Sudah tiga hari berlalu sejak hari itu. Setelah pertemuannya dengan Cecilia, pengacaranya itu segera memproses permohonan Feli. Kemudian Feli langsung mengirimkan surat gugatan cerai kepada Archer keesokan paginya. Dalam amplop coklat itu tak hanya ada surat gugatan cerai saja, akan tetapi Feli menuliskan pesan pada selembar kertas untuk Archer.‘Kalau sudah ditandatangani, serahkan berkasnya ke alamat ini.’Feli menyertakan alamat kantor Cecilia di dalam pesan tersebut.Wanita bermata hazel itu menghela napas panjang sembari mengelus puncak kepala Kimberly yang masih terlelap di sampingnya pagi ini.Ia tidak tahu apakah Archer sudah menerima surat itu atau belum. Sebab sampai saat ini Cecilia belum menerimanya dari Archer.“Mami, hari ini aku libur sekolah lagi?”Suara serak putrinya yang baru saja terbangun membuat lamunan Feli teralihkan. Ia lantas tersenyum dan mengangguk. “Iya, libur dulu, ya.”“Kenapa? Kemaren libur, terus kemaren kemarennya juga libur, Mi.”Feli tersenyum lalu
“Ini Mami baru mau pulang, Sayang.”Feli menjepit gagang telepon dengan telinga dan bahu sembari merapikan barang-barangnya di atas meja.“Hm-hm. Oh? Ada Aunty Naya? Berdua di sana?” Ia mengerutkan kening karena heran kenapa Kanaya—adik ketiganya, bisa ada di apartemen baru Xavier.“Yup, aku di sini, Kak. Tadinya aku mau mengunjungi orang yang terus-terusan pamer punya apartemen baru. Eh! Malah ada keponakan aku yang lucu di sini,” timpal Kanaya sembari terkekeh.“Awas, Xavier! Dia ngasih tahu kamu punya apartemen baru, tapi ke Kakak nggak.” Feli berdecak lidah. Ia sempat melirik arloji yang sudah menunjuk pukul delapan malam. “Di mana dia sekarang?”“Kak Xavier sudah berangkat dari tadi. Katanya mau jemput Kakak.”“Padahal sudah aku bilang mau naik taksi aja,” gerutu Feli, “Nay, coba deh telepon dia, suruh nunggu di Angel Bread. Aku mau beli kue dulu buat Kimmy.”“Oke. Tapi jangan cuma Kimmy doang dong yang dibeliin, kalau aku ileran gimana?” protes Kanaya.Feli terkekeh-kekeh. Ia la
Dan aku… juga merindukanmu.Kalimat itu tertahan di kerongkongan Archer. Tentu saja. Ia tidak akan pernah mengutarakan kata-kata itu yang selama tiga hari ini memang ia rasakan.Selama ini Archer tidak merasa kehilangan Feli, sekalipun ia pergi berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu. Itu karena ia tahu, Feli akan selalu ada di rumah bersama anak mereka. Tidak ada yang perlu Archer pikirkan.Namun selama tiga hari terakhir, setelah apa yang sudah ia lakukan pada anak dan istrinya di hari pelaksanaan Family Gathering itu, tiba-tiba ada rasa asing yang Archer rasakan selain perasaan bersalah. Mungkin… merasa kehilangan? Entahlah. Archer benar-benar tidak paham dengan perasaannya sendiri.Saat itu ia tidak tahu di mana keberadaan Feli dan Kimberly, ditambah lagi dengan surat gugatan cerai yang ia terima pagi itu, membuat Archer marah, geram dan kalut dalam waktu bersamaan.“Minggir!” desis Feli dingin sembari mendorong dada Archer saat pria itu lengah. “Aku harus keluar dari—Akh!”Feli
“Aku bilang lepaskan dia, sialan!”Archer yang belum benar-benar menyiapkan diri seketika terhuyung dan jatuh ke aspal ketika sebuah bogem mentah mendarat di rahangnya dengan sangat keras.Archer menatap Xavier dengan tatapan tak kalah tajam. Ia lalu menumpukan satu telapak tangannya pada aspal sembari mengangkat tubuhnya hendak berdiri.Namun, belum sempat Archer menegakkan tubuhnya, tonjokan Xavier di perut lalu disusul dengan tendangan keras di kaki, membuat Archer kembali terjerembab ke aspal sembari mengerang menahan rasa sakit. Ia lalu terbatuk-batuk.Archer bukan lelaki lemah. Setidaknya ia sudah menguasai beberapa jurus bela diri. Akan tetapi karena saat ini Xavier tidak memberinya kesempatan untuk menyiapkan diri, membuat Archer mudah dibuat babak belur.Archer kembali berdiri lalu melayangkan tinju pada rahang Xavier hingga membuat Xavier terhuyung ke belakang.“Aku nggak mau melukaimu,” ucap Archer sembari mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Tapi aku melakukannya untuk
Pagi itu Feli terbangun dengan kepala yang terasa pening dan tubuh lemas. Ia menyingkap selimut, lalu duduk sambil memijat pelipis. Ia lantas terkejut begitu melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aku kesiangan,” gumamnya sambil berdecak lidah.Seakan teringat sesuatu, Feli lantas meraih gagang telepon kemudian menekan nomor telepon Cecilia. Sambungannya terangkat di dering kedua.“Mbak Cecil, ini aku, Feli. Apa Mbak sibuk sekarang?”“Yeah... ayahmu lagi membuatku sibuk untuk mengurus sengketa tanah yang akan jadi miliknya.” Cecilia terkekeh di seberang sana.Feli hanya meringis.“Tapi aku punya banyak waktu buat kamu. Ada apa? Archer memberikan surat yang sudah dia tanda tangani ke kamu?”“Itu dia masalahnya.” Feli menghela napas panjang. Ia sempat melihat Kimberly yang masih terlelap di sampingnya. “Archer nggak terima, dia nggak akan menceraikan aku.”“Itu artinya dia masih menginginkan kamu, Feli, terlepas dari apa yang selama ini dia lakukan padamu. Hati
“Mau sampai kapan kamu begini terus?”Archer memicingkan mata pada Tevin yang baru selesai melilitkan perban di dadanya. “Terus begini gimana maksudmu?”“Menyakiti dirimu sendiri.”“Aku begini karena dihajar adik iparku, bukan sengaja menjatuhkan diri dari atap,” sergah Archer sembari berdecak lidah.Mendengar jawaban Archer yang menurutnya tidak nyambung, Tevin pun mengembuskan napas kasar. Sambil merapikan peralatannya ia kembali berkata, “Aku rasa kamu tahu apa maksudku. Jangan pura-pura bodoh.”Seketika Archer terdiam. Tubuhnya kini dililit perban di beberapa bagian tubuh yang dapat ditutupi pakaian. Sementara wajahnya banyak luka memar yang sedikit membengkak.Beberapa jam yang lalu Archer akhirnya pulang dijemput oleh sopir pribadinya. Anak buahnya yang ia suruh untuk menguntit Feli diam-diam, sempat menghubungi sopir di rumah.Melihat Archer masih terdiam, Tevin berkata lagi, “Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan selama ini, Archer?”Archer hanya menatap Tevin dengan mal
Setelah Kimberly bicara yang mampu membuat Archer tertohok, akhirnya Feli bisa belanja dengan bebas hanya berdua saja dengan putrinya.Kini ia membawa barang belanjaannya keluar menggunakan troley. Namun, ia heran kenapa sopir yang disediakan Xavier—yang tadi mengantarnya kemari, kini tidak membantunya? Padahal Feli sudah menelepon agar menghampirinya untuk membawa barang belanjaan ini ke mobil.“Sopirnya sudah aku suruh pulang.”Mata Feli membeliak manakala melihat sosok jangkung dan tegas itu di hadapannya.“Oh. Oke.”Tanpa basa-basi Feli segera membuka aplikasi ojek online. Tapi ia berusaha menahan kejengkelannya ketika Archer merampas ponselnya dengan cepat.Archer tersenyum miring. “Ponsel baru rupanya. Pantas saja susah aku hubungi.”“Kembalikan,” desis Feli setengah berbisik, khawatir di dengar Kimberly yang tampaknya masih enggan bicara dengan ayahnya. Anak itu berdiri sambil memakan es krim.Archer tidak menghiraukan ucapan istrinya. Ia malah mengetik nomor teleponnya lalu me
Feli menggenggam handle pintu, lalu bertanya sembari menarik pintu itu lebar-lebar. “Naya, ada apa siang-siang ke si… ni?”“Menjemputmu pulang!”Mata Feli membeliak. Lalu detik itu juga ia menutup pintu lagi tapi gerakannya segera ditahan oleh pemilik tangan kokoh dengan urat-uratnya yang menonjol itu.“Kenapa kamu bisa masuk ke sini?” desis Feli dengan ekspresi dingin.Archer tak menjawab. Ia mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar kembali, lalu ia memanfaatkan kesempatan itu untuk masuk sambil mendorong Feli dan memenjarakannya ke dinding. Pintu otomatis tertutup dan mengunci sendiri.“Jangan berani macam-macam denganku, Archer!” desis Feli lagi sambil berusaha melepaskan kedua tangannya yang di kunci di atas kepala.“Jangan mengusirku! Atau kejadian seperti di mobil kemarin malam akan terulang kembali!” tegas Archer dengan nada penuh ancaman.Feli membuang napas kasar. Bukannya ia takut pada ancaman primitif itu, tapi ia tidak ingin disentuh Archer lagi.“Kimmy ada di kamar i