Hembusan napas keduanya saling memburu. Suara erangan halus pun terdengar saling bersahutan. Satu tangan kekar Raihan sudah menggenggam leher bagian belakang Ratu yang jenjang. Rambut Ratu yang tidak begitu panjang memudahkan Raihan untuk meraihnya. Sesuatu yang mendorong Raihan sejak Ratu berada di apartemennya seakan menuntut penyelesaian. Apalagi kini Ratu sama sekali tidak menolak setiap sentuhannya. Ratu pun terbuai oleh aroma khas maskulin milik Raihan yang sejak awal nyaris menghipnotisnya. Pesona pria tampan itu berhasil menghilangkan akal sehatnya malam itu. Padahal mereka tau di luar sana warung kopi masih ramai oleh pengunjung. Tiba-tiba saja Ratu tersentak oleh suara tawa para pengunjung warung kopi yang semakin ramai. Seketika itu juga ia mendorong tubuh Raihan yang sedang tak siap. Hingga punggung Raihan terdesak ke pintu mobil."Cari-cari kesempatan terus!" ketus Ratu sambil meraih tisu dan mengusap bibirnya. "Aduh, kamu apa-apaan, sih! Sakit, tau!" umpat Raihan kes
"Hei, kenapa malah makin sedih? Aku salah apa?" Raihan buru-buru membasuh tangannya, ia jadi bingung, karena hampir semua pengunjung yang berada di sekitarnya menoleh ke meja mereka. "Sini!" Setelah membersihkan tangannya Raihan merengkuh tubuh Ratu dan membawanya ke dalam pelukan. Hatinya lega karena Ratu tidak menolaknya. Karena itu Ia memberanikan diri mengecup puncak kepala Ratu. Berharap memberikan ketenangan pada istrinya itu. Seketika Ratu merasa nyaman berada dalam dekapan tubuh kekar Raihan. Kepalanya bersandar pada dada bidang milik Raihan yang tegap dan menggoda. Perlahan tangisnya pun reda. Raihan merenggangkan pelukannya, lalu menatap wajah Ratu. Ia meraih tisu dan mengusap lembut kedua mata dan pipi Ratu yang basah. "Maafkan aku, jika telah membuatmu sedih!" Raihan berbisik. Hembusan napasnya menyapu hangat wajah Ratu. Netra Ratu mengerjap membalas tatapan Raihan. Lalu ia menggeleng pelan. "Kamu nggak salah. Tapi, akunya aja yang baper," sahut Ratu membuat Raihan te
Berkali-kali Raihan menelan salivanya. Sungguh ia sangat gugup. Dorongan keinginan itu terus memaksanya. Hasrat kelaki-lakiannya seketika bangkit. Namun, ia masih ragu untuk melakukannya. Ia khaŵatir Ratu belum menginginkannya. Ia tak mau merusak hubungan yang sudah terjalin cukup baik malam ini. Gerakan tangan Raihan terhenti. "Astaga! Ada apa denganku? Kenapa keinginan itu begitu kuat? Walaupun dia sudah halal untukku, bukan berarti aku seenaknya saja melakukannya. Ratu pasti akan kecewa." Raihan menarik kembali tangannya. Lalu, dengan berat hati beranjak turun dari ranjang. Ia harus mandi untuk mendinginkan tubuhnya yang mulai panas. Setelah berhasil menguasai dirinya , Raihan keluar dari kamar mandi. "Rai ..." Ratu telah duduk di ranjang. Netranya menyipit. Sepertinya ia baru saja terbangun. "Kenapa bangun? Tidurlah!" Raihan yang hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya membuka lemari untuk mencari kaos tipis dan celana pendek. Pakaian tidur favoritenya. "Kamu ..
"Iya, gantikan aku!" "Kenapa harus aku? Kenapa bukan Yumaina saja?" Ratu tampak cemas. "Yumaina akan mengurus perusahaan Ayah yang ada di luar negeri. Sudahlah! Yang penting sekarang ini kamu belajar dulu." Ratu menghela napas panjang, lalu buru-buru melanjutkan makannya. Setelah selesai menghabiskan sarapannya, Raihan dan Ratu bergegas berangkat ke kantor. Mereka berjalan bersisian melewati lorong apartemen yang sudah mulai ramai oleh penghuni yang ingin bekerja. "Sini tas kamu aku yang bawa. Kelihatannya berat!" Saat menuju lift, Raihan meraih tas ransel yang ada di punggung Ratu. "Aku sekarang bawa laptop, saat istirahat aku bisa kerjakan tugas kuliah," balas Ratu sambil menyerahkan tasnya pada Raihan. "Anak pinter!" Raihan mengacak-acak rambut Ratu hingga istrinya itu cemberut dan buru-buru merapikan kembali rambutnya. Raihan terkekeh melihat Ratu mengomel. "Aku nanti turun di halte aja!" pinta Ratu saat mereka sudah berada di dalam mobil dan mulai menuju ke PT LikeSport.
"Kursi kebesaran ini akan menjadi tempat saya nantinya. Ruangan ini juga akan menjadi ruangan saya. Bagaimana menurut kamu, Nang? Saya pantas, bukan?" Sonia memandang ke seluruh sudut ruang CEO sambil duduk memutar-mutar kursi kebesaran itu. " Ya jelas pantas, dong, Bu Sonia. Tapi, Bu Sonia bukan CEO, mana bisa ruangan ini jadi milik ibu?" "Jelas bisa. Saya yakin, Pak Raihan akan tertarik pada saya. Dia nggak mungkin mau sama office girl. Si Khairatun itu cocoknya sama kamu. Satu profesi." Sonia tertawa lepas tanpa perasaan. Ia dan Nanang tidak menyadari bahwa pintu ruang CEO itu tidak tertutup rapat. "Maaf, tapi ... apa ibu yakin?" tanya Nanang hati-hati "Kamu meragukan saya, Nang?" Sonia menyipitkan matanya seraya melipat tangan di depan dada. Ia menatap sinis pada Nanang. "Bu-bukan begitu, Bu. Sepertinya Pak Raihan perhatian sekali pada Khairatun. Dia selalu marah setiap saya berada dekat-dekat Khairatun." Sonia menghempas napas kasar. Sebenarnya dia pun merasakan hal yang sa
"Ratu tunggu, ayolah ikut denganku!" Nanang tergopoh-gopoh menyusul Ratu yang semakin mempercepat langkahnya. Ia memutuskan untuk tidak menghiraukan Nanang dan segera menuju restoran yang ada di seberang kantor. Ia tidak mau Raihan lama menunggunya "Maaf, Nang. Aku buru-buru!" Ratu sama sekali tak menoleh pada pria berkulit putih itu. Akan tetapi, Nanang tidak mau menyerah. Ia terus mengikuti Ratu sampai ke depan gerbang utama. Hal ini membuat Ratu geram dan menghentikan langkahnya. "Ngapain masih ikutin aku? Kamu nggak dengar aku ngomong?" Suara Ratu meninggi sampai beberapa orang di sekitarnya menoleh padanya. "Jangan pulang sendiri. Ayo aku antar!. Terserah kamu mau naik apa. Kita naik taksi online saja!" Nanang semakin mendekat. Dengan berani ia meraih tangan Ratu dan membawanya menuju halte. "Jangan kurang ajar, ya!" Ratu menghempaskan tangan Nanang dan bergerak menjauhkan diri dari tempat itu. Ia lega Nanang tak lagi mengejarnya. Sepertinya pria itu ragu karena banyak mata
"Brengsek!" Raihan mengumpat dalam hati. Hampir saja ia berbuat sesuatu di restoran itu. Andai saja ia tidak berpikir panjang, mungkin sudah terjadi keributan di sana. "Ehm ... maaf aku terlambat!" Raihan sengaja sedikit mengeraskan suaranya hingga Ratu spontan melepaskan pelukannya pada James. "Rai ... eh ini, kenalkan James! Dan James, kenalkan ini Raihan." Ratu melirik Raihan dengan takut-takut. Jantungnya berdebar cemas melihat wajah Raihan yang tak bersahabat. "Hai, Raihan!" sapa James. "Hmm ...!" Raihan hanya mengangguk samar lalu berdiri di samping Ratu. "Sudah? Ayo kita pulang!" Raihan meraih tangan Ratu dan menggenggam jemarinya. "Pacar kamu, Ratu?" bisik James yang terdengar jelas oleh Raihan. Raihan melirik pada istrinya, ia ingin tau jawaban Ratu. "Hmmm ... bukan. Kami duluan, James!" Ratu pamit lalu melangkahkan kakinya keluar dari restoran. Ia melirik jemarinya yang msh berada dalam genggaman Raihan. Ia merasakan pria itu semakin kuat meremas ta
"Untuk apa dia menghubungi istriku?" Tanpa sadar Raihan mengepalkan tangannya melihat nama James pada layar ponsel Ratu. Rasa sakit dan marah itu kembali muncul. Ia membiarkan ponsel itu berdering hingga berhenti sendiri. "Kenapa rasanya sesakit ini melihat ada pria yang mendekati dia. Apakah aku sudah mulai jatuh cinta padanya? Ya Tuhan!" Raihan menutup wajahnya lalu mengusap kasar. Perasaannya pada Ratu benar-benar telah berubah. Lalu bagaiman dengan Ratu sendiri? Apa dia juga mencintai dirinya? Raihan merasa dirinya tersiksa saat ini. Mencintai istrinya sendiri, tapi ia merasa sulit untuk megungkapkan. Bagaimana jika Ratu tidak membalas cintanya? Bagaimana jika Ratu malah mencintai pria lain? Bagaiman jika Ratu justru akan mentertawakn dirinya? Lagi-lagi Raihan merasa frustasi hingga meremas rambutnya sendiri. "Kamu kenapa? Kok acak-acakan gitu? Jangan bilang kamu habis menghayalkan sesuatu yang tidak-tidak!" Ratu tertawa mengejek suaminya . Raihan terkejut karena tidak menyad