By the way Xavier sudah ada ceritanya lho. Yang ingin baca cerita adiknya Feli yang satu ini bisa dilihat di instagram author ya. @uchiyamanarosa
Archer melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Pukul lima pagi. Ia merasa harus segera pulang untuk memenuhi janjinya pada Kimberly.Ia baru saja terbangun setelah ketiduran di sofa sejak pukul empat dini hari tadi. Archer bangkit dan meraih jaket yang tergeletak di single sofa.Sebisa mungkin Archer akan berusaha untuk menemani Kimberly seharian ini. Selain tak mau mengecewakan putrinya lagi, Archer tahu bahwa acara Family Gathering ini sangat dinanti-nantikan Kimberly.“Aku pulang, Vin,” gumam Archer sembari menatap Belvina yang terbaring lemah di atas kasur. Wajahnya pucat pasi setelah mengalami muntah darah semalam. Satu tangan Belvina memiliki jari-jari yang kaku dan jari bagian tengahnya lebih pendek dari jari lainnya. Itu cacat akibat kecelakaan saat itu.“Archer, jangan pergi… please,” lirih Belvina, yang membuat langkah kaki Archer tertahan di dekat pintu.Archer berbalik, lalu mendekati ranjang lagi. “Aku harus menemani Kimberly hari ini, Vin. Kamu bisa ditemani perawa
Archer kembali ke dalam mobil seraya menghubungi nomor Feli lagi. Namun untuk ke sekian kalinya nomor Feli tetap tidak aktif.Jantung Archer tak berhenti berdebar kencang, debarannya jauh berada di atas normal. Ada rasa sesal yang menghujam hatinya begitu dalam saat ini.Archer memacu kendaraannya dengan cepat menuju rumahnya. Jaraknya yang cukup jauh dan kondisi lalu lintas yang macet siang ini, membuat waktu yang dibutuhkan Archer cukup lama untuk sampai di rumah.Ia tak menunggu dibukakan pintu oleh satpam begitu mobil berhenti di halaman. Archer bergegas masuk karena ingin cepat bertemu dengan Kimberly dan meminta maaf kepadanya. Archer sangat yakin anak itu akan merajuk dan kecewa. Lalu ibunya… Archer menghela napas panjang saat sorot mata Feli yang tampak marah dan terluka membayang-bayangi kepalanya.“Mereka belum pulang?” tanya Archer pada Bik Sumi ketika tidak menemukan orang yang ia cari di seisi rumah.“Belum, Tuan.”Apa mereka mampir dulu ke suatu tempat?Archer bertanya-t
“Mami, kenapa kita nggak pulang ke rumah?”Pertanyaan Kimberly berhasil mengeluarkan Feli dari lamunannya. Ia menoleh ke samping, lalu tersenyum sembari mengelus wajah Kimberly yang tampak mendung.Selama di acara Family Gathering siang tadi Kimberly terlihat ceria karena terbawa suasana, apalagi ada Xavier bersamanya. Tapi setelah acara selesai, anak ini kembali murung seperti anak ayam kehilangan induknya.“Untuk beberapa hari kita menginap dulu di sini, ya. Kimmy nggak apa-apa, ‘kan?”“Berarti kita nggak akan ketemu papi?”Feli mengerjap. Lalu berusaha keras untuk tidak mengumpati pria itu di depan putrinya yang polos ini. Rasanya Feli selalu ingin marah setiap kali mengingat pria yang sudah berulang kali menancapkan ujung pedang pada setiap sudut hatinya.“Hm-hm. Kan papi ada pekerjaan, Sayang.” Feli berdusta untuk alasan yang satu ini. “Selama papi kerja, kita akan menginap di apartemennya Uncle Xavier. Nggak apa-apa?” tanyanya sekali lagi.“Nggak apa-apa.” Kimberly menggeleng ce
Sudah tiga hari berlalu sejak hari itu. Setelah pertemuannya dengan Cecilia, pengacaranya itu segera memproses permohonan Feli. Kemudian Feli langsung mengirimkan surat gugatan cerai kepada Archer keesokan paginya. Dalam amplop coklat itu tak hanya ada surat gugatan cerai saja, akan tetapi Feli menuliskan pesan pada selembar kertas untuk Archer.‘Kalau sudah ditandatangani, serahkan berkasnya ke alamat ini.’Feli menyertakan alamat kantor Cecilia di dalam pesan tersebut.Wanita bermata hazel itu menghela napas panjang sembari mengelus puncak kepala Kimberly yang masih terlelap di sampingnya pagi ini.Ia tidak tahu apakah Archer sudah menerima surat itu atau belum. Sebab sampai saat ini Cecilia belum menerimanya dari Archer.“Mami, hari ini aku libur sekolah lagi?”Suara serak putrinya yang baru saja terbangun membuat lamunan Feli teralihkan. Ia lantas tersenyum dan mengangguk. “Iya, libur dulu, ya.”“Kenapa? Kemaren libur, terus kemaren kemarennya juga libur, Mi.”Feli tersenyum lalu
“Ini Mami baru mau pulang, Sayang.”Feli menjepit gagang telepon dengan telinga dan bahu sembari merapikan barang-barangnya di atas meja.“Hm-hm. Oh? Ada Aunty Naya? Berdua di sana?” Ia mengerutkan kening karena heran kenapa Kanaya—adik ketiganya, bisa ada di apartemen baru Xavier.“Yup, aku di sini, Kak. Tadinya aku mau mengunjungi orang yang terus-terusan pamer punya apartemen baru. Eh! Malah ada keponakan aku yang lucu di sini,” timpal Kanaya sembari terkekeh.“Awas, Xavier! Dia ngasih tahu kamu punya apartemen baru, tapi ke Kakak nggak.” Feli berdecak lidah. Ia sempat melirik arloji yang sudah menunjuk pukul delapan malam. “Di mana dia sekarang?”“Kak Xavier sudah berangkat dari tadi. Katanya mau jemput Kakak.”“Padahal sudah aku bilang mau naik taksi aja,” gerutu Feli, “Nay, coba deh telepon dia, suruh nunggu di Angel Bread. Aku mau beli kue dulu buat Kimmy.”“Oke. Tapi jangan cuma Kimmy doang dong yang dibeliin, kalau aku ileran gimana?” protes Kanaya.Feli terkekeh-kekeh. Ia la
Dan aku… juga merindukanmu.Kalimat itu tertahan di kerongkongan Archer. Tentu saja. Ia tidak akan pernah mengutarakan kata-kata itu yang selama tiga hari ini memang ia rasakan.Selama ini Archer tidak merasa kehilangan Feli, sekalipun ia pergi berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu. Itu karena ia tahu, Feli akan selalu ada di rumah bersama anak mereka. Tidak ada yang perlu Archer pikirkan.Namun selama tiga hari terakhir, setelah apa yang sudah ia lakukan pada anak dan istrinya di hari pelaksanaan Family Gathering itu, tiba-tiba ada rasa asing yang Archer rasakan selain perasaan bersalah. Mungkin… merasa kehilangan? Entahlah. Archer benar-benar tidak paham dengan perasaannya sendiri.Saat itu ia tidak tahu di mana keberadaan Feli dan Kimberly, ditambah lagi dengan surat gugatan cerai yang ia terima pagi itu, membuat Archer marah, geram dan kalut dalam waktu bersamaan.“Minggir!” desis Feli dingin sembari mendorong dada Archer saat pria itu lengah. “Aku harus keluar dari—Akh!”Feli
“Aku bilang lepaskan dia, sialan!”Archer yang belum benar-benar menyiapkan diri seketika terhuyung dan jatuh ke aspal ketika sebuah bogem mentah mendarat di rahangnya dengan sangat keras.Archer menatap Xavier dengan tatapan tak kalah tajam. Ia lalu menumpukan satu telapak tangannya pada aspal sembari mengangkat tubuhnya hendak berdiri.Namun, belum sempat Archer menegakkan tubuhnya, tonjokan Xavier di perut lalu disusul dengan tendangan keras di kaki, membuat Archer kembali terjerembab ke aspal sembari mengerang menahan rasa sakit. Ia lalu terbatuk-batuk.Archer bukan lelaki lemah. Setidaknya ia sudah menguasai beberapa jurus bela diri. Akan tetapi karena saat ini Xavier tidak memberinya kesempatan untuk menyiapkan diri, membuat Archer mudah dibuat babak belur.Archer kembali berdiri lalu melayangkan tinju pada rahang Xavier hingga membuat Xavier terhuyung ke belakang.“Aku nggak mau melukaimu,” ucap Archer sembari mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Tapi aku melakukannya untuk
Pagi itu Feli terbangun dengan kepala yang terasa pening dan tubuh lemas. Ia menyingkap selimut, lalu duduk sambil memijat pelipis. Ia lantas terkejut begitu melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.“Aku kesiangan,” gumamnya sambil berdecak lidah.Seakan teringat sesuatu, Feli lantas meraih gagang telepon kemudian menekan nomor telepon Cecilia. Sambungannya terangkat di dering kedua.“Mbak Cecil, ini aku, Feli. Apa Mbak sibuk sekarang?”“Yeah... ayahmu lagi membuatku sibuk untuk mengurus sengketa tanah yang akan jadi miliknya.” Cecilia terkekeh di seberang sana.Feli hanya meringis.“Tapi aku punya banyak waktu buat kamu. Ada apa? Archer memberikan surat yang sudah dia tanda tangani ke kamu?”“Itu dia masalahnya.” Feli menghela napas panjang. Ia sempat melihat Kimberly yang masih terlelap di sampingnya. “Archer nggak terima, dia nggak akan menceraikan aku.”“Itu artinya dia masih menginginkan kamu, Feli, terlepas dari apa yang selama ini dia lakukan padamu. Hati