Gimana sekarang? Sudah siap berpisah dengan Feli dan Archer? hehe Jangan lupa follow akun ignya author di sini @uchiyamanarosa terimakasih....
“Feli, kamu masih di dalam?!”Seruan Archer yang baru saja membuka pintu toilet, membuat mata Feli perlahan terbuka. Tidak. Feli tidak tidur. Ia hanya masih berusaha menghilangkan mualnya dengan mengatur napas.“Aaa! Kenapa ada laki-laki masuk ke toilet perempuan?!” seru seseorang yang sedang mencuci tangan di wastafel.“Maaf, saya sedang mencari istri saya.”Bunyi air kran berhenti. Feli tersenyum kecut mendengar suara Archer yang terdengar panik. Namun Feli enggan keluar untuk menemuinya.“Oh, istri Bapak lagi hamil, ya?”“Ibu tahu?”“Iya, soalnya tadi saya dengar ada yang muntah-muntah di situ. Saya rasa belum keluar.”Feli memutar bola matanya ketika derap langkah kaki Archer terdengar mendekat. Disusul dengan ketukan di pintu berulang kali.“Sunshine, kamu di dalam?” lirih Archer, “kamu nggak kenapa-napa, ‘kan?”Nggak kenapa-napa gimana? Hatinya yang kecewa dan sakit! Feli menggerutu dalam hati, lalu berusaha bangkit berdiri.“Fel, please… aku tahu kamu di dalam. Kamu dengar suar
Dengan perasaan kacau, Archer kembali ke ballroom. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan, lalu terhenti pada sosok wanita berambut pirang yang duduk di salah satu meja, tengah berbincang dengan seorang pria. Archer menyeret langkah mendekatinya.Emily sudah menyadari kedatangan Archer, wanita itu menghentikan obrolannya dan tersenyum ke arah Archer.“Emily, bisa kita bicara sebentar?”“Oke.” Emily bicara pada pria di sebelahnya sejenak, lalu beranjak dari kursi dan mengikuti langkah Archer ke tempat yang lebih sepi. “Ada apa? Nggak mungkin membicarakan pekerjaan di saat seperti ini, ‘kan?”“Ini tentang istriku,” tukas Archer dengan cepat, ekspresi wajahnya tampak datar, tak seramah biasanya ketika mengobrol dengan klien. “Maksudku Feli. Hanya dia satu-satunya istriku.”“Oh, ya. Jadi… apa yang dikatakan wanita bernama Belvina waktu itu nggak benar?”“Belvina yang mengakui itu tapi kenapa kamu bilang kalau aku yang mengakuinya?” Archer mengusap wajahnya dengan gusar. “Maksudku di
“Kondisi kandungan istri Anda cukup rentan, Pak. Bu Feli harus banyak istirahat. Dan yang paling penting, jangan biarkan istri Anda stres. Apalagi ini masih trimester awal, di mana kandungan sangat rentan terkena resiko yang tidak diinginkan.”Ucapan dokter beberapa jam yang lalu terngiang-ngiang di telinga Archer, membuat wajah Archer semakin kuyu.Sekarang sudah pukul dua pagi, tapi Archer sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya kacau dan semrawut. Ia kepikiran tentang kesalahpahaman di antara mereka berdua. Khawatir kalau Feli masih tidak mau memaafkannya. Belum lagi kondisi tubuh Feli sekarang, yang membuat Archer semakin gelisah.Kepada dokter Feli mengeluh perutnya sakit dan mual, tubuhnya lemas dan tremor. Namun, wanita itu sama sekali tidak mau jujur kepada Archer mengenai hal tersebut.“Kim… Kimmy….”Gumaman Feli membuat Archer keluar dari lamunannya. Ia mengeratkan genggaman tangan Feli, yang sejak tadi ia genggam.“Jangan khawatir, Sunshine, Kimmy sekarang bersam
Archer keluar dari mobil sembari tersenyum senang. Di tangannya tergenggam sebuah bingkisan berisi dua porsi mie tek-tek yang diinginkan istrinya. Penjual itu sengaja membuatkan dua porsi dengan harga yang sama—sebanyak pendapatan dia hari itu.Setibanya di depan ruangan rawat Feli, Archer sudah mempersiapkan diri dengan segala tanggapan yang akan diberikan istrinya itu setelah mendapat apa yang dia inginkan.Archer tersenyum. Ia yakin Feli akan senang. Dengan begitu Archer akan mudah merayunya agar Feli memaafkannya lagi.Didorongnya pintu di hadapannya. Tidak terkunci. Archer mengembuskan napas kasar, ia sedikit kesal karena Feli tidak menuruti ucapannya untuk mengunci pintu. Bagaimana kalau ada orang yang tiba-tiba masuk?“Sunshine, lihat! Aku bawa apa untukmu?” seru Archer dengan raut muka cerah. Dengan langkah cepat dihampirinya sang istri.Namun, saat melihat pemandangan di hadapannya senyuman Archer pun perlahan lenyap. Semangat yang semula menggebu-gebu pun akhirnya sirna.Bag
“Please… jangan mengabaikan aku,” pinta Archer dengan penuh permohonan. “Kamu boleh marah-marah, meneriaki aku, atau memukuliku sepuas kamu, tapi jangan mengabaikan dan mendiamkan aku seperti ini, Sunshine.”Melihat ekspresi Archer yang tampak memelas, Feli nyaris goyah dan merasa tak tega mendiamkan Archer terlalu lama. Namun ucapan Emily yang terus terngiang-ngiang membuat Feli bersikeras pada pendiriannya.Pada saat yang sama, pintu terdengar diketuk, membuat Archer urung untuk berbicara lagi. Ia pun menaruh makanannya yang tinggal separuh ke atas rak. Kemudian membuka pintu dan mendapati wanita berambut pirang di sana.Archer menyapa wanita itu dan memintanya masuk.Feli terkejut melihat siapa yang datang. Emily. Dia menghampiri Feli sambil tersenyum canggung. Semakin jelas saja ucapan Emily tadi malam saat Feli melihat sosoknya sekarang, membuat hati Feli semakin merasa tak karuan.“Bagaimana kondisimu? Tidak ada sesuatu yang serius, bukan?” tanya Emily.Feli berusaha untuk terse
Siang harinya Feli sudah dibolehkan pulang ke rumah. Namun dokter menekankan agar Feli tidak banyak beraktifitas dulu, apalagi sampai merasa stres.Setibanya di rumah, Kimberly terus menempel kepada Feli. Anak itu sempat menangis dan tidak memberi kesempatan kepada Feli dan Archer untuk mengobrol berdua.“Aku mau ngejagain Mami sama adik bayi, biar Mami nggak masuk rumah sakit lagi,” rengek Kimberly dengan mata berkaca-kaca, yang membuat Feli terenyuh mendengarnya.Kimberly baru bisa lepas dari ibunya ketika anak itu sudah tertidur di malam hari. Feli mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur. Ia sempat mengecup kening Kimberly, membetulkan selimutnya, sebelum akhirnya keluar dari kamar anak itu.Kamar utama masih kosong ketika Feli masuk ke sana. Rupanya Archer masih ada di ruang kerja, pikir Feli.Feli merasa gamang, penjelasan Emily membuatnya merasa bersalah karena men-judge Archer begitu saja. Sejak tadi siang pun, Archer seperti ingin berbicara kepadanya tapi tak
Bunyi dering ponsel membangunkan Feli. Dengan malas ia mengulurkan tangan untuk mengambil benda tipis itu di nakas. Namun, Feli cukup kesulitan bergerak. Ia membuka mata dan menyadari kalau tubuhnya ada dalam pelukan Archer.“Archer, ada telepon ke handphone kamu,” bisiknya.Archer tetap bergeming. Napasnya terdengar teratur dan sepertinya akan sangat sulit untuk diganggu. Lagi pula Feli tidak mau mengganggu tidur Archer. Pria ini tampak kelelahan setelah aktifitas panas yang mereka lakukan beberapa saat lalu. Bahkan tubuh mereka pun masih sama-sama terlihat polos di bawah selimut.Deringan itu sempat berhenti. Namun tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Karena penasaran siapa yang menelepon pada pukul empat dini hari begini, Feli pun memaksakan diri untuk mengambil ponsel Archer.Eden.Feli tertegun melihat nama Eden terpampang di layar. Ia berpikir sejenak sembari menimbang-nimbang, apakah harus mengangkatnya atau tidak. Namun saat Feli memutuskan untuk mengangkat panggila
Feli tidak tahu apa yang Archer rasakan ketika melihat nama Belvina terukir pada batu nisan. Apakah pria itu merasa sedih dan kehilangan? Atau justru merasa biasa-biasa saja?Entahlah.Feli tidak bisa menebak isi hati dan pikirannya. Ekspresi Archer terlalu sulit untuk dibaca.Di permukaan Archer terlihat biasa-biasa saja. Namun Feli tak berani bertanya mengenai perasaannya. Feli takut jika jawaban yang nanti dia dengar akan melukai hatinya dan membuatnya kecewa.Biarlah… hari ini Feli membiarkan rasa penasarannya menggantung begitu saja. Bukankah lebih baik tidak tahu, daripada tahu segalanya tapi hal itu mampu melukainya?Tidak banyak yang mengantar Belvina ke tempat peristirahatan terakhirnya, selain Feli, Archer, Eden dan beberapa orang karyawan Blossom Boutique.“Ayo kita pulang. Meeting-ku akan dimulai sebentar lagi.”Feli menoleh ke arah pria berkemeja putih di sampingnya yang barusan berbisik sembari menggenggam tangannya. Feli mengangguk.“Tapi tunggu dulu sebentar,” ucap Fel