Share

159_Tinggalkan anakku!

Penulis: Nainamira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sementara itu, Siang itu ketika Mutia ingin istirahat makan siang, dia hari ini kebetulan tidak membawa bekal, jadi Mutia berjalan ke luar lingkungan pabrik, di sana banyak pedagang kaki lima yang berjualan aneka makanan. Tetapi belum kakinya melangkah keluar gerbang, sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Seorang lelaki paruh baya keluar dari sana.

"Ah, kebetulan sekali. Non Mutia, saya sedang mencari anda," ujar lelaki yang Mutia kenali sebagai supir keluarga Diaz, lelaki ini pernah mengantarnya dan Diaz beberapa kali

"Ada apa, Pak?"

"Em, anu ... tuan besar ingin bertemu dengan non Mutia. Saya bermaksud menjemput Nona."

"Tuan besar? Maksud bapak tuan Hadi Kusuma?"

"Benar, Non. Ayo, ikutlah dengan saya. Maksud saya, tolonglah saya, Non. Jika saya tidak berhasil membawa nona menemuinya, saya akan dipecat, Non. Kalau saya dipecat, maka bagaimana nasib anak dan istri saya? apalagi anak saya ada yang sudah kuliah lagi banyak-banyaknya butuh biaya."

Mutia tercenung mendnega
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Nur Kasih
kak kenapa setengah babnya di ulang lagi ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   160_Ayah, jangan memaksa.

    Mutia kembali meremas cek itu, kini di hadapan Hadi langsung, membuat lelaki itu membelalakkan matanya. "Maaf, Pak Hadi. uang dua ratus juta ini tidak sebanding dengan besarnya rasa cinta diantara kami berdua, lagipula saya sudah bercerai, status saya sudah bebas untuk membina hubungan baru. Saya tidak akan meninggalkan mas Diaz dengan iming-iming apapun, kecuali mas Diaz sendiri yang berinisiatif meninggalkan saya duluan. Maaf saya tidak bisa mengabulkan permintaan anda." Setelah berkata seperti itu Mutia kembali meletakkan cek senilai dua ratus juta itu yang telah menggumpal karena diremas. Wanita itu segera berdiri dan keluar dari ruangan itu. Melihat perempuan yang teguh seperti itu Hadi hanya tertawa sinis, uang yang diberikan pada perempuan itu hanya senilai dua ratus juta, sementara mungkin Diaz sudah memberikan lebih dari itu, bagaimana dia mau lepaskan tangkapan besar seperti itu? tidak bisa dengan uang, dia harus memikirkan cara lain. Hadi dengan marah langsung menggeb

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   161_Seharusnya sudah lama nenek katakan

    Setelah bertemu dengan tuan Hadi Kusuma, perasaan Mutia tidak baik-baik saja. Tubuhnya bahkan gemetar, dia tidak tahu apakah keputusan yang diambil olehnya itu tepat atau tidak. Tetapi jika hal itu diketahui oleh Diaz, pasti Diaz akan semakin membenci ayahnya. Jadi sebisa mungkin Mutia akan merahasiakan pertemuan hari ini dengan ayah lelaki itu. Ketika kembali lagi ke pabrik, dia terlambat masuk, untung saja atasannya Pak Sultan belum datang. Sebisa mungkin Mutia berkonsentrasi pada pekerjaan yang cukup banyak. sekarang adalah akhir bulan, jadi banyak sekali pekerjaan administrasi yang harus diselesaikannya. Dengan menenggelamkan diri pada pekerjaan membuatnya sedikit-dikit tidak lagi memikirkan perkataan ayahnya Diaz yang cukup menyakitkan buatnya. Tanpa terasa waktu pulang kerja sudah tiba, tetapi pekerjaannya belum juga selesai. Mutia bermaksud menambah waktu sekitar setengah jam lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya setelah itu dia baru akan kembali. Tepat pukul setengah en

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   162_Nenek ingin pulang ke kampung

    "Kemarin mas Diaz bertanya apa dia harus melamar aku ke keluarga kita, menurut nenek bagaimana? apa mas Diaz perlu melamarku sama om Hilman?" "Tidak perlu! Selama ini Hilman juga tidak menganggap kita sebagai keluarganya. lebih baik kita bicarakan berdua saja." "Tapi, nanti aku menikah kan butuh wali, hanya Om Hilman yang bisa menjadi wali nikahku, Nenek." "Tidak! tidak bisa! Hilman tidak bisa menjadi wali nikah kamu Mutia." Nenek menggeleng dengan tegas. Sikapnya yang terlihat begitu serius jelas membuat Mutia terkejut. "Kenapa nggak bisa, Nek? hanya Om Hilman adik laki-laki ayah, jadi hanya Om Hilman yang bisa menjadi wali nikah Mutia kan, Nek?!" "Mutia ... Ada yang perlu nenek katakan pada Mutia, semoga Mutia tidak marah. Nenek harusnya sudah mengatakan ini dari sejak ayahmu masih hidup atau jauh sebelum itu, yaitu ketika Darmawan masih kecil, tetapi nenek sangat takut kehilangan ayah kamu." Nenek menatap ke luar jendela. matanya tampak berkaca-kaca saat mengenang mas

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   163_Setujui pilihan kak Karlina, Om.

    "Sebelum kalian merencanakan bulan madu, rencanakan dulu kapan nikahnya? tidak baik berlama-lama pacaran," ujar nenek dengan tersenyum melihat interaksi cucunya dan calon cucu menantunya ini. Diaz yang mendengar desakan dari nenek berjalan mendekati nenek dan memegang tangan wanita tua itu, satu tangannya mengelus punggung tangan nenek. "Nenek, aku juga sudah ingin cepat-cepat menikahi Mutia. Siapa yang tidak mau cepat-cepat berbulan madu, nenek kan sudah berpengalaman, bagaimana rasanya menahan semua itu?" Nenek yang mendengar lelaki muda itu tanpa malu berterus terang tertawa terkekeh, bahkan tangannya sudah menjewer telinga Diaz yang menurutnya anak ini sangat nakal. "Em, nakal sekali kamu, ya ... kalau memang begitu, cepat kau urus surat-surat untuk kelengkapan pernikahan kalian. Yang penting akad nikah saja dulu, biar sah. Soal resepsi tidak dilaksanakan juga tidak apa-apa." "Baiklah, aku akan menuruti nasehat nenek. Tapi terlebih dahulu aku akan melamar Mutia pada paman

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   164_Mau mendampingi ke mana?

    Malam ini Diaz kembali ke keluarganya, dia juga tidak yakin jika ayahnya akan menyetujui rencana pernikahannya, apalagi melihat penolakan keras lelaki tua itu saat pertama kali Diaz membawa Mutia ke sini. Sampai di rumah besar itu, ternyata ayahnya tengah keluar rumah. Dia hanya bertemu Karlina dan Farel di sana. Karlina melihat adiknya datang, tentu sangat senang menyambutnya. Wanita itu langsung mengajaknya makan malam bersama. "Ayah dan Dini kemana?" tanya Diaz ketika sudah di meja makan. "Nggak tahu, tuh. Dari tadi siang aku tidak melihat mereka di rumah," jawab Karlina. "Tante Dini ada di kamarnya, tadi pas magrib baru pulang," jawab Farel. "Tidak diajak makan sekalian dia?" "Nggak usah! lebih baik kita bertiga saja!" jawab Karlina dengan ketus, sepertinya kemarahan Karlina dari tadi siang masih membekas. "Mama kamu kenapa, Rel? dia kelihatannya marah-marah begitu," tanya Diaz yang heran melihat kakak perempuannya berwajah masam malam ini. "Tadi siang sepertinya mama ke

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   165_Tiada maaf buat peselingkuh

    "Jadi, mau kan Kakak menjadi keluarga yang mendampingiku ke sana? Aku masih bisa mengandalkan mu, kan?" "Tentu saja! kau tidak perlu kuatir, kirimkan saja lokasinya aku akan datang mengendarai mobil sendiri." "Mau mendampingi ke mana?" Suara berat terdengar membuat mereka yang berada di meja makan terkejut. "Ayah?" desis Diaz menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. "Hem, mendampingi ketemu klien, Yah. Klien ini orang Tiongkok dan tidak bisa berbahasa inggris, jadi aku diminta untuk menjadi penerjemah," jawab Karlina yang memang mahir tiga bahasa asing, China, Inggris dan Perancis. "Oh, klien dalam rangka apa?" "klien ini menawarkan kerjasama eksport import produk dua negara." "Hati-hati berbisnis dengan orang asing, apalagi dari Tiongkok, mereka terkenal cerdik dan licik," ujar Hadi yang sudah duduk di meja makan "Iya, Yah," jawab Karlina tidak mau memperpanjang pembahasan. "Karlina, Ayah meminta maaf dengan sikap ayah tadi siang. Harusnya ayah bersyukur kamu bert

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   166_Bertemu dengan Fahri

    Benar kata Diaz, pagi itu dokter Fadil sudah datang dan memeriksa nenek, perawat yang selama ini merawat dan menjaga nenek memberi kabar pada Mutia. Makanya Mutia segera datang ke rumah sakit. Setelah sampai ruang rawat inap nenek, nenek bahkan sedang tertawa bahagia, terdengar suara dokter Fadil yang juga sangat ceria. Ketika Mutia mengucapkan salam dan masuk ruangan, mereka menghentikan tawa dan melihat siapa yang datang. "Mutia, lihat siapa yang datang! pengantin baru, kasihan malah datang ke sini," ujar nenek dengan tawa yang kembali menggema. "Mbak Mutia, ini semua ulah calon suamimu itu. Benar-benar dia malam-malam memaksaku untuk ke sini memeriksa nenek. Nggak tahu apa malam-malam itu jadwalku enak-enak sama istriku, malah diganggu seperti ini." Mendengar perkataan Fadil yang begitu frontal membuat Mutia malah malu sendiri, wajahnya menjadi bersemu merah dan bibirnya tidak bisa untuk tidak tersenyum canggung. Untung saja neneknya yang mendengar perkataan itu tertawa den

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   167_Fahri tidak meninggalkan kamu dengan sengaja

    "Baiklah, Nenek. Sekarang aku akan mengurus kepulangan Nenek. Besok pagi kita baru keluar dari rumah sakit ini, aku akan menyewa mobil untuk mengantar nenek ke desa." "Baiklah." Mutia langsung menuju ruang administrasi, menang pembayaran sudah dibayar lunas oleh Diaz, tetapi dia membutuhkan surat menyuratnya. Ketika dia sampai di ruang administrasi, tidak terduga dia bertemu dengan Fahri di sana. Lelaki itu juga terkejut melihat Mutia ada di sana. "Mutiara? siapa yang sakit?" tanya lelaki itu dengan tatapan penuh selidik Lama tidak bertemu dengan Fahri membuat Mutia begitu canggung menghadapainya. wanita itu hanya tersenyum tipis dan menjawab pertanyaan lelaki itu apa adanya. "Nenek yang sakit, Mas. Tapi sudah mau keluar dari rumah sakit, ini ku sedang mengurus administrasinya, Mas Fahri sendiri, siapa yang sedang sakit?" "Fahri!" Belum Fahri menjawab pertanyaan Mutia, nama lelaki itu tiba-tiba dipanggil oleh seorang perempuan, Mutia menoleh ke arah sumber suara terl

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   212

    Diaz menghela napas berat, mana bisa dia memberi ijin seperti itu, sudah jelas-jelas terlihat di mata lelaki bernama Setiaji itu sangat tertarik dengan istrinya. Itu namanya bunuh diri Tetapi melihat tatapan memohon Mutia membuatnya luluh, memang tidak seharusnya dia mematahkan hati seorang anak kecil, jika punya anak nanti, dia juga tidak ingin anaknya sedih. "Baiklah, nanti setelah dua Minggu aku akan menjemputmu. Aku juga akan menjenguk mu kapan saja aku mau, sekarang aku akan menginap di sini, ya? aku sudah sangat rindu denganmu." "Tentu saja." "Mulai sekarang, jika kamu punya masalah apapun cerita sama Mas. Jadi mas tidak salah paham, coba kalau kau cerita kalau nenek meninggal, tentu aku tidak akan salah paham begini. Di manapun aku berada, cerita! tidak ada yang lebih penting selain dirimu, soal kerjaan itu hanyalah Rizki saja, kalau memang masih rezeki tidak akan kemana." "Iya, Mas. aku juga minta maaf. Niat hati aku tidak ingin membebani pikiranmu, tetapi malah just

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   211

    "Untuk apa mas mencari ku? bukankah mas Diaz sudah menceraikan aku? Buat apa, Mas?" tanya Mutia dengan napas yang mulai tersengal, ternyata dia tidak sekuat itu, cairan bening tetap jebol dari mata indahnya. "Tidak semudah itu bercerai, pernikahan kita sudah didaftarkan di KUA, mana bisa kita bercerai hanya dengan kata talak. harus menyelesaikan prosedur perceraian lewat pengadilan." "Apa? jadi mas Diaz datang ke sini mau menyelesaikan prosedur perceraian di pengadilan agama? apa mas datang untuk membawa surat panggilan sidang?" Mutia yang memang pernah bercerai tentu tahu betul bagaimana prosedur perceraian resmi di pengadilan, dia tidak perlu menanyakan hal ini dan itu, jika memang sudah mendaftarkan perceraian, tinggal menunggu panggilan sidang. "Apa kau begitu ingin kita bercerai agar kau terus dipanggil bunda oleh anak kecil itu? kita belum bercerai secara resmi tapi kau sudah bersama lelaki dengan seorang anak?" "Apa? Mas menuduhku kembali?" Diaz tercekat dengan uc

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   210

    "Apa Rani sudah memilih pakaian yang akan dibeli?" tanya Setiaji ketika dua wanita beda usia menuju ke arahnya dengan membawa tentengan masing-masing. "Sudah, Ayah. Bunda Mutia memilih baju cantik-cantik sekali buat Rani, Rani suka. Ini juga ada sepatu dan juga sandal buat Rani," seru gadis itu dengan suara gembira. "Apakah Bu Mutia ingin memilih barang? biar saya yang membayar," tawar Setiaji. "Tidak usah, Pak. Saya belum membutuhkan barang apapun." Setiaji sudah menduga jawaban Mutia akan seperti itu, melihat dari gestur wanita itu jelas bukan wanita yang matre dan mau-mau saja dibelikan ini dan itu. "kalau begitu kita bayar, sudah itu kita pulang dan mengantar ibu guru Mutia ke rumahnya, ya?" ujar Setiaji pada putrinya. "Namanya bunda Mutia, kenapa ayah memanggilnya ibu guru? panggil bunda, Ayah." Setiaji hanya tersenyum canggung dan mengelus putrinya sambil mengangguk, sudit matanya melirik ke arah Mutiara dengan perasaan yang tidak enak. Setelah membayar semua barang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   209

    "Gaji dan bonus ibu sudah saya kirim ke rekening," ujar Setiaji ketika salam perjalanan menuju mall. "Loh, Pak? ini kan baru dua Minggu, kenapa sudah gajian?" "Saya baru saja menerima bonus dari proyek yang saya kerjakan." Mutia memang memberikan nomor rekeningnya seminggu yang lalu mana kala Setiaji menelponnya untuk mengirim biaya hidup Rani. Tidak disangka sekarang dia sudah menerima gaji, dengan cekatan Mutia memeriksa mobile banking nya dan melihat mutasi rekening terbarunya. "Ha? kok sepuluh juta? ini tidak kebanyakan, Pak?" protes Mutia tidak percaya dengan transaksi di M-banking nya "Itu gaji ibu lima juta, buat biaya Rani sehari-hari dua juta dan sisanya bonus menemani Rani hari ini." "Hanya menemani ke mall dapat bonus tiga juta? yang benar saja, Pak?" "Itu hanya uang bonus, siapa tahu nanti di mall ibu ingin membeli sesuatu." Mutia tidak lagi protes, karena sepanjang jalan Rani selalu mengajaknya berbicara dengan menanyakan setiap apa saja yang dia lihat, sement

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   208

    "Ya, saya terserah ibu mana baiknya." "Kok, terserah saya? anda orang tuanya." "Anda kan gurunya?" Mutia tidak bisa berkata-kata lagi, dia menatap lelaki itu dengan canggung, sementara lelaki itu juga menatapnya bergeming. selama beberapa detik tidak ada yang bersuara diantara mereka, hingga lelaki itu bersuara, "Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga kurang perhatian terhadap putri saya. Saya selalu berangkat pagi dan pulang malam, ini sudah menjadi resiko pekerjaan." "Memangnya apa pekerjaan anda?" "Saya seorang teknik sipil yang sekarang tengah mengerjakan pengerjaan jalan di luar kota, memang tidak terlalu jauh dari kota Surabaya, tetapi memang jarak tempuhnya lumayan tiga jam. Bisakah saya menitipkan Rani pada ibu ketika saya pergi?" Mutia kembali terperangah mendengar perkataan lelaki itu, bagaimana dia bisa? "Saya akan membayar untuk jasa-jasa itu, saya tidak percaya pada pengasuh. Dulu saya memiliki pengasuh, tetapi setiap hari Rani dicekoki obat tidur

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   207

    Mutia juga mencari data-data Rina siapa tahu ada nomor telepon orang tuanya, tetapi tidak ada. Bagaimana ini guru yang menerima pendaftaran murid, kenapa tidak dimintai data-data lengkap? Mutia hanya menghela napas berat. Setelah jam lima sore, terpaksa Mutia membawa Rina pulang, dia juga sempatkan mampir di toko baju untuk membelikan baju harian anak yang murah saja karena uangnya juga sedikit. Rina hanya mengikuti Mutia tanpa protes, tentu saja Mutia sangat mengkuatirkan keadaan anak ini, dia tentu saja jengkel. Dia juga mengadu pada rekan kerja dan kepala sekolah di telpon, mengirim pesan di wa grup kelas, meminta orang tua dari Rina untuk menjemput anaknya di rumahnya dan berpesan pada satpam yayasan untuk memberitahu orang tua Rina kalau mencarinya. Mutia sesekali mengintip grup kelas ada orang tua Rina yang merespon dan menanggapi keberadaan Rina, tetapi di grup hanya ada tanggapan orang tua murid lain yang juga terheran-heran kenapa ada anak yang belum dijemput se sore ini

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   206

    Sudah seminggu lamanya Diaz menyewa jasa detektif swasta tetapi sama sekali belum membuahkan hasil. Kata Rais mereka adalah detektif swasta terbaik, tetapi mana hasilnya? Diaz benar-benar tidak sabaran. Akhirnya Diaz memutuskan untuk pergi ke Austria dan mencari keberadaan Fahri. Diaz tidak tahu di mana alamat tempat tinggal lelaki itu, tetapi tahu tempat kerjanya di kedutaan. Siang itu Diaz menemui Fahri di kantor konsulat tersebut dan membuat Fahri terkejut menerima kedatangannya. ."Pak Diaz? apa yang membuat pak Diaz jauh-jauh menemui saya?" Diaz hanya menghela napas berat, dia sesap kopi panas yang terhidang di hadapannya. "Pak Fahri, saya mencari istri saya Mutiara. Sejak tiga bulan yang lalu, dia pergi dan saya tidak menemukan dia dimanapun. Saya yakin pak Fahri tahu keberadaannya." Fahri memicing heran, sebenarnya Fahri ingin memaki Diaz yang benar-benar sudah menelantarkan Mutia yang kini sudah dia anggap seperti adiknya sendiri, tetapi Fahri hanya bisa menahan dir

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   205

    Diaz tercengang mendengar kata-kata Fadil, benarkah situasinya seperti itu? tetapi mereka terlihat begitu akrab, tatapan Mutia ke arah Fahri bahkan seperti wanita yang sangat merindukan lelaki itu. "Harusnya kamu berterima kasih pada Fahri, lelaki itu datang tepat waktu. dia membantu Mutia mengurus jenazah nenek, dia bahkan rela disibukkan oleh Mutia yang seharusnya kamu yang melakukannya. Mereka berinteraksi di depan banyak orang, aku yang mengantar nenek sampai kuburan bahkan melihat lelaki itu sampai turun ke liang kubur membantu perkuburan. Kenapa kau tidak tanya dulu dibalik cerita foto itu?" "Melihatnya aku langsung terbakar cemburu." "Aish, cemburu memang bisa mengumpulkan otak orang secerdas apapun. Kamu tahu, bahkan Mutia cerita sama Tasya kalau Fahri sudah dianggap kakak oleh Mutia. bahkan lelaki itu sekarang sudah pergi ke Austria, pindah berkerja di sana. Emang dasar bego kamu ini, ya!" kesal Fadil sambil melempar sendok ke arah Diaz. Diaz yang terkena lemparan di

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   204

    "Sejak kapan kamu pulang dari Dubai?" "Sudah semingguan lah." "Jadi, waktu nenek Mutia meninggal dunia kamu sempat hadir, dong ya?" "APA? KAMU BILANG APA?!" Fadil yang mengangkat cangkir kopi dan akan menyeruputnya sampai terkejut mendengar teriakan Diaz, bahkan air kopi itu sebagian tumpah ke meja dan sedikit ke celananya. "Apa sih? teriak-teriak, kaget tahu!" gerutu lelaki itu sambil meraih tissue dan menyeka celananya. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Diaz dengan nada suara yang sudah diturunkan. "Bilang apa? aku cuma nanya kapan kamu balik ke Indonesia, itu aja." "Bukan yang itu, kamu bilang nenek Mutia meninggal dunia?" Fadil yang kembali akan menyeruput kopi, tangannya jadi bertahan di udara, dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran. "Kamu sudah seminggu balik ke Indonesia jangan bilang kamu nggak datang ke makam nenek," ujar lelaki itu dengan tatapan menelisik. "Apalagi sampai kamu nggak tahu kalau nenek Rosida meninggal dunia," tambah Fadil sambil me

DMCA.com Protection Status