“Aku bilang lepaskan dia, sialan!”Archer yang belum benar-benar menyiapkan diri seketika terhuyung dan jatuh ke aspal ketika sebuah bogem mentah mendarat di rahangnya dengan sangat keras.Archer menatap Xavier dengan tatapan tak kalah tajam. Ia lalu menumpukan satu telapak tangannya pada aspal sembari mengangkat tubuhnya hendak berdiri.Namun, belum sempat Archer menegakkan tubuhnya, tonjokan Xavier di perut lalu disusul dengan tendangan keras di kaki, membuat Archer kembali terjerembab ke aspal sembari mengerang menahan rasa sakit. Ia lalu terbatuk-batuk.Archer bukan lelaki lemah. Setidaknya ia sudah menguasai beberapa jurus bela diri. Akan tetapi karena saat ini Xavier tidak memberinya kesempatan untuk menyiapkan diri, membuat Archer mudah dibuat babak belur.Archer kembali berdiri lalu melayangkan tinju pada rahang Xavier hingga membuat Xavier terhuyung ke belakang.“Aku nggak mau melukaimu,” ucap Archer sembari mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Tapi aku melakukannya untuk
Pagi itu Feli terbangun dengan kepala yang terasa pening dan tubuh lemas. Ia menyingkap selimut, lalu duduk sambil memijat pelipis. Ia lantas terkejut begitu melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aku kesiangan,” gumamnya sambil berdecak lidah.Seakan teringat sesuatu, Feli lantas meraih gagang telepon kemudian menekan nomor telepon Cecilia. Sambungannya terangkat di dering kedua.“Mbak Cecil, ini aku, Feli. Apa Mbak sibuk sekarang?”“Yeah... ayahmu lagi membuatku sibuk untuk mengurus sengketa tanah yang akan jadi miliknya.” Cecilia terkekeh di seberang sana.Feli hanya meringis.“Tapi aku punya banyak waktu buat kamu. Ada apa? Archer memberikan surat yang sudah dia tanda tangani ke kamu?”“Itu dia masalahnya.” Feli menghela napas panjang. Ia sempat melihat Kimberly yang masih terlelap di sampingnya. “Archer nggak terima, dia nggak akan menceraikan aku.”“Itu artinya dia masih menginginkan kamu, Feli, terlepas dari apa yang selama ini dia lakukan padamu. Hati
“Mau sampai kapan kamu begini terus?”Archer memicingkan mata pada Tevin yang baru selesai melilitkan perban di dadanya. “Terus begini gimana maksudmu?”“Menyakiti dirimu sendiri.”“Aku begini karena dihajar adik iparku, bukan sengaja menjatuhkan diri dari atap,” sergah Archer sembari berdecak lidah.Mendengar jawaban Archer yang menurutnya tidak nyambung, Tevin pun mengembuskan napas kasar. Sambil merapikan peralatannya ia kembali berkata, “Aku rasa kamu tahu apa maksudku. Jangan pura-pura bodoh.”Seketika Archer terdiam. Tubuhnya kini dililit perban di beberapa bagian tubuh yang dapat ditutupi pakaian. Sementara wajahnya banyak luka memar yang sedikit membengkak.Beberapa jam yang lalu Archer akhirnya pulang dijemput oleh sopir pribadinya. Anak buahnya yang ia suruh untuk menguntit Feli diam-diam, sempat menghubungi sopir di rumah.Melihat Archer masih terdiam, Tevin berkata lagi, “Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan selama ini, Archer?”Archer hanya menatap Tevin dengan mal
Setelah Kimberly bicara yang mampu membuat Archer tertohok, akhirnya Feli bisa belanja dengan bebas hanya berdua saja dengan putrinya.Kini ia membawa barang belanjaannya keluar menggunakan troley. Namun, ia heran kenapa sopir yang disediakan Xavier—yang tadi mengantarnya kemari, kini tidak membantunya? Padahal Feli sudah menelepon agar menghampirinya untuk membawa barang belanjaan ini ke mobil.“Sopirnya sudah aku suruh pulang.”Mata Feli membeliak manakala melihat sosok jangkung dan tegas itu di hadapannya.“Oh. Oke.”Tanpa basa-basi Feli segera membuka aplikasi ojek online. Tapi ia berusaha menahan kejengkelannya ketika Archer merampas ponselnya dengan cepat.Archer tersenyum miring. “Ponsel baru rupanya. Pantas saja susah aku hubungi.”“Kembalikan,” desis Feli setengah berbisik, khawatir di dengar Kimberly yang tampaknya masih enggan bicara dengan ayahnya. Anak itu berdiri sambil memakan es krim.Archer tidak menghiraukan ucapan istrinya. Ia malah mengetik nomor teleponnya lalu me
Feli menggenggam handle pintu, lalu bertanya sembari menarik pintu itu lebar-lebar. “Naya, ada apa siang-siang ke si… ni?”“Menjemputmu pulang!”Mata Feli membeliak. Lalu detik itu juga ia menutup pintu lagi tapi gerakannya segera ditahan oleh pemilik tangan kokoh dengan urat-uratnya yang menonjol itu.“Kenapa kamu bisa masuk ke sini?” desis Feli dengan ekspresi dingin.Archer tak menjawab. Ia mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar kembali, lalu ia memanfaatkan kesempatan itu untuk masuk sambil mendorong Feli dan memenjarakannya ke dinding. Pintu otomatis tertutup dan mengunci sendiri.“Jangan berani macam-macam denganku, Archer!” desis Feli lagi sambil berusaha melepaskan kedua tangannya yang di kunci di atas kepala.“Jangan mengusirku! Atau kejadian seperti di mobil kemarin malam akan terulang kembali!” tegas Archer dengan nada penuh ancaman.Feli membuang napas kasar. Bukannya ia takut pada ancaman primitif itu, tapi ia tidak ingin disentuh Archer lagi.“Kimmy ada di kamar i
“Kalau aku memintamu memilih… antara mempertahankan pernikahan kita dan Belvina, mana yang akan kamu pilih, Archer?” Satu sudut bibir Feli terangkat. “Aku dan Kimmy, atau… kekasihmu yang sangat kamu cintai itu?”Archer sedikit terhenyak mendengarnya. Lidahnya bahkan mendadak terasa kelu. Ia hanya menatap Feli dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.“Oke. Lupakan.” Feli langsung beranjak dari sofa dan menyeret langkahnya menuju kamar. Ia sudah bisa menebak siapa yang akan dipilih pria itu. Tentu saja Belvina. Toh, pernikahan ini terjadi pun hanya karena ingin membalas dendam atas apa yang terjadi kepada wanita itu, pikir Feli sembari tersenyum pahit.Archer masih bergeming di tempat duduknya ketika Feli kembali ke ruang televisi dengan satu bantal dan selimut.“Aku akan tidur di sini kalau kamu pengen tidur bareng Kimmy,” ucap Feli dingin. Sebenarnya masih ada dua kamar lain, tapi ruangan ini yang paling dekat dengan kamarnya, berjaga-jaga jika Kimberly mencarinya.Archer menoleh s
“Kamu bilang apartemen itu punya keamanan privasi yang tinggi, tapi kenapa dia bisa masuk?” Feli menatap Xavier dengan tatapan penuh tanya.Xavier mendengus pelan. “Dia minta bantuan papa.”Feli terdiam.“Aku akui usahanya memang cukup berani dan dia pantang menyerah,” puji Xavier dengan malas. Tangan kokohnya sibuk pada kemudi. “Tapi aku belum puas memberi dia pelajaran. Kalau Kakak butuh bantuan untuk melenyapkan dia dari muka bumi ini, bilang saja padaku.”Feli berdecak lidah sembari menonjok lengan kekar Xavier. “Nanti kamu kebingungan sendiri kalau Kimmy nanya ke mana papanya pergi.” Ia terkekeh hambar. Yah, walaupun Feli membenci pria itu tapi ia tak lupa ada Kimberly yang butuh sosok ayah.Xavier baru akan menimpali ucapan kakaknya saat Kimberly tiba-tiba terbangun di kursi khusus anak di belakang.“Mami, kita di mana? Aku lagi mimpi naik mobil ya, Mi?” Kimberly mengucek matanya lalu menggeliat sambil menguap.Feli menoleh ke belakang dan menjulurkan satu tangannya untuk mengel
“Sayang, kamu hamil, Nak?”Feli menggigit bibir bawahnya ketika melihat orang tuanya nampak terkejut mendengar ucapan Archer. Feli bisa melihat sorot mata ibunya yang tampak berbinar-binar.“Ma, itu… sebenarnya aku belum—”“Feli sepertinya masih belum percaya sepenuhnya pada hasil testpack, Ma, makanya lebih baik kita pastikan di dokter saja,” sela Archer dengan cepat, seolah-olah tidak mau memberi kesempatan pada Feli untuk berbicara.Mata Feli melotot pada Archer. Dari mana pria itu tahu tentang kehamilannya dan kenapa tahu mengenai hasil testpack?“Menurut Papa lebih baik periksakan dulu ke dokter, supaya jelas apa benar hamil atau nggak,” timpal Nicko dengan tenang.“Tapi kalau di testpack sudah menunjukkan garis dua, mana mungkin hasilnya keliru.” Leica menimpali. “Itu sudah pasti hamil, Sayang.”“Ma…,” lirih Feli dengan perasaan yang semakin berkecamuk. Ia berusaha menahan diri agar matanya tidak berkaca-kaca. Kenapa semuanya jadi rumit begini?"Aku belum yakin sepenuhnya sih, M