Selesai makan siang Kimberly masih saja cemberut dan marah kepada ayahnya dan Malik. Meski begitu, Kimberly sempat memakan habis brokolinya karena ia selalu diajarkan untuk tidak menyisakan makanan.“Maaf, dia marah gara-gara aku,” aku Malik dengan tatapan bersalah, kepalanya tertunduk lesu di depan Archer yang sedang minum kopi di meja makan, serta Feli yang tengah mengupas apel.“Tadinya aku mau ngajak dia bercanda, biar dia mau makan brokoli, tapi aku malah membuat dia kecewa.”“Udah, nggak usah dikhawatirin, ya,” ujar Feli lembut. “Kimmy anaknya memang sangat sensitif, Malik. Dan kami sudah biasa dengan sifatnya yang seperti itu. Kamu jangan merasa bersalah begitu. Hm?”Mata Malik mengerjap. “Sensitif?”“Iya.” Archer menjawab setelah menaruh cangkir kopi di atas tatakan. “Perasaannya memang sangat halus. Kalau sedikit saja hatinya tergores, ya bakalan seperti sekarang. Ngambek dan sulit diajak baikan,” ujarnya, terkekeh kecil. Putrinya itu memang unik. Tak jauh berbeda dengan istr
Feli membawa nampan berisi teh kamomil hangat dan cookies kesukaan Archer, ke ruangan kerja suaminya itu. Dia mendorong pintu perlahan dan melongokan kepala. Terlihat pria itu sedang memegangi mouse dengan tatapan fokus ke layar MacBook.Seolah menyadari kehadiran seseorang, mata elang pria itu beralih ke arah pintu.Feli tersenyum kecil dan berbisik, “Boleh aku masuk?”Alih-alih menjawab, Archer justru malah bangkit berdiri dan menghampiri Feli, membuat Feli mengerjapkan mata dan tak enak hati sudah mengganggu konsentrasi sang suami.“Harus aku tegaskan berapa kali lagi supaya kamu sadar kalau aku ini milikmu sepenuhnya, hem?” ujar Archer seraya membuka pintu lebar-lebar, sehingga bukan hanya kepala saja yang terlihat, tapi seluruh tubuh istrinya terpampang di depan mata. “Nggak usah izin-izin lagi. Kamu boleh sesuka hati melakukan apa yang kamu suka padaku.”“Ish! Nggak bisa begitu,” sanggah Feli, dia tidak menolak ketika Archer mengambil alih nampan dari tangannya. “Kamu juga punya
“Aku akan pergi hari ini.”Malik duduk di samping Kimberly, ucapannya barusan membuat anak perempuan yang rambutnya digerai itu seketika melemparkan boneka kuda poni di tangannya. Kimberly menoleh, menatap Malik dengan mata membulat jernih.“Kak Malik mau pergi ke mana?”Malik tersenyum. “Ke tempat aku akan tinggal nanti.”“Rumah Kak Malik?”“Bukan.” Anak berusia sepuluh tahun itu menggelengkan kepalanya, membuat rambutnya yang hitam lurus ikut bergerak. “Tapi ke panti asuhan.”Kimberly yang sudah tahu apa itu panti asuhan karena sering diajak orang tuanya saat donasi, langsung cemberut dan membuang muka dari Malik.Malik tampak terkejut melihatnya. Dia berpindah posisi duduk ke sisi yang dipandangi Kimberly, tapi Kimberly langsung membuang muka lagi ke arah lain.“Hey… kenapa kok ngambek?” Jemari Malik mengacak rambut halus anak itu.“Kenapa Kak Malik harus pergi, sih?! Kenapa nggak tinggal aja di sini? Kan kamar tamu kosong, kalau Kakak takut tidur sendirian di kamar itu, Kakak bisa
Proses penyerahan Malik ke pihak terkait berlangsung sangat mengharukan. Padahal pertemuannya dengan Malik bisa dihitung dengan jari, tapi Feli merasa berat melepas anak malang itu.Bahkan Kimberly ‘ngambek’ dan menangis sebelum turun dari mobil, tapi setelah Malik berjanji akan datang untuk menemuinya dan akan memberikan risol suatu saat nanti, Kimberly pun berhenti menangis dan merelakan kepergiannya. Sementara itu, air muka Archer tampak biasa-biasa saja. Namun dari sorot matanya, Feli bisa melihat kalau pria itu pun merasa sedih. Hanya saja rasa gengsi Archer yang setinggi langit, membuatnya menyembunyikan perasaannya itu. “Om, Tante, sekali lagi… terima kasih banyak.” Malik tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca, menatap Feli dan Archer bergantian. “Semoga Tuhan membalas semua kebaikan keluarga Om Archer.” Feli mengaminkan. Dia memeluk Malik cukup lama seraya mengelus-elus punggung kurusnya. Kemudian melepaskannya lagi dan berkata, “Tante yakin, kamu akan menjadi orang sukse
Archer hanya tersenyum menanggapi ucapan istrinya yang sedang memelotot ke arahnya. Tangan Archer terulur, mengusap puncak kepala Feli.“Kenapa nggak jawab?” desak Feli tak sabar. “Jangan-jangan tebakanku benar. Iya?”“Di antara klien terdekatku, Erlangga Group adalah yang terbaik, Sunshine. Itu akan bagus untuk masa depan Kimmy.”“Tapi Kimmy masih kecil! Astaga…!” Mata Feli merotasi malas. Dia memukul dada suaminya dan kembali berkata dengan jengkel, “Jangan cuma mikirin masalah bisnis, pikirin juga perasaan Kimmy kalau udah dewasa nanti. Dia mau atau nggak.”“Iya, Cinta, iya,” ujar Archer lembut seraya mengelus-elus punggung Feli dengan telapak tangannya. “Kan ini baru rencana, belum resmi karena mereka memang sama-sama masih kecil.”Feli tidak bisa lagi menanggapi ucapan suaminya karena Tuan Erlangga bersama keluarganya sudah menghampiri mereka.Archer dan Feli menyalami Nyonya Erlangga yang rambutnya sudah sama-sama memutih. Lalu berikutnya menjabat tangan anak dan menantunya. Ter
Open house itu diadakan di kediaman Tuan Erlangga sendiri. Tidak begitu banyak tamu yang hadir. Erlangga hanya mengundang klien terdekatnya saja. Salah satunya adalah Archer.Selama acara, Archer tidak membiarkan anak dan istrinya jauh-jauh darinya. Hanya Kimberly yang ikut, sementara Ernest kembali dititipkan kepada Leica.Perjamuan makan malam itu sangat meriah. Feli pikir, perihal perjodohan itu tidak akan dibahas lagi malam ini. Namun Feli kecele. Tuan Erlangga sendiri yang mulai membahas hal tersebut kepada mereka berdua, seolah-olah pria paruh baya itu yang paling ‘ngebet’ untuk menjodohkan cucunya dan Kimberly.Astaga. Padahal mereka masih anak-anak!Jika boleh berbangga, Feli sangat bangga kepada suaminya karena Archer adalah pengusaha termuda yang sukses—di antara semua yang hadir di acara malam ini. Mungkin itu juga yang menjadi alasan kenapa Tuan Erlangga ingin sekali besanan dengan Archer.“Saya ini sudah tua. Makanya mumpung saya masih sehat, saya mau mengurus segala sesu
Feli terperangah mendengar keinginan Archer.Memang sesayang itu Archer pada Kimberly. Oh, begitupun kepada Ernest, tentu saja. Feli bersyukur karena dikaruniai lelaki yang penyayang, terlepas dari apa yang pernah pria itu lakukan kepadanya. Biarlah, masa lalu tidak perlu dibahas lagi. Toh, Feli juga sudah merelakan semuanya.Setibanya di panti asuhan, Feli menghela napas lega karena ternyata para penghuninya belum tidur. Sepertinya mereka sedang ada acara. Aula terlihat ramai dan terdengar gelak tawa anak-anak dari dalam sana.Seorang satpam menyambut mereka dan mengantarnya ke ruangan pengelola.Saat sedang berjalan melewati Aula, Feli sempat melihat apa yang sedang dilakukan anak-anak di dalam sana.“Sedang ada artis yang melakukan charity, Bu. Kebetulan acaranya malam hari, dan sebenarnya itu sudah selesai lima menit yang lalu,” jelas pak satpam, seolah-olah dia mengerti rasa ingin tahu dalam benak Feli.Feli manggut-manggut paham. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan, beru
Keinginan Feli untuk menambahkan Malik menjadi anggota baru di dalam kartu keluarganya masih saja sebesar gunung.Kalau sudah menyangkut keinginan sang istri, Archer tidak bisa menolak. Ia akan melakukannya jika itu memang membuat Feli bahagia.Dua minggu kemudian mereka datang kembali ke panti asuhan dan menyampaikan niat baik mereka kepada ketua panti untuk mengadopsi Malik.Hanya saja Feli tidak memaksa, ia akan menyerahkan seluruh keputusannya kepada Malik.Jika Malik mau, maka Feli akan merasa bahagia dan berjanji akan membesarkan anak itu layaknya anak kandung sendiri.Namun, jika Malik menolak, itu tidak akan jadi masalah meski nantinya ada sedikit rasa kecewa di hati Feli. Ia akan terus mendukung Malik dan tetap menyayanginya.Kini, Archer dan Feli mengajak Malik mengobrol bertiga di sebuah restoran dekat panti asuhan sembari makan siang.Setelah mereka menghabiskan makanan di piring masing-masing, barulah Feli menyampaikan keinginannya kepada Malik. Tanpa ada paksaan dalam ka