"Mel." Dua hari setelah aku pulang ke rumah, aku menemui Amel."Tyas!" Amel yang sedang break dari acara pemotretan, tampak sangat terkejut melihatku datang."Tyas! Bagaimana bisa kamu kesini?" tanyanya masih tak bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya, dia terlihat gugup."Ya bisa lah! Memang kenapa, kalau aku datang kemari? Apa ada yang salah?""Ehm, ya nggak ada sih, cuma kaget aja, bukannya kata Abian kamu ....""Aku di culik? Ya, tapi Alhamdulillah aku selamat, dan bisa sampai di sini sekarang ini."Amel menatapku lekat."Oh, syukurlah kalau gitu. Ada apa kemari?"Jika dulu saat berjumpa kita bisa begitu hangat, kini suasananya sangat berkebalikan. Jangankan berpelukan, sekedar tersenyum saja sangat kaku.Percakapan macam apa ini? Semenjak terjerat cinta segitiga diantara kami, sikap Amel pun berubah, kami tak lagi sedekat dulu, untuk sekedar ngobrol saja, harus kaku seperti ini.Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan."Aku pengin ngobrol aja sama kamu. Mel
"Assalamualaikum, Ma!"Aku dan Abian memasuki rumah Abian."Wa'alaikumussalam! Tyas, kamu datang Sayang, Alhamdulillah, kamu kemana aja Sayang, nomer kamu nggak aktif belakangan ini. Kamu sehat?"Sambutan hangat langsung aku rasakan begitu Bertemu dengan Tante Suryani. Beliau langsung memelukku, mencium pipi kanan dan kiriku."Alhamdulillah Tyas baik Mah, Sehat. Mama gimana? Sehat?""Alhamdulillah Mama juga sehat, kamu lagi nggak marahan sama Abi kan?" tanya Tante Suryani kemudian melirikku dan Abian secara bergantian.Aku langsung. Aku langsung menoleh pada Abian, ia tersenyum."Enggak lah Ma! Tyas memang sedang sibuk aja Ma. Jadi nggak bisa di ganggu. Ya kan Sayang?""Hem, oh, iya Ma. Betul sekali kata Abian, akhir-akhir ini memang Tyas sibuk Ma. Maafkan Tyas ya Ma.""Iya sudah nggak apa-apa. Jangan terlalu diforsir, jaga kesehatan kamu ya."Aku mengangguk tersenyum."Iya Ma. Makasih ya.""Ya sudah yuk, jadi jalan sekarang?" tanya Abian."Jadi dong! Yuk jalan sekarang! Sebentar Mama
"A–Abian."Ia masih menatapku dalam. Aku sampai tak mampu berkata-kata lagi. Laki-laki yang kini bersimpuh di hadapanku adalah dia yang sudah menungguku sekian lamanya. Dia yang menyimpan rasa di hatinya bahkan ketika aku telah bersama dengan pria lain. Dan selama itu pula ia tak pernah melabuhkan cinta ke hati yang lain. Bahkan ia menutup rapat perasaannya itu, sampai-sampai aku sendiri baru tahu belakangan ini.Aku terharu sekaligus tak percaya. Dia, lelaki hebat itu, memilihku untuk menjadi pendamping hidupnya. Menjalani sisa hidup ini bersama, mengarungi bahtera dalam suka maupun duka.Ada rasa bahagia, juga bingung. Entahlah, aku sendiri tak mengerti. Satu sisi terkadang aku merasa tak pantas bersanding dengannya. Terlepas dari masalah cinta segitiga antara aku, dia dan Amel. Ada beberapa hal yang terkadang menjadikan aku bimbang. Perbedaan status, dia seorang perjaka, sedangkan aku hanya seorang janda.Dia seorang CEO muda, calon penerus tahta perusahaan milik ayahnya. Sudah ten
Aku berjalan dengan di gandeng oleh Bu Agustin, menuju tempat dimana dua keluarga berkumpul untuk menyaksikan acara ini. Aku menoleh sekeliling. Mereka yang tengah asyik berbincang, dan ada juga yang sedang menikmati hidangan yang sudah disediakan. Dan ketika Mc menyuarakan penyambutan atas diriku, riuh tamu undangan seketika meredam, di saat yang sama, semua mata seolah tertuju padaku yang tengah berjalan pelan bersama Bu Agustin menuju kursi yang sudah disiapkan. Di sana Abian dan Tante Suryani juga Papa sudah duduk menungguku. Senyum merekah di bibirku, melihat wajah tenang Papa terlihat begitu gagah penuh wibawa tak dapat menyembunyikan aura kebahagiaan yang tengah ia rasakan kini. Disebelahnya ada Abian yang juga mengenakan jas dengan warna senada dengan kebaya yang kukenakan. Ia terlihat begitu mempesona, senyum menghiasi bibirnya, kedua netranya menatapku. Ketika aku balas menatap irish hitam itu, tatapan mata kami bertemu. Pun dengan Tante Suryani yang duduk dengan angg
Abian Pov. Ada pelangi menyambut dengan warna indah, setelah hujan badai menerpa. Laksana hujan yang turun di gurun pasir yang gersang nan panas, seketika berganti dengan kesejukan yang luar biasa Hal itu yang aku rasakan ketika Pak Aditama menghubungiku, memberitahukan bahwa Tyas telah selamat. Ia berhasil kabur dari para penculik itu. Aku lega luar biasa. Aku langsung meminta alamat dimana Tyas berada, biar aku yang menjemputnya pulang. Tapi ternyata Tyas tak memberitahu keberadaannya. Ktnya ia akan pulang sendiri diantar oleh orang yang menolongnya. Tak masalah bagiku, yang terpenting sekarang, Tyas selamat, dia akan kembali. Keesokan harinya, aku datang ke rumah Pak Aditama, menunggu Tyas pulang. Jangan tanya bagaimana rasanya hatiku, menahan rindu yang tak tertahankan sejak ia memutuskan untuk pergi sendiri. Aku tahu, dia melakukan ini untuk menghindariku, dengan dalih ingin menenangkan diri. Oke, aku berusaha memahami itu. Aku sabar menunggu ia kembali, walau pada
Abian pov. "Stefy! Stefy!" panggilku seraya mengetuk pelan pintu kamar gadis manja itu. Hening. Tak ada sahutan. "Stefy! Buka pintunya Nak! Ini ada Abian nih," ucap Tante Melia sambil mengetuk pintunya. "Stefy, udah yuk keluar." Tante Melia tak menyerah, terus meminta Stefy membuka pintu. "Memang kenapa sama Stefy Tante?" tanyaku, kenapa bisa dia ngambek, pasti ada penyebabnya. "Tadi pagi saat Tante kasih kabar tentang kamu yang mau melamar Tyas. Dia kaget dia marah, dan ngamuk-ngamuk, Bi. Maksud Tante kan mau ngajak dia untuk ikut ke acara kamu melamar Tyas." Tentu ucapan Tante Melia seketika membuat dahiku mengerenyit. "Kenapa ngamuk?" "Aduh, Abian, kenapa sih, kamu ini jadi laki-laki kok ya nggak peka sama sekali sih!" sungut Tante Melia padaku yang memang tak paham mengapa dia ngambek, apa hubungannya denganku? "Ya memang Abi nggak tahu Tante, tiba-tiba dia ngambek gitu." Tante Melia membuang napas. "Dia itu sakit hati melihat kamu melamar Tyas, Abi! Dia itu
"Tapi aku maunya cuma Mas Abi, Budhe!" sentaknya kemudian beranjak dari duduknya dan berlari masuk ke dalam kamarnya.Aku dan Mama saling pandang. Aku menggeleng tak mengerti, ada ya orang seperti itu. "Ayo Ma kita pulang aja. Abi, pusing juga lama di sini," ajakku pada Mama."Eh, ya nggak bisa gitu dong Bi! Kamu harus tanggung jawab!" ketus Tante MeliaNetraku membeliak, makin tak mengerti dengan Tante Melia ini."Lho kenapa Abi? Abi nggak ngapa-ngapain kenapa suruh tanggungjawab." Aku berdecak kesal."Ya iya, Stefy jadi begini kan gara-gara kamu nggak balas cintanya. Ya, paling nggak, kamu bujukin dia dulu Bi! Jangan malah di tinggal pergi gitu aja!" sungut Tante Melia lagi.Astaghfirullah mimpi apa aku ini, mengapa jadi begini."Tante, ini juga sudah malam, Abi dan Mama ingin istirahat, jadi kami mau pulang saja." Aku yang sudah capek, ingin istirahat, justru di sini di buat seperti ini, tentu saja emosiku naik."Eh, enggak-enggak! Mbakyu, ayolah tolong saya ini, tadi Stefy sudah
"Tapi aku maunya cuma sama kamu Mas. Aku rela jadi istri kedua kamu Mas. Aku janji akan akur dengan Tyas, berjanjilah setelah menikah dengan Tyas, kamu juga akan menikahiku Mas.""Astaghfirullah, Stefy! Kamu ini benar-benar konyol! Ayo Ma pulang! Abi udah nggak tahan Ma, Stefy benar-benar menguji kesabaran kita. Maaf Stefy, aku bukan benci atau tak suka sama kamu, aku sayang sama kamu, tapi rasa sayang sebagai Kakak pada adiknya. Aku mohon kamu jangan mengartikan yang berbeda! Aku mencintai Tyas, nggak mungkin aku juga menikahi kamu! Kamu jangan seperti ini!" ucapku tegas dengan deru napas memburu.Astaghfirullah! Aku hanya manusia biasa, mana mungkin aku bisa melakukan poligami. Sedangkan mimpiku sejak dulu, hanyalah aku ingin hidup bersama Tyas, sampai nanti menua bersama, membesarkan anak-anak kami bersama-sama kelak. Sebuah impian untuk merajut cinta setiap hari, menggapai ridho Allah, dan mencapai surga Allah bersama. Mana mungkin aku tega menghadirkan orang ketiga dalam rumah t