini bisa jadi,' bisik Reiko ketika dia melewati salah satu gedung pemerntahan sambil memikirkan tentang kemarahan Brigita tadi malam.'Tapi Bee bukan wanita seperti itu. Dia menuntut karena aku pula yang sudah berjanji, kan? Dia gadis yang manis dan pengertian. Buktinya dia mau membangun usaha kami merintis dari nol.'Bahkan dalam kondisi macet seperti ini yang tidak disukai oleh Reiko, dia masih bisa tersenyum.Kondisi moodnya memang sedang sangat baik. Apalagi tadi Brigita juga meminta maaf, kan padanya? dia mau mendengarkan dan tak banyak menuntut ketika Reiko memberitahukan aturan investasi yang akan di buat Reyhan.'Kakek saj
(Pagi hari sesaat sebelum kejadian)"Dengan cara seperti ini harusnya kalau memang benar dugaanku kau selalu mengecek CCTV, pasti kau akan terganggu. Hahaha."Gelak tawa wanita itu terlihat begitu bahagia."Reiko Byakta Adiwijaya, jangan kau pikir aku akan membuat semua ini mudah. Cih. Bayangkan jika pacarmu tahu, habis kau. Rasakan pembalasanku. Hahaha."Aida bicara ketika tangannya baru saja menempelkan kertas pada ujung sebuah lidi yang memiliki panjang kurang lebih 20 sentimeter."Baiklah ini yang terakhir aku akan naik dan kita akan menempelkannya."Entah apa yang dia inginkan. Tapi saat ini Aida memang sudah menaiki sebuah tangga yang biasa digunakan untuk mereparasi kalau ada sesuatu di rumah yang rusak."Nah tempel di sini. Aku yakin ini pasti kebaca. Jaraknya sih sudah pasti sesuai dengan jarak pandang kok," ujar Aida lagi, sangat yakin dengan perhitungannya."Yeaaay, selesai."Dan dia pun memekik senang selesai menuruni tangga. Merasa lega sekarang dengan apa yang sudah dila
"Hey, jawab." Reiko tak sabar"CCTV ku itu, kenapa kamu tempelkan itu di semua CCTV ku?"Reiko menunjuk pada CCTV sambil geleng-geleng kepala di saat Aida masih senyum-senyum.'Dia sengaja bukan? Dia senang bukan membuat aku sulit begini? Heish, lihat balasanku. Aku akan mempersulit hidupnya.'"Bagaimana bisa kamu menempelkan itu semua di depan CCTV, hmm?" membuat hati Reiko berbisik emosi saat dia melontarkan ucapannya. Ini juga yang membuatnya melangkah, memutar masuk ke dalam dapur dan berdiri di samping Aida."Pakai tangga, pak." jawab Aida, tepat ketika Reiko hanya berjarak dua jengkal dari posisinya duduk."Iya aku tahu kamu naik ke sana pakai tangga, memangnya kamu supergirl sepupunya superman yang bisa terbang, heh?""Kalau udah tahu kenapa nanya Pak?"Lagi-lagi jawaban yang membuat Reiko mengepalkan tangannya, gemas bercampur emosi."Kamu tuh ya --" Reiko tak tahu lagi ingin mengeluarkan apa dari bibirnya makanya dia memijat kepalanya karena memang benar-benar gemas dengan Ai
"Tadi kan bapak yang minta liat."Apa salah jika Aida bicara begini?Bukankah tadi Reiko sendiri yang meminta dan bahkan sempat menuduhnya dengan sesuatu yang negatif jika tidak bisa menunjukkan itu?"Saya nggak bisa buka tadi di depan bapak. Makanya buat buktiin saya buka dulu tadi."Reiko membuang wajahnya ketika Aida malah menjawab tanpa rasa bersalah begitu.Reiko mengumpat kesal di dalam hatinya."Kamu gak liat aku lagi makan?" Reiko meninggikan suaranya."Jauhkan. Itu bau ya." Reiko menutup hidungnya, hilang sudah nafsu makannya, membuat dirinya sebelum Aida datang sudah menggigit sebagian bakwan kelima, jadi menaruhnya di piring begitu saja."Ya kan kalo--""Ssh, diam!" Riko tidak mau mendengar kalau, jika, maka, yang keluar dari bibir Aida"Itu menjijikkan. Bau amis lagi. Jauhkan. Ke mana sih manner-mu sampai membawa itu ke hadapan orang yang lagi makan?" protes Reiko, masih menggerutu."Saya juga nggak gila, Pak. Kalau bapak tadi nggak minta juga saya nggak akan bawa ke depan
"Ini beneran nilai rapot kamu bukan hasil nyontek?"Reiko tadi tidak kuat dia melihat darah itu. Bau darah sebenarnya tak tercium, tapi sugesti dalam otaknya membuat dirinya mual ingin muntah. Makanya Reiko mengumpat sendiri dan tadinya ingin keluar dari kamar Aida.Tak ada alasan lagi dia masih menunggu di dalam sana.Toh Aida juga tidak berbohong kan? Dia melakukan semua yang dia ucapkan itu.Lalu kenapa Reiko harus tetap curiga?Tapi dia tidak jadi keluar dari kamar Aida ketika matanya menatap ke arah barang-barang pribadi wanita yang dinikahinya sebulan lebih yang lalu.Sebenarnya Reiko tidak ada niat sih untuk menggeratak.Tapi karena penasaran, langkahnya pun menuju ke arah meja yang seperti meja kerja atau meja belajar itu.Di sana ada tumpukan surat-surat penting yang ditaruh di dalam folder begitu rapi.Rasa penasaran Reiko membuat dirinya pun membuka folder berwarna merah itu, saat Aida masih di kamar mandi."Jadi dari kamu SD sampai SMA rangking satu terus?"Yah, jelas saja
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku