Aku kembali melakukan aktifitas di dalam rumah, meski Nek Imas selalu melarangku melakukan pekerjaan rumah, tapi aku tetap tak ingin berdiam diri saja. Bagaimana pun aku di sini menumpang. "Nek kemana anak dan suami Nek Imas?" Aku memberanikan diri bertanya sambil mengupas bawang merah untuk memasak tumis kangkung.Nek Imas terdiam, tangannya masih asyik mengupas bawang putih di tangannya.Aku lihat Nenek di sini hanya tinggal sendirian di rumah ini. Hanya ada satu figura foto yang terpajang di dinding kamar Nek Imas, di mana difoto itu, terlihat Nek Imas berdiri bersama seorang laki-laki dan satu anak laki-laki di tengah-tengah mereka. Tapi kemana mereka, kenapa Nek Imas tinggal sendirian?"Nek, Nenek keberatan ya dengan pertanyaan saya ya, maafkan Tyas ya Nek," sambungku lagi, merasa tak enak melihat ekspresi Nek Imas."Suami Nenek, sudah meninggal sepuluh tahun lalu, karena penyakit diabetes yang di deritanya. Sementara anak semata wayang Nenek, dia pamit untuk bekerja ke kota, l
"Kamu?!""Hei, Ya, ini aku Yas." Laki-laki itu menatapku sambil tersenyum."Yusuf, kamu, kok biasa –""Duduklah dulu, Nek Imas, duduklah." Aku dan dan Imas mendaratkan bobot di kursi yang ada di hadapan Yusuf."Kenapa bisa? Ya hanya Allah yang tahu," jawabnya santai. ""Jadi, kamulah pemuda yang menolongku saat aku sudah pingsan di tepi jurang itu?" tanyaku memastikan lagi.Lagi Yusuf hanya tersenyum."Nek Imas, terimakasih banyak, sudah merawat calon istri saya dengan baik, sampai dia benar-benar sembuh."Aku kembali terkejut mendengar kata terakhir yang di ucapkan Yusuf."Ehm, Yusuf, maksud kamu apa ya? Ehm, sebelumnya aku ucapkan banyak terimakasih karena berkat pertolongan dari kamu, aku bisa selamat, dan terlepas dari para penculik itu. Tapi kamu ...."Yusuf terdiam kemudian tersenyum. "Yas, kamu percaya dengan takdir Tuhan?"Aku mengangguk, meski belum sepenuhnya paham apa maksudnya Yusuf."Mungkin ini cara Tuhan untuk menyatukan kita. Sebenarnya hari itu, hari dimana kamu pa
"Hallo Papa.""Hallo." Papa menyahut di seberang sana."Tyas! Ini benar kamu Nak?!" "Iya Pa, ini Tyas Pa.""Alhamdulillah, ya Allah, Sayang kamu dimana Nak? Gimana keadaan kamu? Apa kamu baik-baik saja? Apa para penculik itu menyakitimu?"Papa langsung memberondong dengan pertanyaan yang bertubi-tubi."Alhamdulillah Pa, Tyas baik-baik saja Pa. Tyas nggak apa-apa. Tyas memang di culik dan di sekap di sebuah gedung tua Pa, tapi Alhamdulillah, Tyas bisa kabur Pa, dan bisa selamat karena di selamatkan oleh Yusuf.""Apa? Yusuf? Bagaimana bisa dia berada sama di tempat kamu di culik?""Panjang ceritanya Pa. Yang jelas sekarang Tyas baik-baik saja, Papa tak perlu khawatir ya.""Alhamdulillah, wa syukurillah, ya Allah terimakasih. Jadi sekarang kamu ada di mana? Biar Papa jemput kamu.""Aku ada di salah satu desa terpencil di sebuah kabupaten di Jawa barat Pa.""Papa akan jemput kamu sekarang yg Sayang.""Nggak usah Pa, sore ini juga Tyas akan diantar Yusuf ke rumah. Jadi Papa tunggu Tyas di
Setelah berbasa-basi dengan Papa akhirnya Yusuf pamit, karena dia juga akan pergi ke tempat dimana Imam anaknya Nek Imas berada.Aku bisa bernapas lega sekarang, sejak tadi aku sudah merasa resah takut kalau Yusuf benar-benar mengutarakan keinginannya melamarku di depan Papa.Apalagi ada Abian di sini bisa makin runyam urusannya.Yusuf pamit, aku dan Papa mengantarkannya sampai di halaman rumah. Abian berdiri santai di ambang pintu.Masih bisa kulihat bagaimana Yusuf menatapku, dan sebisa mungkin aku menghindar tatapannya itu.Bukan aku tak berterimakasih atau apa, tapi aku hanya ingin hubungan kami bisa tetap berjalan selayaknya teman saja. Tak lebih.Setelah memastikan mobil Yusuf keluar halaman rumah, aku masuk kembali ke dalam rumah bersama Papa."Duduk dulu sini Sayang," ajak Papa."Bagaimana keadaan kamu selama mereka menyekap kamu? Apa mereka menyakitimu?""Tyas nggak apa-apa Pa. Alhamdulillah Tyas berhasil kabur, jadi tidak begitu lama di sekap di dalam gudang itu."Papa meng
"Mel." Dua hari setelah aku pulang ke rumah, aku menemui Amel."Tyas!" Amel yang sedang break dari acara pemotretan, tampak sangat terkejut melihatku datang."Tyas! Bagaimana bisa kamu kesini?" tanyanya masih tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya, dia terlihat gugup."Ya bisa lah! Memang kenapa, kalau aku datang kemari? Apa ada yang salah?""Ehm, ya nggak ada sih, cuma kaget aja, bukannya kata Abian kamu ....""Aku di culik? Ya, tapi Alhamdulillah aku selamat, dan bisa sampai di sini sekarang ini."Amel menatapku lekat."Oh, syukurlah kalau gitu. Ada apa kemari?"Jika dulu saat berjumpa kita bisa begitu hangat, kini suasananya sangat berkebalikan. Jangankan berpelukan, sekedar tersenyum saja sangat kaku.Percakapan macam apa ini? Semenjak terjerat cinta segitiga diantara kami, sikap Amel pun berubah, kami tak lagi sedekat dulu, untuk sekedar ngobrol saja, harus kaku seperti ini.Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Aku pengin ngobrol aja sama kamu. Mel
"Assalamualaikum, Ma!"Aku dan Abian memasuki rumah Abian."Wa'alaikumussalam! Tyas, kamu datang Sayang, Alhamdulillah, kamu kemana aja Sayang, nomer kamu nggak aktif belakangan ini. Kamu sehat?"Sambutan hangat langsung aku rasakan begitu Bertemu dengan Tante Suryani. Beliau langsung memelukku, mencium pipi kanan dan kiriku."Alhamdulillah Tyas baik Mah, Sehat. Mama gimana? Sehat?""Alhamdulillah Mama juga sehat, kamu lagi nggak marahan sama Abi kan?" tanya Tante Suryani kemudian melirikku dan Abian secara bergantian.Aku langsung. Aku langsung menoleh pada Abian, ia tersenyum."Enggak lah Ma! Tyas memang sedang sibuk aja Ma. Jadi nggak bisa di ganggu. Ya kan Sayang?""Hem, oh, iya Ma. Betul sekali kata Abian, akhir-akhir ini memang Tyas sibuk Ma. Maafkan Tyas ya Ma.""Iya sudah nggak apa-apa. Jangan terlalu diforsir, jaga kesehatan kamu ya."Aku mengangguk tersenyum."Iya Ma. Makasih ya.""Ya sudah yuk, jadi jalan sekarang?" tanya Abian."Jadi dong! Yuk jalan sekarang! Sebentar Mama
"A–Abian."Ia masih menatapku dalam. Aku sampai tak mampu berkata-kata lagi. Laki-laki yang kini bersimpuh di hadapanku adalah dia yang sudah menungguku sekian lamanya. Dia yang menyimpan rasa di hatinya bahkan ketika aku telah bersama dengan pria lain. Dan selama itu pula ia tak pernah melabuhkan cinta ke hati yang lain. Bahkan ia menutup rapat perasaannya itu, sampai-sampai aku sendiri baru tahu belakangan ini.Aku terharu sekaligus tak percaya. Dia, lelaki hebat itu, memilihku untuk menjadi pendamping hidupnya. Menjalani sisa hidup ini bersama, mengarungi bahtera dalam suka maupun duka.Ada rasa bahagia, juga bingung. Entahlah, aku sendiri tak mengerti. Satu sisi terkadang aku merasa tak pantas bersanding dengannya. Terlepas dari masalah cinta segitiga antara aku, dia dan Amel. Ada beberapa hal yang terkadang menjadikan aku bimbang. Perbedaan status, dia seorang perjaka, sedangkan aku hanya seorang janda.Dia seorang CEO muda, calon penerus tahta perusahaan milik ayahnya. Sudah ten
Aku berjalan dengan di gandeng oleh Bu Agustin, menuju tempat dimana dua keluarga berkumpul untuk menyaksikan acara ini. Aku menoleh sekeliling. Mereka yang tengah asyik berbincang, dan ada juga yang sedang menikmati hidangan yang sudah disediakan. Dan ketika Mc menyuarakan penyambutan atas diriku, riuh tamu undangan seketika meredam, di saat yang sama, semua mata seolah tertuju padaku yang tengah berjalan pelan bersama Bu Agustin menuju kursi yang sudah disiapkan. Di sana Abian dan Tante Suryani juga Papa sudah duduk menungguku. Senyum merekah di bibirku, melihat wajah tenang Papa terlihat begitu gagah penuh wibawa tak dapat menyembunyikan aura kebahagiaan yang tengah ia rasakan kini. Disebelahnya ada Abian yang juga mengenakan jas dengan warna senada dengan kebaya yang kukenakan. Ia terlihat begitu mempesona, senyum menghiasi bibirnya, kedua netranya menatapku. Ketika aku balas menatap irish hitam itu, tatapan mata kami bertemu. Pun dengan Tante Suryani yang duduk dengan angg