Faris menghela napas panjang, setelah mendengar penuturan dari Dania, Dania membuka semua keresahan yang beberapa hari mengusik ketenangan hatinya."Kamu nggak usah khawatir Sayang, Mas akan tetap di sini, kita akan selalu sama-sama. Sekarang jawab Mas, kamu sayang kan sama Mas?" Dania mengangguk sembari menatap dalam tatapan mata Faris, tergambar lautan cinta yang begitu luas di sana, Dania bisa merasakan itu.Lembut jemari Faris menyentuh tangan istrinya."Kamu percaya kan sama Mas?" Kembali Dania mengangguk."Oke, kita akan hadapi ini sama-sama. Kita akan menjadi kuat jika bersama."Bibir ranum Dania perlahan mengukur senyuman. Meski masih terlihat kaku.Mereka pun berpelukan, saling menguatkan."Biar nanti malam Mas bicara sama Mas Adrian."Dania buru-buru melerai pelukan saat mendengar ucapan Faris."Jangan Mas." Dahi Faris mengerut."Mas akan bicara sama dia sebagai sesama laki-laki, jadi kamu cukup diam di dalam kamar, biar Mas yang akan selesaikan masalah ini.""Aku takut M
Faris tak jadi masuk ke kamar, ia justru berbalik kembali ke ruang tamu, dimana Adrian masih berdiri di sana dengan wajah pucat."Perjanjian apa itu Mas?" tanya Faris dengan serius.Adrian gelagapan seperti di hadapkan dengan posisi yang sulit, jika mundur ketemu lawan, pilih maju ada jurang di depannya. Ia tak bisa lari kemana-mana sekarang, Faris menuntut kejelasan."Dulu saat rumah ini hendak diambil oleh Pak Wahyu karena hutang-hutangku, Bu Helena menawarkan bantuan, ia meminjamkan uang sebesar hutang yang dipinjam itu untuk melunasi semuanya, agar rumah ini tak sampai diambil oleh mereka." Adrian menjeda ucapannya.Sedangkan Faris masih diam menunggu kelanjutan cerita dari kakak iparnya itu."Aku yang sudah kebingungan apalagi waktu itu ibu baru saja meninggal karena kecerobohanku itu. Tanah pusara ibu bahkan masih basah. Aku tak bisa berpikir jernih saat itu, melihat Dania yang begitu hancur akan kepergian ibu, juga kekecewaannya padaku saat itu."Adrian kembali menarik napas d
"Sudah tak perlu di teruskan Adrian! Saya sudah tahu kemana arah pembicaraan kamu!" Helena langsung melontarkan kata-kata demikian, saat melihat gelagat Adrian yang sangat kentara sekali.Adrian hanya membuang napas kasar."Sudah kuduga ini akan terjadi." Helena berkata sinis sambil melirik ke arah Adrian dan Faris bergantian.Sedangkan Dania, dalam hati wanita cantik itu, terbersit rasa kesal yang luar biasa, melihat ekspresi wajah Helena."Modelan begini akan menjadi mertua untukku, haduh enggak banget." Dania berbisik hatinya."Maaf Bu Helena yang, saya rasa Ibu tidak punya hak untuk mengatur-atur kehidupan rumah tangga saya, apalagi sampai menginginkan Dania untuk meminta cerai dariku suaminya. Sampai kapanpun itu tak akan pernah terjadi." Faris berkata tegas.Helena hanya berdecih melihat Faris."Asal kamu tahu, sebelum kamu menjadikan dia istrimu, dia sudah ada ikatan perjanjian untuk dijadikan istri bagi anak saya!""Kalau saya tidak mau, Ibu bisa apa?" Tiba-tiba Dania bersuara
"Mas tak perlu khawatir, Aku adalah seorang istri, bukankah wajib bagiku mengikuti langkah kaki suamiku," ucap Dania meyakinkan Adrian yang tampak meragu."Iya Mas, saya janji akan menjaga Dania dengan baik, memenuhi segala kebutuhan lahir dan batinnya, aku akan berusaha semampuku untuk membahagiakan dia." Faris berkata dengan sungguh-sungguh."Aku bukannya tak percaya denganmu, aku percaya, hanya saja ... Aku akan merasa kesepian di rumah ini." Adrian berkata sambil tersenyum."Huuh, makanya cepat cari istri, biar ada yang nemenin, mulailah menata kembali hidupmu menjadi lebih berarti, menjadi lebih berwarna Mas. Aku yakin ada banyak wanita yang baik yang mau denganmu asalkan kamu bisa benar-benar berubah jadi pribadi yang lebih baik, dan satu hal, jangan pernah kamu ulangi kesalahanmu di masa lalu. Atau aku–"Faris dan Adrian seketika menatap lekat ke arah Dania yang tak meneruskan kata-katanya."Atau aku akan benar-benar marah dan tak ingin menganggapmu sebagai kakakku lagi," ucap
"Hay, Yulia, sendirian saja?" Adrian bertanya pada perempuan cantik tinggi semampai 165 cm, dengan rambut tergerai berwarna kecoklatan. Yulia berbalik badan mendengar seseorang menyebut namanya."Darimana kau tahu aku di sini?" tanyanya. Sejenak Yulia tertegun melihat sosok yang berdiri di depannya. Laki-laki gagah yang memasuki usia tiga lima tahun itu memang terlihat matang, dan ... Sangat tampan menurut Yulia."Kemanapun Kau melangkah, aku akan mampu mengendus harum wangimu," kelakar Adrian membuat Yulia tersenyum, kedua pipinya merona, karena tersipu-sipu."Aku sedang cari udara segar aja tadi, lagi pula pekerjaanku di sini sudah selesai, tinggal nunggu urusan Pak Hakim selesai kemudian langsung balik ke kantor."Adrian mengangguk.Selama beberapa hampir sebulan ini memang Yulia kerap kali datang ke proyek karena mendampingi Pak Hakim selaku kepala pimpinan perusahaan kontraktor dimana Adrian bernaung.Saat ini memang sedang jam makan siang, seperti biasa usai makan siang Yulia a
Setelah hari itu Yulia jadi malas bertemu Adrian, meski Adrian selalu berusaha menjalin hubungan baik dengan Yulia.[Yulia, aku minta maaf, aku tak ada maksud apa-apa, aku hanya ingin lihat kamu bahagia bersama orang yang tepat.]Sebuah pesan masuk di ponsel Yulia malam ini. Wanita berkulit putih itu hanya mendesah kesal, dilemparnya benda pipih itu ke sampingnya, lalu ia menarik selimut hingga setinggi dada, mencoba untuk memejamkan matanya, berharap rasa kantuk itu datang, kemudian ia bisa melupakan masalah Adrian dengan ide konyolnya itu.Hah! Lagi-lagi ia membuang napas kasar. Matanya tak juga terpejam. Pikirannya jauh berkelana.Kembali diraihnya ponsel miliknya. Sekedar mengintip apa ada notifikasi pesan dari Adrian lagi atau tidak.Nihil. Tak ada pesan apapun dari laki-laki itu, selain pesan terakhirnya tadi.Yulia hendak mengetik sesuatu untuk membalas pesan Adrian, tapi ia ragu, baru beberapa kata di ketiknya, kemudian di hapus lagi, hingga beberapa kali begitu. Sedangkan di
"Sekali lagi maaf ya.""Ya, ya ya! Lupakan saja," jawab Yulia."Apa malam Minggu besok Kau ada acara?" tanya Adrian seraya menatap mata bening Yulia.Mesin motornya kembali dimatikan oleh Adrian."Nggak ada sih, kenapa emang?" Yulia merasa heran, tumben Adrian mengajaknya keluar malam minggu."Aku pengin ngajak kamu keluar.""Kemana?" "Ada lah pokoknya. Bisa kan?""Oke.""Sip, abis magrib aku jemput ya."Yulia mengangguk, lalu Adrian pun melajukan motornya."Adrian mau mengajakku kemana ya?" Yulia bertanya pada dirinya sendiri.'Ah aku harus dandan yang cantik, untuk malam minggu besok' Yulia bergumam sendiri. Sedangkan di sudut lain, kini Adrian menemui Ilyas, dan mengajaknya bertemu malam minggu besok."Ke Taman Merpati, ngapain?" tanya Ilyas."Nongkrong aja biasa. Lo kan jomblo, jadi mending nongkrong bareng Gue!""Gue mencium bau-bau tak enak nih," tebak Ilyas."Ah suudzon mulu Lo ah! Udah datang aja ke taman merpati malam Minggu besok ya!"Senyum Adrian mengembang melihat Ilyas
"Hallo selamat pagi Li, maaf ya semalam aku terpaksa pulang duluan dan menitipkan kamu sama temanku. Aku benar-benar buru-buru," ucap Adrian pagi hari melalui sambungan telepon."Tau ah! Kamu nggak bertanggung jawab banget, benar-benar keterlaluan. Jangan bilang semalam itu adalah sengaja kamu lakukan biar aku pulang sama temanmu itu, siapa lah itu namanya," ketus Yulia. Perempuan itu masih kesal pada Adrian."Ilyas.""Ya itu Ilyas. Jangan bilang kamu itu sengaja biar aku deket sama dia." Yulia memutar bola matanya jengah."Eh kok suudzon gitu sih, ya enggak lah! Aku benar-benar buru-buru semalam, kamu denger sendiri kan Dania telpon aku.""Bisa aja kan itu rekayasa kamu. Denger ya Yan, aku nggak suka kamu begitu!" "Ya, aku minta maaf Li, beneran lho aku nggak ada maksud apa-apa.""Tau ah! Aku mau tidur lagi." Yulia mematikan panggilan secara sepihak. Karena ini adalah hari minggu jadi Yulia bisa bersantai di rumah.Adrian hanya menghela napas, ternyata susah juga mendekatkan Yulia d